Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Partai Demokrat dalam Pen-capres-an

22 Maret 2014   21:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Demokrat (PD) menjadi satu-satunya parpol yang belum mengumumkan capresnya untuk Pilpres 2014. Rangkaian acara konvensi capres yang diadakan PD sudah berakhir. Tapi tokoh yang memenangkan konvensi belum diketahui. Nilai atau point yang diperoleh oleh 11 tokoh peserta konvensi capres sepertinya masih belum final dihitung. Oleh sebab itu para bacapres masih dalam penantian, menunggu pemberitahuan dari Majelis Tinggi PD.

Akan tetapi ada masalah waktu yang semakin sempit. Pemilu legislatif (pileg) akan diselenggarakan 9 April, artinya hanya 18 hari lagi. Sedangkan Pemilu Presiden (Pilpres) akan diselenggarakan pada 9 Juli 2014, hanya tersisa waktu sekitar 3,5 bulan lagi. Saat ini, seluruh capres dari partai-partai lain sedang sibuk-sibuknya menjadi juru kampanye ke seluruh daerah pemilihan. Mereka tampil untuk mendukung para caleg dari parpol masing-masing dalam rangka mendapatkan 20% kursi di DPR. Tentunya kesempatan menjadi jurkam tersebut akan dimanfaatkan pula oleh para capres parpol untuk memperkenalkan dan menyosialisasikan diri kepada publik. Dengan demikian, para capres dari parpol-parpol lain sudah lebih dulu berlari dalam perpacuan untuk memenangkan kursi RI-1.

Hanya parpol yang memenangkan 20% kursi di DPR yang bisa mengusung capresnya sendiri untuk ditetapkan KPU sebagai capres yang sesungguhnya. Kalau kurang,  maka parpol-parpol  tersebut harus membangun koalisi dengan parpol lainnya. Karenanya, nasib seorang capres parpol  sangat ditentukan oleh kursi yang diperoleh parpol dalam Pileg. Karena ambang batas yang harus dipenuh parpol adalah 20% kursi di DPR, maka paling banyak hanya ada 3 calon presiden yang akan bertarung memperebutkan kursi Presiden RI ketujuh.

Pada saat-saat penting dan berharga itu, para petinggi  PD masih rapat dan berdebat untuk menetapkan siapa capres yang akan diusung dan kapan diumumkan. Sebelum sampai pada keputusan, banyak masalah yang harus meeka pertimbangkan secara seksama. Yang pertama adalah anjlognya  elektabilitas PD yang menurut berbagai lembaga survei sudah berada pada angka kritis di bawah 10%.

Tentu saja,  menjadi sulit bagi PD untuk mengusung capres sendiri jika perolehan kursi di DPR kurang dari 15%. Partai-partai lain tentunya ogahan berkoalisi dengan PD. Karenanya, pemenang konvensi capres PD harus siap mental untuk hanya menjadi cawapres yang dipasangkan dengan capres dari parpol lain. Bisa juga pemenang konvensi capres PD harus ikhlas menerima kenyataan pahit, tidak jadi diusung menjadi capres atau bahkan cawapres, jika  perolehan kursi PD sangat anjlok.

Masalah kedua adalah waktu (moment) yang tidak menguntungkan PD dalam menghadapi Pemilu.  Bagi PD  pemilu 2014 diselenggarakan pada pada saat yang tidak tepat. Masalahnya pada masa kampanye pileg dan bahkan sampai  berlangsungnya pilpres, berlangsung pula sidang-sidang Pengadilan Tipikor dengan terdakwa mantan petinggi PD, Andi Mallarangeng. KPK juga sedang sibuk-sibuknya melakukan pemeriksaan terhadap mantan Ketum PD, Anas Urbaningrum. Keduanya dituduh terlibat dalam kasus mega korupsi Proyek Hambalang. Tentulah liputan media terhadap persidangan dan pemeriksaan keduanya memperburuk citra PD. Dapat diduga hal itu akan mempengaruhi perolehan suara PD dalam Pileg.  Perolehan suara PD akan semakin seret.

PKS yang juga terjerat kasus korupsi yang dilakukan petinggi partai tersebut cukup beruntung. Persidangan di Pengadilan Tipikor sudah tuntas beberapa bulan yang lalu. Mereka mendapatkan waktu untuk melakukan pemulihan. Sekarang PKS bisa maju menghadapi Pemilu dengan kepercayaan diri yang tinggi.

Masalah lain yang dihadapi PD adalah tidak dimilikinya media masa berskala nasional. Hal itu berbeda dengan sejumlah parpol lain, seperti Hanura (grup televisi MNC),  Golkar (tvone dan Antivi, Viva.com) dan Nasdem (metrotivi dan Media Indonesia). Sementara PDI-P dengan capresnya Jokowi berhasil merebut posisi sebagai “media darling” sehingga seluruh media masa, baik cetak maupun elektronik,  menyajikan berita tentang kehebatan Jokowi tanpa henti setiap hari.

Keterbatasan ini menyebabkan PD tidak efektif dalam memperbaiki citra buruk PD  yang telah terbentuk dibenak publik.  Keberhasilan pembangunan di segala bidang yang dihasilkan pemerintahan SBY tidak bisa disampaikan kepada masyarakat luas. Lebih celaka lagi, PD justru menampilkan pengurus-pengurus partai yang memiliki karakter antagonis dalam menjawab setiap tudingan sehingga menjauhkan simpati publik. Akibatnya keterpurukan citra PD menjadi semakin dalam,  semakin sempurna.

Dalam situasi yang tidak menguntungkan tersebut, potensi yang dimiliki oleh para bacapres PD tentunya tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal. Potensi Dahlan Iskan misalnya,  dengan sederet prestasi dan hasil karyanya yang hebat hanya akan tersimpan dalam buku-buku, jika PD tidak berhasll meraih minimal 15% kursi di DPR, sehingga masih memungkinkan PD membangun koalisi dengan partai lain.  Jaringan media Jawa Pos yang dimiliki Dahlan Iskan, yang mencakup hampir dua ratusan media cetak dan puluhan televisi lokal, yang tersebar luas dari Aceh sampai Papua, menjadi senjata yang hanya tersimpan di gudang,  tidak sempat digunakan untuk membantu memenangkan pertarungan dalam Pileg dan Pilpres.

Dengan semakin sempitnya waktu ditambah kompleksnya permasalahan yang melilit PD, maka sepertinya menjadi “mission impossible” bagi PD untuk kembali memenangkan Pemilu 2014. Perjuangan PD untuk mendapatkan kursi 20% akan menjadi jalan sangat terjal.

Oleh sebab itu, satu-satunya cara yang masih bisa dilakukan adalah secepatnya menetapkan capres PD. Jika Dahlan Iskan memang memperoleh rating tertinggi, maka SBY  selaku Ketua Umum PD tidak boleh ragu untuk mendeklarasikan pencapresan Dahlan Iskan. Selanjutnya, berikan dukungan sepenuhnya dengan merapatkan barisan untuk memenangkan Pileg. Posisi para capres dari parpol lain sebenarnya juga sama. Nasib mereka sangat tergantung pada hasil Pileg.

Meskipun waktu hanya tersisa belasan hari masa kampanye Pileg, berikan kesempatan kepada Dahlan Iskan dengan didukung oleh jaringan media masa yang dimilikinya, untuk membalikkan keadaan. Selanjutnya, tentu rakyat yang akan memutuskan apakah PD masih diberi kesempatan untuk bertarung memperebutkan kursi RI-1, atau tersingkir.

Sebagaimana sering diucapkan Dahlan Iskan,  khususnya untuk menjadi presiden,  faktor yang dominan adalah takdir Tuhan. Kalau kalah dalam Pilpres,  maka Dahlan akan kembali menjadi manusia bebas, sambil mengurus dan membesarkan pesantrean dan lembaga pendidikan Islam yang diwariskan oleh kakeknya.

Ciawi 22/03/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun