Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jeruk Makan Jeruk dan Sudirman Said versus Rizal Ramli dan Setya Novanto

19 November 2015   13:25 Diperbarui: 19 November 2015   13:25 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Effendi Simbolon, anggota DPR dari PDIP dalam ILC tvone Selasa lalu menyerang Sudirman Said (SS) sebagai kelompok Rini Sumarno. Rini punya kakak bernama Ari Sumarno, mantan Dirut Petral dan kemudian menjadi Dirut Pertamina. Pembubaran Petral oleh Kementerian ESDM yang dipimpin Sudirman Said diibaratkannya sebagai jeruk makan jeruk.

Sewaktu Ary Sumarno lengser dari Pertamina, SS juga ikut terdepak dari posisinya sebagai direktur Unit Integrated Supply Chain (ISC), unit kerja PT Pertamina (Persero) dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. ISC menjadi saingan Petral dalam pengadaan BBM. Tugas pengadaan BBM oleh ISC dihapus dan diserahkan semuanya kepada Pertral.

Pada waktu itulah Petral bersimaharajalela menguasai bisnis penga-daan BBM untuk seluruh rakyat Indonesia. Situasi ini berjalan selama 10 tahun pemerintahan SBY. Takdir mempertemukan SS dengan Rini Sumarno dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK. Ada sejarah masa lalu yang menguatkan hubungan mereka.

Itulah sebabnya Sudirman Said sangat bersemangat untuk membubarkan Petral. Apalagi pembubaran Petral didukung penuh oleh Presiden Jokowi. Itu pula sebabnya Rini Sumarno selaku Menteri BUMN/kuasa pemegang saham pemerintah juga mendukung penuh langkah SS membubarkan Petral. Jadi ada kepentingan dendam masa lalu  Sudirman Said dalam pembubaran Petral.

Maka pada bulan April 2015 Petral resmi dibubarkan dan dilanjutkan dengan audit forensik. Urusan pengadaan BBM dikembalikan kepada unit kerja IPC Pertamina.

Lalu tiba-tiba muncul masalah perpanjangan kontrak Freeport. SS cenderung memperpanjang kontrak kerjasama PT. Freeport. Ia mempercepat perundingan dari jadwal yang seharusnya. Lalu ia menyurati Freeport bahwa akan ada persetujuan Pemerintah Indonesia untuk perpanjangan kontrak kerjasama itu.

Tiba-tiba saja, SS mendapatkan serangan sangat keras dari Rizal (RR) Ramli selaku Menko Maritim dan Sumber Daya. RR menyebutkan ada menteri yang kebinger karena mentalnya tidak kuat melawan godaan. Lalu RR menyebutkan  Freeport yang kontraknya habis pada 2021. Sesuai peraturan perundang-undangan, perundingan baru bisa dilakukan 2 tahun sebelum kontrak kerjasama berakhir, artinya tahun 2019.  

Lalu RR menyebutkan bahwa kalau kontrak kerjasama itu tidak diperpanjang,  maka tambang emas dan tembaga di Papua itu sebaiknya dikelola langsung oleh BUMN. Kandungan emasnya masih sangat banyak, begitu pula tembaga. Kalau dikelola sendiri, Indonesia bisa mendapatkan pemasukan 16 juta kg emas, yang kalau dijadikan jaminan rupiah di Bank Indonesia, kurs rupiah bisa menjadi Rp 2000 per USD. Jadi yang dimaksud menteri keblinger oleh RR adalah SS.

RR mengatakan bahwa kontrak kerjasama dengan Freeport bisa saja diperpanjang jika pasal-pasal  dalam kontrak lama diubah, mencakup besaran royalty dari 1% menjadi 6-7%, pembuangan limbah, pembangunan smelter. Kalau mereka setuju dengan konsep kita, barulah kontrak kerjasama itu bisa diperpanjang.

Interupsi RR selaku Menko ternyata didukung oleh Presiden Jokowi, yang menjelaskan persyaratan yang sama. Interupsi RR menye-babkan langkah SS untuk mempercepat perpanjangan kontrak Freeport terhenti.

Situasi itu pula menjadi penyebab pihak Freeport mencari jalan lain. Mereka hendak berunding dengan pihak yang memiliki pengaruh kuat terhadap Presiden Jokowi. Lalu mereka mendekati Ketua DPR, Setya Novanto (SN).

Ternyata SN memberikan respon positif, dan menyanggupi menjadi perantara dengan Presiden Jokowi. Masalahnya, SN melihat Freeport sebagai pihak yang dapat diperas untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. SN menawarkan suatu persyaratan yang sangat berat, yaitu 20% saham kosong, yang diatasnamakan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Selain itu ia juga meminta saham untuk pembangkit tenaga listrik di Timika sebesar 49%.

Kesialan datang pada SN.  Ia tidak tahu bahwa Presdir Freeport yang diajak berunding adalah seorang purnawirawan TNI. Pangkat terakhir jenderal berbintang dua. Pernah menjabat sebagai wakil kepala Badan Intelejen Nasional (BIN). Namanya Makruf Syamsuddin dan adik kandung mantan Wamenhan, Syafri Syamsuddin. Melihat gelagat SN hendak memeras, maka pada pertemuan terakhir, dia merekam pembicaraan yang berlangsung.

Makruf Syamsuddin melaporkan tentang adanya pertemuan dengan Ketua DPR yang ditemani oleh pengusaha minyak, Muhammad Reza Chalid. Lalu ia menyerahkan hasil rekaman perte-muan tersebut sebagai barang bukti.

Sudirman Said melihat sisi yang menguntungkannya setelah terkena kepret Menko RR. Ia memanfaatkan kasus itu untuk mendongkrak nama baiknya. Maka setelah melapor kepada Presiden Jokowi dan Wapres JK, ia meledakkan kasus itu ke publik. Pada mulanya ia menyampaikan informasi itu secara tidak utuh, sedangkan bagian terpenting disembunyikan. Informasi yang tidak utuh itu menggegerkan Senayan. Para politisi mendesak SS untuk menyebutkan nama pencatut Presiden dan wapres tersebut.

Lalu ia menyampaikan bahwa ia akan menyerahkan masalah itu kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Setelah menyerahkan laporan kasus itu ke MKD, SS melakukan wawancara dengan Najwa Shihab dalam persiapan acara Mata Najwa. Yang terlihat d tivi adalah Najwa meminta konfirmasi copy surat yang disampaikan SS ke MKD, yang ternyata dibenarkan oleh SS. Jadi surat SS ke MKD itu sudah bocor, buktinya sudah ada copynya di tangan Najwa Shihab. Maka terbukalah nama pencatut Presiden Jokowi, yaitu Setya Novanto.

Yang pasti ada yang membocorkan surat SS ke MKD kepada publik melalui Najwa Shihab. Yang menjadi tanda tanya, kok bisa secepat itu bocornya, hanya berbilang jam saja. Hanya ada dua pihak yang bisa membocorkannya. Pertama orang dalam MKD yang langsung men-scan surat itu dan mengirimkannya ke Metrotivi, tentunya dengan imbalan tertentu.

Tapi saya lebih cenderung pada yang kedua, yaitu SS sendiri atau pembantunya, yang menyerahkan surat asli untuk di-scan dan masuk dalam folder Najwa Shihab. SS berkepentingan isi surat itu bocor, tetapi haruslah dengan menggunakan tangan orang lain.

Demikianlah permainan cantik yang dilakukan SS bekerjasama dengan Najwa Shihab yang bisa berlindung dibalik kerahasiaan sumber informasi jurnalistik. Maka yang pontang panting tentulah SN yang dituntut mundur dari jabatannya selaku Ketua DPR.  

Dengan permainan cantik itu pula SS bisa menegakkan kepalanya kepada RR yang menyebutnya sebagai menteri kebinger,  dan juga kepada Presiden Jokowi. SS memposisikan dirinya sebagai pahlawan melawan kejahatan korupsi sumberdaya alam di Papua.  Ia telah melakukan suatu tindakan untuk menyelamatkan uang Negara dari para pemeras berjabatan sangat tinggi, Ketua DPR-RI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun