Mohon tunggu...
M Jhony Fonsen
M Jhony Fonsen Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Pariwisata yang memiliki ketertarikan dala bidang pariwisata dan seni budaya

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Makan Tanah: Kudapan Unik Khas Bumi Ronggolawe

28 Juni 2023   10:07 Diperbarui: 28 Juni 2023   11:45 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foodie. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengenai kuliner,  ampo memang tidak begitu menggoda layaknya makanan lainya, terkenal sangat unik dan ekstrim, bahkan orang awam menganggap ampo tidak layak dikonsumsi. Kemudian muncul pertanyaan...mengapa demikian? apakah makanan ini beracun? Layakkah makanan ini dikonsumsi? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul dari banyaknya orang yang tertarik pada dunia kuliner.

Mari sebentar beranjak pada sisi sejarah ampo untuk menjawab pertanyaan abstrak itu. Makanan yang seringkali dikonsumsi masyarakat Tuban, khas Bumi Ronggolawe itu, tepatnya di sisi selatan kabupaten. 

Mencoba mundur 350 tahun lalu, masyarakat yang tinggal di Kecamatan Semanding mulai mengkonsumsi ampo. Ketika masyarakat Tuban mengalami prahara krisis makanan di masa penjajahan, inisiatif itu muncul. Masyarakat di ambang bingung untuk tetap bertahan dan terbesit strategi menciptakan olahan yang layak makan, yaitu ampo. 

Definisi seperti makan tanah, itulah rasa asli Ampo. Terbuat dari 100% tanah liat dengan tambahan aroma sangit dari bekas sangrai. Meskipun terbuat dari bahan baku tanah, Ampo terbuat dari tanah pilihan yang diambil dari kedalaman khusus. Jenis tanah yang digunakan yaitu tanah latosol dengan tekstur lembut dan tidak mengandung pasir, kerikil, atau batu.

Selain bahan baku yang unik, proses pembuatannya pun unik. Diawali dengan mengumpulkan tanah latosol sesuai berat yang diinginkan, kemudian dipadatkan layaknya bentuk segi empat menyerupai dadu berukuran besar. 

Menggunakan bambu yang dibentuk menyerupai pisau, kemudian tanah padat berbentuk segi empat tersebut di serut hingga menjadi gulungan-gulungan tipis layaknya astor tanah. Astor tanah (Ampo) kemudian disangrai di atas tembikar dengan temperatur api khusus selama durasi waktu 4 jam untuk menghasilkan tekstur yang crunchy dan aroma yang khas.

Kala itu, ampo hanya dinikmati secara eksklusif teruntuk ibu-ibu hamil sebagai upaya mendinginkan perut di kala keram.  Selain itu, eksklusivitas di sini dimaksudkan bahwa makanan ini disakralkan dan sudah menjadi keharusan oleh para leluhur untuk disajikan di acara-acara besar, seperti pernikahan, khitan/sunatan, dan lainnya.

Bicara mengenai rasa,  ampo sangat khas dengan aroma tanah dan sangit yang kuat. Mengingat tidak ada bahan baku tambahan lain pada komposisinya. Bahkan aftertaste-nya susah untuk dihilangkan dengan bahan makanan lain. Ampo bisa dinikmati dengan cara dikunyah atau dilumat seperti permen. Namun, seringkali tertinggal di langit-langit mulut ketika memakannya.

Mencoba beralih dari sisi gelap, ampo ternyata memiliki khasiat yang luar biasa. Meskipun terkesan menjijikkan karena berasal dari bahan baku tanah, ampo dinilai memiliki dampak positif bagi tubuh.  Ampo difungsikan sebagai penguat dan pelindung tubuh yang dihasilkan dari bakteri dan virus. Siapa sangka, makanan berasal dari tanah mampu melindungi tubuh dan bakteri dan virus (menarik).

Salah satu produsen ampo yang masing bertahan hingga sekarang, yaitu Ibu Rasimah, perempuan lansia dengan umur 70 tahun. Kesehariannya memproduksi ampo sudah menjadi mata pencaharian utama bagi beliau. Kecintaannya dengan makanan tradisional tersebut menjadikan ampo sebagai bagian dari detak jantungnya.

Eksistensi ampo masih bertahan hingga saat ini, tetapi kian hari kian sedikit peminat. Terlebih untuk anak muda saat ini hampir setiap harinya mengonsumsi junk food yang bisa dengan mudah dijangkau dengan media online kapan pun dan dimana pun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun