Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS Kesehatan Sudah Sangat Syariah

31 Juli 2015   20:27 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:32 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bahkan sesungguhnya rakyat peserta mendapatkan manfaat yang berlipat-ganda dibandingkan dengan iuran bulanan BPJS yang mereka bayarkan. Iuran bulanan yang dibayar rakyat relatif sangat murah, hanya Rp 25.500 untuk rawat inap kelas tiga, Rp 42.500 untuk kelas dua dan Rp 59.500 untuk kelas satu. Dengan iuran seringan itu, manakala jatuh sakit,  mereka akan mendapatkan jaminan biaya pelayanan kesehatan secara gratis di rumah sakit, yang nilainya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Kasus yang diceritakan Asep Ruswiadi  dalam diskusi Setahun bersama BPJS Kesehatan adalah contoh nyata bagaimana BPJS benar-benar telah dirasakan manfaatnya oleh rakyat.  

Selain itu, meskipun BPJS Kesehatan merupakan program yang wajib diikuti seluruh rakyat, namun dalam pelaksanaanya masih bersifat kesukarelaan. Tidak ada paksaan bagi rakyat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.  

Oleh sebab itu tentunya MUI membuat tafsir yang berlebihan dan tidak disertai bukti yang cukup untuk menilai bahwa dalam pola transaksi  antara rakyat dan BPJS yang mengandung unsur tipu daya (gharar), BPJS sebagai penipu dan rakyat peserta sebagai korban tipudaya. Selain itu, tidak ada pula bukti yang relevan untuk menyimpulkan adanya unsur praktek riba dalam pola transaksi BPJS dengan rakyat peserta.  Menyimpulkan adanya denda yang dipungut sebagai riba sangatlah tidak tepat. Riba pada dasarnya adalah penambahan secara sepihak yang dilakukan atas pokok pinjaman oleh si pemberi pinjaman. Sedangkan denda adalah instrument untuk mendidik peserta agar disiplin membayar iuran bulanan. Tentunya jika tidak menunggak iuran tidak ada denda yang dibebankan.

MUI sebenarnya  berlaku diskriminatif.  MUI ibarat peribahasa, “nyamuk di seberang lautan tampak, tapi gajah dipelupuk mata tidak kelihatan”. Sejak 2004, MUI telah mengeluarkan fatwa tentang haramnya melakukan transaksi dengan lembaga keuangan konvensional. Yang tidak haram hanya menjadi nasabah lembaga keuangan syariah. Tapi MUI menutup mata terhadap kritik bahwa pada lembaga-lembaga keuangan syariah secara kasat mata justru menjalankan bisnis yang mengandung unsur gharar dan riba.

Sekitar 75% transaksi di lembaga keuangan syariah masih menggunakan akad yang disebut “murabahah”, yaitu pemberian pinjaman yang dibungkus sebagai akad “jual beli”. Dengan akad  jual beli akal-akalan tersebut, lembaga keuangan syariah “halal” menambahkan laba pada pinjaman yang diberikan, untuk menutup biaya overhead dan keauntungan perusahaan. Tanpa adanya tambahan  yang sebenarnya jelas-jelas riba, maka seluruh lembaga keuangan syariah akan tutup. Pada hal laba yang ditambahkan dalam akad jual beli tersebut sama saja dengan beban bunga yang dijalankan lembaga keuangan konvensional.   

Terbukti pula fatwa MUI tentang haramnya bank konvensional tidak dipatuhi oleh umat Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan syariah mengalami stagnasi. Sampai 10 tahun setelah fatwa tersebut dirilis oleh MUI,  porsi asset lembaga keuangan syariah tidak pernah mencapai 5% dari asset perbankan nasional. Artinya kurang dari 5% umat yang beralih dari bank konvensional ke bank-bank syariah.

Hal lain yang seharusnya dilihat MUI adalah unsur tolong menolong (ta’awun) yang terjadi secara massif dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh BPJS. Hal itu sangat sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan tolong menolong antara sesama umat. Orang jatuh sakit tentunya tidak serentak. Ada yang sehat terus selama bertahun-tahun. Ada pula yang tidak lama setelah menjadi peserta BPJS kesehatan langsung jatuh sakit. Dalam hal inilah  terjadi proses tolong menolong. Uang iuran dari peserta yang sehat digunakan untuk membantu yang sakit.  Nantinya jika giliran mereka jatuh sakit, biaya perawatan  mereka akan dibantu dari iuran bulanan orang-orang  dulu sakit dan sekarang sudah sembuh dari sakitnya.  

Jadi, tidak ada yang salah pada BPJS Kesehatan yang sebenarnya sudah sangat syariah.

#BPJSKesehatan #Nangkring @Kompasiana

#blogcompetition

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun