Mohon tunggu...
M Jamal Ghofir
M Jamal Ghofir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Saya merupakan mahasiswa yang haus akan ilmu dan pengalaman. Saya tipe orang yang suka bercanda dan usil. Sesekali membuat konten dalam rangka menyampaikan ekspresi diri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akad Mudharabah dalam Pertanian Bawang Merah

1 Juni 2023   01:35 Diperbarui: 1 Juni 2023   01:37 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DAMPAK PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DALAM PERTANIAN BAWANG MERAH

Muhamad Jamal Ghofir

Akuntansi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

@mjamalghofir@gmail.com

Bawang merah (Allium cepa var aggregatum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat berharga dan memiliki prospek yang cerah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, pendapatan petani, dan devisa negara. Keberadaan komoditas ini tidak hanya penting sebagai bumbu penyedap dengan aroma khasnya, tetapi juga karena kandungan enzimnya yang berperan dalam meningkatkan kesehatan, memiliki sifat anti-inflamasi, anti-bakteri, dan anti-regenerasi.

Menurut penelitian oleh Samadi dan Cahyono (2005), bawang merah telah dimanfaatkan sebagai pengobatan untuk penyakit maag, masuk angin, menurunkan kadar gula dan kolesterol dalam darah, serta sebagai obat untuk penyakit kencing manis. Bawang merah juga memiliki efek dalam menghilangkan lendir di tenggorokan, meningkatkan peredaran darah, menghambat penimbunan trombosit, dan meningkatkan aktivitas fibrinolitik. Ini disebabkan oleh kandungan gizi yang tinggi dalam bawang merah, di mana setiap 100 gram bahan mengandung 39 kalori, 1,5 gram protein, 0,3 gram karbohidrat, 0,2 gram lemak, 36 mg kalsium, 40 mg fosfor, 0,8 mg zat besi, dan 2 gram vitamin C.

Bawang merah dapat ditanam oleh petani dari daerah rendah hingga daerah tinggi di pusat-pusat utama. Untuk pertumbuhannya yang optimal, bawang merah membutuhkan suhu udara antara 25C hingga 30C, sinar matahari penuh di tempat yang terbuka, tanah yang gembur, subur, dan mengandung cukup bahan organik. Hal ini akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi terbaik bagi tanaman bawang merah (Wibowo, 2006).

Namun, produktivitas bawang merah di Indonesia masih rendah dengan rata-rata produktivitas nasional hanya sekitar 9,48 ton per hektar, jauh di bawah potensi produksi yang dapat mencapai lebih dari 20 ton per hektar (menurut Renstra). Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas tersebut antara lain ketersediaan benih yang berkualitas, keterbatasan prasarana dan sarana produksi, serta belum diterapkannya GSP-SOP (Good Seedling Practices - Standard Operating Procedures) yang sesuai dengan kondisi lokasi, sehingga permasalahan dalam budidaya bawang merah belum dapat diatasi dengan baik (BAPPENAS, 2013).

Permasalahan yang lain juga kadang timbul dari kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dan juga beberapa terkendala diwilayah permodalan. Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam. Namun, sangat disayangkan ketika suatu Negara yang memiliki SDA yang sangat melimpah tetapi  negara tersebut tidak bisa mengolah dan memanfaatkannya dengan baik. Bahkan pemerintah melakukan kebijakan impor khususnya pada bawang merah ini. Ketika negara melakukan impor bawang merah, itu dapat mempengaruhi harga barang yang sama didalam negeri. Hal tersebut justru dapat menyengsarakan para petani bawang merah.

Kemudian para petani dan buruh tani sering mengalami masalah di permodalan. Masalah ini disebabkan oleh mahalnya harga pupuk dan cairan atau obat pestisida. Buruh tani yang mempunyai keahlian mengolah sawah namun tidak memiliki modal, akhirnya melakukan kerjasama dengan para tuan tanah (petani) yang sudah tidak bisa bertani karena satu dan lain hal. Biasanya petani tersebut akan memberikan modal berupa tanah dan beberapa uang kepada buruh tani untuk diolah atau ditanami bawang merah selama satu periode tanam. Jadi, si petani berpihak sebagai pemodal sedangkan buruh tani sebagai pengelola usaha.

Namun, pada realitanya, pembagian keuntungan atau bagi hasil dari kerjasama tersebut masih belum mencapai kesepakatan dan kemaslahatan bersama. Biasanya kesepakatan yang dibuat diawal mengandung ketidakjelasan atau bahkan ketidakadilan. Untuk itu, disini penulis akan memberikan gambaran perihal kerjasama yang sesuai dengan syariat Islam. Kerjasama yang dimaksud menggunakan prinsip akad mudharabah.

Kerja sama usaha atau akad yang terjalin antara individu dengan individu lainnya, lembaga keuangan dengan pengelola atau pendiri usaha, serta penyedia modal dengan pemilik usaha, melibatkan pembagian hasil usaha. Prinsip bagi hasil atau nisbah diterapkan dalam kerja sama tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dengan tujuan untuk memastikan adanya pembagian keuntungan yang adil dan sesuai dengan kesepakatan awal.

Sebagai   sebuah  akad,  mudharabah   memiliki  syarat  dan  rukun.Imam   An-Nawawi menyebutkan bahwa Mudharabah memiliki lima rukun:

  • Modal.
  • Jenis usaha.
  • Keuntungan.
  • Shighot (pelafalan transaksi).
  • Dua  pelaku  transaksi,  yaitu  pemilik  modal  dan  pengelola.(Ar-Raudhah karya imam Nawawi (5/117).

Sedangkan syarat-syarat dalam Mudharabah ialah sebagaimana berikut:

  • Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
  • Pernyataan  ijab dan qabul  harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak  mereka  dalam  mengadakan  kontrak  (akad),  dengan  memperhatikan hal-hal berikut:
    • Penawaran   dan   penerimaan   harus   secara eksplisit   menunjukkan   tujuan kontrak (akad).
    • Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
    • Akad   dituangkan   secara   tertulis,   melalui   korespondensi,   atau   dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
  • Modal  ialah  sejumlah  uang  dan/atau  aset  yangdiberikan  oleh  penyedia  dana kepada pengelola (mudharib) untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
    • Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
    • Modal  dapat  berbentuk  uang  atau  barang  yang  dinilai.  Jika  modal  diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
    • Modal  tidak  dapat  berbentuk  piutang  dan  harus  dibayarkan  kepada  mudharib (pengelola   modal),   baik   secara   bertahap   maupun   tidak,   sesuai   dengan kesepakatan dalam akad.
  • Keuntungan  mudharabah  adalah  jumlah  yang didapat  sebagai  kelebihan  dari modal.Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
    • Harus  diperuntukkan  bagi  kedua  pihak  dan  tidak  boleh  disyaratkan  hanya untuk satu pihak.
    • Bagian   keuntungan   proporsional   bagi   setiap   pihak   harus   diketahui   dan dinyatakan  pada  waktu  kontrak  disepakati  dan  harus  dalam  bentuk  prosentasi (nisbah)   dari   keuntungan   sesuai   kesepakatan.   Perubahan   nisbah   harus berdasarkan kesepakatan.
    • Penyedia  dana  menanggung  semua  kerugian  akibat  dari  mudharabah,  dan pengelola  tidak  boleh  menanggung  kerugian  apapun  kecuali  diakibatkan  dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
  • Kegiatan  usaha  oleh  pengelola  (mudharib),  sebagai  perimbangan  modal  yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
    • Kegiatan  usaha  adalah  hak  eksklusif  pengelola  (mudharib),  tanpa  campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
    • Penyedia dana tidak  boleh  mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
    • Pengelola  tidak  boleh  menyalahi  hukum  Syariah  Islam  dalam  tindakannya yang  berhubungan  dengan  mudharabah,dan  harus  mematuhi  kebiasaan  yang berlaku dalam aktifitas itu.

Mudharabah hukumnya boleh, baik secara mutlak maupun muqayyad (terikat/bersyarat),   dan   pihak   pengelola   modal   tidak   mesti menanggung   kerugian   kecuali   karena   sikapnya   yang   melampaui   batas dan menyimpang. Dalam akad mudharabah mengenai mekanisme dan juga bagi hasilnya harus rinci dan sesuai dengan prinsip Syariah Islam. Nisbah akad mudharabah merujuk pada pembagian keuntungan antara dua pihak dalam sebuah akad atau kontrak mudharabah. Mudharabah adalah salah satu bentuk akad kerjasama dalam ekonomi syariah di mana satu pihak bertindak sebagai pengusaha (mudharib) yang menyediakan keahlian dan tenaga kerja, sementara pihak lain (rabbul mal) menyediakan modal atau dana.

Dalam mudharabah, nisbah atau nisbah pembagian keuntungan antara mudharib dan rabbul mal harus disepakati sebelumnya berdasarkan kesepakatan bersama. Nisbah ini biasanya ditentukan dalam bentuk persentase dari keuntungan yang diperoleh. Misalnya, jika dalam sebuah akad mudharabah disepakati nisbah pembagian keuntungan sebesar 70:30, maka 70% dari keuntungan akan diberikan kepada mudharib sebagai pengusaha yang menyediakan keahlian dan tenaga kerja, sementara 30% akan diberikan kepada rabbul mal sebagai pihak yang menyediakan modal atau dana.

Namun, nisbah pembagian keuntungan dalam akad mudharabah tidak harus selalu sama. Pihak-pihak yang terlibat dapat sepakat untuk menentukan nisbah yang berbeda berdasarkan kesepakatan yang saling menguntungkan. Nisbah ini dapat ditetapkan secara proporsional atau berdasarkan persentase yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan dan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam akad mudharabah tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa nisbah pembagian keuntungan dalam akad mudharabah harus sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah dan aturan yang ditetapkan dalam hukum Islam. Dalam praktiknya, konsultasikan dengan ahli ekonomi syariah atau ulama yang kompeten dalam bidang ini untuk memastikan keabsahan dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dalam menentukan nisbah akad mudharabah.

Oleh karena itu, dampak dari pelaksanaan akad mudharabah dalam pertanian bawang merah ialah sebagai berikut:

  • Kerjasama yang terjalin berdasarkan kesepakatan bersama
  • Kerjasama dengan akad mudharabah juga merupakan kerjasama yang saling menguntungkan jika kesepakatan diawal sesuai dengan syariah Islam.
  • Pembagian keuntungan dari kerjasama ini juga jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun