Hari ini bukan hari yang baik bagi Partai Nasdem. Berita di media cetak memuat hal-hal yang buruk yang semakin merusak wajah Nasdem sebagai partai politik yang menggunakan motto “restorasi Indonesia”. Berita pertama, pengakuan isteri kedua Gatot Pujo Nugroho bahwa Nasdem minta jatah sejumlah SKPD (yang diisi oleh orang-orang Nasdem) setelah berhasil meng-ishlahkan Gatot dengan wakilnya Teuku Herri.
Berita kedua adalah tentang disegelnya Pulau Kalu Age di kawasan Kepulauan Seribu (28/10). Pulau itu milik pribadi Surya Paloh, pengusaha yang juga Ketua Umum Partai Nasdem. Penyegelan ini dilakukan karena pemerintah menganggap reklamasi pulau ini melanggar aturan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendukung upaya pemerintah daerah ini. “Ada perubahan bentang alam tanpa izin di pulau ini,” kata Zainal Muttaqin, Deputi Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Kamis (29/10) seperti dilansir pojoksatu (JPNN Group).
Menurut Zainal, di Pulau Kalu Age ada dua helipad yang sedang dibangun. Dia pun menganggap bahwa pembangunan itu bisa merusak karang. Tak sampai di situ, pulau tersebut juga tidak memiliki izin mendirikan bangunan. Selain itu kepemilikan pulau secara pribadi harus dikaji ulang mengingat UU No. 1 Tahun 2014 tentang pulau dan pesisir mengisyaratkan tidak adanya hak pribadi atas pulau dan pengelolaannya pun harus ada izin”.
Dengan demikian, Partai Nasdem harus menerima kenyataan kepahitan berkali dalam waktu singkat. Sebelumnya, Sekjen Partai Nasdem, Rio Capella tersangkut kasus suap yang menyebabkan dia ditahan KPK. Sebelumnya lagi, pengacara senior yang juga Ketua Mahkamah Partai Nasdem, OCK, juga tersangkut kasus suap terhadap 3 hakim di pengadilan negeri Medan, sehingga ia menjadi tahanan KPK. Mungkin memang sudah waktunya hal-hal yang busuk tentang Nasdem dan perilaku petingginya mulai tercium baunya.
Berbagai kejadian tersebut semakin jelas menunjukkan bahwa Partai Nasdem bukanlah partai restorasi Indonesia dan tidak memiliki semangat reformasi. Nasdem hanyalah partai politik biasa, yang petingginya bisa disuap atau menyuap, serta merasa memiliki kekuatan untuk melanggar peraturan yang berlaku. Perilaku Nasdem sama saja dengan induk yang ditinggalkannya, yaitu Partai Golkar. Nasdem juga sama saja dengan Gerindra, Hanura dan PKPI, sama-sama pecahan dari Partai Golkar.
Dengan demikian restorasi Indonesia tidak lain hanyalah sekedar bungkus dari produk jualan Surya Paloh, yaitu Partai Nasdem. Sebagai pengusaha, Surya Paloh paham betul bagaimana membuat bungkus yang bagus agar Nasdem laku dijual. Pada mulanya, Nasdem seakan-akan hendak dijadikan sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) saja yang berjuang untuk menjadikan Indonesia yg leb baik. Sejumlah tokoh bergabung dalam Ormas Nasdem, antara lain Sri Sultan Hamengkubowono X dan Buya Syafii Maarif.
Akan tetapi tiba-tiba saja, Surya Paloh mengumumkan Nasdem menjadi partai politik. Maka Sri Sultan dan Buya Syafii yang merasa ketipu segera hengkang. Meskipun demikian, banyak juga tokoh nasional yang bergabung, karena posisi mereka yang sudah menjadi “askar tak berguna”. Maka dalam kepengurusan Partai Nasdem sempat muncul nama-nama seperti OC Kaligis, pengacara senior, Tedjo Edhi Purwanto, mantan KSAL, HM Prasetio, mantan Jagung Muda. Bergabung pula dalam Nasdem, Ferry Mursyidan Baldan, tokoh Golkar yang tersingkir, dan Akbar Faisal, kader terbuang dari Hanura. Jadi DPP Nasdem diisi oleh tokoh-tokoh yang memerlukan kendaraan politik baru.
Tapi sebagai pengusaha, Surya Paloh juga memiliki kejelian. Ia segera berkoalisasi dengan PDI-P yang mengusung Jokowi menjadi capres, sehingga Partai Nasdem disebut sebagai partai utama pendukung Jokowi. Ia juga berhasil mengusung sahabatnya sesama pengusaha, Jusuf Kalla (JK), menjadi cawapres. Sedangkan partai-partai lainnya datang belakangan dalam mengusung Jokowi-JK.
Takdir akhirnya mengantarkan Jokowi-JK memenangkan Pilpres 2014. Maka Partai Nasdem sebagai pengusung utama mendapatkan 4 kursi di Kabinet Kerja Jokowi-JK.
Demikianlah dalam waktu singkat, Partai Nasdem menikmati kemenangannya. Tapi sebagai partai baru, Nasdem tidak cukup matang dalam berkiprah. Nasdem mabuk kekuasaan, dan mulai melakukan hal-hal yang seharusnya dijauhi. Mereka lupa dengan moto Restorasi Indonesia. Bulan ini dan mungkin bulan-bulan mendatang akan mendera Partai Nasdem sehingga tidak ada lagi yang tersisa kecuali nama buruk. Itulah yang harus diterima Partai Nasdem, karena melupakan visi dan misinya sebagai partai yang berjuang untuk restorasi Indonesia.