Salah satu kebiasaan buruk pejabat pemeritah adalah tidak transparan. Ada bagian penting yang disembunyikan, yang publik tidak boleh tahu.
Contoh teranyar adalah Menteri ESDM Sudirman Said yang melaporkan tentang adanya politisi terkenal yang mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden kepada Freeport, sehingga dikesankan meminta bagian berupa saham kosong.
Tetapi Sudirman Said tidak menjelaskan siapa politisi yang dimaksud. Tentu saja informasi sepotong itu telah menimbulkan kegaduhan dan  kegerahan para politisi di Senayan. Mereka mendesak Menteri ESDM Sudirman Said mengungkap politisi yang mencatut nama Jokowi – JK terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Bahkan Refrizal, anggota DPR dari Fraksi PKS menulis surat terbuka kepada Menteri ESDM Sudirman Said, Dia menulis :
Saya harap bapak segera menyampaikan atau Mengumumkan ke Publik nama2 Politisi yang menjadi MAFIA di PT PREEPORT dan nama2 MAFIA melibatkan orang kuat sesuai pernyataan bapak di PT PETRAL (Anak Perusahaan PT PERTAMINA) MENGATUR Harga Pembelian BBM yang sangat MERUGIKAN Rakyat banyak, saya harap bapak "Jangan ngomong doang", tanpa menyebut nama.
Masih Menteri Sudirman Said. Ia merilis hasil audit forensik terhadap PETRAL. Dia menyebutkan adanya pihak ketiga yang ikut campur dalam tender BBM, sehingga harga BBM yang diperoleh tidak maksimal. Akibatnya rakyat Indonesia dirugikan. Tetapi Menteri ESDM tidak menyebutkan nama pihak ketiga tersebut.
Kasus lain, dalam musibah kebakaran hutan yang baru lalu, Â Menko Polhukam menyebutkan adanya sejumlah perusahaan yang terlibat dalam pembakar hutan. Tetapi ia menolak menyebutkan nama perusahaan yang terlibat. Ia menegaskan, pemerintah tak akan mengumumkan perusahaan pelaku pembakar hutan dalam waktu dekat. Alasannya, banyak pekerja bergantung pada hasil dari perusahaan-perusahaan itu.
Padahal dosa yang dilakukan perusahaan pembakar hutan itu luar biasa besar. Kerugian yang ditimbulkan berupa kerusakan lingkungan, terganggunya kesehatan rakyat di daerah bencana secara menyeluruh, terganggunya arus barang, murid dan siswa terpaksa diliburkan. Tetapi dengan alasan bahwa banyak orang yang bekerja pada perusahaan tersebut, maka nama perusahaan-perusahaan itu tidak diumumkan.
Banyak hal lain yang terkait hajat orang banyak yang tidak dijelaskan secara terbuka. Contohnya, harga BBM yang dijual kepada rakyat di SPBU. Sejak dahulu kala, Pemerintah tidak pernah mau terbuka mengapa dijual dengan harga tersebut, bagaimana rinciannya. Rakyat tidak boleh tahu.
Contoh lain lagi tentang tarif listrik yang ditetapkan PLN, tarif jalan Tol oleh Jasa Marga, harga pulsa oleh Telkomsel, dan sebagainya. Khusus mengenai tarif ini, Pemerintah sama sekali tidak terbuka, tidak hendak menjelaskan alasan mengapa tarif dinaikkan.
Demikianlah, di era keterbukaan informasi ini, ternyata rakyat Indonesia hanya boleh tahu sebagian kecil saja, tetapi bagian penting disembunyikan. Itulah kebiasaan para menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK.Â
Pertanyaannya, untuk apa Menteri merilis suatu berita atau laporan kepada publik, jika tidak tuntas disampaikan.? Kelihatannya, hal itu dilakukan hanya untuk sekedar pencitraan, bahwa mereka telah bekerja dan ada hasilnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H