Akhirnya SBY memutuskan PD akan bersikap netral dalam Pilpres yang akan digelar 9 Juli 2014 mendatang. PD hanya akan menjadi penonton. Kemungkinan besar PD juga hanya menjadi salah partai oposisi pada pemerintahan Jokowi-JK jika memenangkan Pilpres.
SBY si ahli strategi ulung itu tersungkur. Ia hanyalah seorang Ketua Umum sebuah partai yang kalah pemilu legislatif. Rakyat telah menghukum partainya, karena banyaknya kader-kader partai yang terseret kasus korupsi. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 89 kursi di DPR harus ditinggalkan PD. Yang tersisa hanya 61 kursi saja.
SBY yang lemah tidak berdaya mencegah kader-kader partainya menjadi kemaruk kekuasaan yang memanfaatkannya untuk melakukan korupsi. Memang seluruh partai tidak bersih dari kasus korupsi. Tapi kader-kader PD terlibat dalam kasus-kasus mega korupsi yang merugikan keuangan negara ratusan milyar dan bahkan triliun rupiah. Sampai hari ini kasus korupsi kader PD belum selesai. Sutan Bathugana, salah satu pendiri PD dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi di SKK Migas.
Sementara itu anak Ketua Harian PD, Syarief Hasan, juga menjadi tersangka kasus korupsi dari Kementerian yang dpimpin ayahnya. Kalau mengikuti fatsun politik di negara-negara maju, Syarif Hasan seharusnya menyatakan mundur selaku Menteri dan juga Ketua Harian PD. Selaku ayah, ia seharusnya ikut bertanggung jawab, bukannya mengelak. Apalagi korupsi itu terjadi di Kementerian yang dia pimpin.
Meskpun demikian, masih banyak pendukung SBY dan juga pendukung Dahlan Iskan yang percaya dan yakin bahwa SBY adalah seorang ahli stategi ulung. Bahkan sampai hari ini, hanya berapa jam menjelang tenggat waktu pendaftaran capres/cawapres, masih ada yang yakin, SBY belum mengeluarkan jurus rahasianya. Pada saat jurus rahasia itu dikeluarkannya, maka PD pasti mampu mengusung Dahlan Iskan sebagai calon presiden. Pada hal untuk menjadi dahlanis tidak mesti menjadi fanatik, dan meninggalkan akal sehat,
Ada banyak keanehan yang dilakukan SBY dan petinggi PD dalam menghadapi pemilu legislatif dan pemilu presiden. Sikap SBY menimbulkan pertanyaan besar dan menjadikan banyak orang penasaran. Pertama, tidak terlihat semangat dan greget untuk memenangkan pemilu. Sepertinya PD sudah mengaku kalah sebelum berperang. Yang maju ke medan perang hanya SBY sendirian, yang menjadi jurkam tunggal. Para petinggi PD dan juga peserta konvensi capres hanya diberi peran sebagai “penyanyi latar” untuk bertepuk tangan, menari dan berjoget di panggung. Hasilnya, PD hanya mendapatkan sekitar 10% suara.
Kedua, lambatnya pengambilan keputusan untuk menetapkan pemenang konvensi capres PD. Akibatnya potensi besar yang dimiliki pemenang konvensi menjadi terpasung. Apabila keputusan itu sudah diambil sekitar dua bulan sebelum Pileg, maka pemenang konvensi capres yang berarti adalah bacapres PD dalam menghadapi Pilpres, akan mengerahkan segenap kemampuan, akses dan sumberdaya yang dimiliki untuk memenangkan PD dalam Pileg. Dia juga berkesempatan melakukan sosialisasi diri mereka guna menghadapi pertarungan dalam Pilpres, sebagaimana yang dilakukan oleh Jokowi dan Prabowo.
Ketiga, setelah Pileg, kembali SBY dan Petinggi PD mengambil sikap pasif dan hanya menunggu bola muntah yang ternyata tidak pernah datang. Pada hal, menurut Hanan Djayadi dari lembaga survei SMRC, jika setelah 9 Mei 2014, PD langsung bergerak melakukan lobi dan konsultasi intensif, kemungkinan PD untuk membentuk satu poros koalisi sangat besar. Partai-partai Islam yang telah menjadi mitra koalisi PD selama 10 tahun diyakini bisa diajak. Hasilnya, pastilah Pilpres 2014 akan diikuti oleh 3 pasang capres/cawapres, salah satunya adalah Dahlan Iskan selaku capres berpasangan dengan Mahfud MD dari PKB atau Hatta Radjasa dari PAN.
Mengapa SBY dan petinggi bersikap demikian?. Ada dugaan, SBY bersikap demikian karena ia sudah menyelesaikan dua masa jabatan presiden. Ia tidak bisa mencalonkan diri lagi. Situasi itu menjadikan kemauan dan motivasi SBY untuk memenangkan PD sudah tidak besar lagi. Apalagi melihat kekalahan PD dalam Pileg, menjadikan SBY semakin patah semangat. Ia juga melihat tidak ada kader PD yang layak dan memiliki kapasitas untuk diperjuangkan menjadi capres.
Karenanya, SBY berpendapat biarlah PD menjauh dulu dari kekuasaan. Yang perlu dilakukan adalah melakukan pembenahan terhadap masalah internal PD agar PD kembali dipercayai oleh rakyat. Pembersihan besar-besaran mungkin akan dilakukan. Sistem pengkaderan harus diperbaiki agar dapat memunculkan kader-kader yang memiliki integritas dan kapasistas yang mumpuni. Sebagai langkah pertama, SBY telah mempersilahkan anggota PD untuk pindah partai, jika mereka melihat PD tidak lagi prospektif.
Hanya saja SBY menyimpan rapat pandangannya itu, termasuk kepada para petinggi PD. Masalahnya, PD masih menyisakan kegiatan konvensi capres. Tentunya para peserta konvensi akan kecewa dan marah-marah jika mereka mengetahui SBY telah memutuskan sikap demikian. Oleh sebab itu, sebagai solusi, pengumuman pemenang konvesi dilakukan hanya 4 hari menjelang penutupan pendaftaran capres. Pada hari itu, Dahlan Iskan selaku pemenang konvensi sudah tidak bisa lagi dicapreskan. Kalaupun bisa, sudah sangat terlambat, karena PD tidak siap dan tidak berkehendak untuk membentuk poros koalisi baru. Dengan demikian, SBY sebenarnya dengan sengaja telah mengorbankan para peserta konvensi capres.
Pada hari ini (20/05/2014), setelah pasangan Prabowo dan Hatta Radjasa mendaftar di KPU, Syarif Hasan menyatakan bahwa PD tetap pada keputusan Rapimnas, yaitu mengambil posisi netral pada Pilpres 2014. Dengan demikian selesai sudah. Dahlan Iskan sendiri juga sudah menyatakan ia legowo tidak menjadi apa-apa. Sekarang tidak ada lagi “Dahlan Iskan Presidenku”. Buku sudah harus ditutup. Perjuangan sudah selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H