Mohon tunggu...
Moses Joshua Lesmana
Moses Joshua Lesmana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa

Jangan lupa tidur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Toleransi, Harta Tersembunyi Indonesia

19 November 2024   18:56 Diperbarui: 19 November 2024   19:00 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persiapan sebelum pergi ke Curug Padjadjaran (Sumber: dok. pribadi )

Satu pengalaman lagi yang berkesan bagi saya selama ekskursi lintas agama dengan hidup di pondok pesantren adalah ketika saya diberikan kesempatan untuk mengajar. Saya juga turut mengajar dan memberikan pengetahuan saya kepada para santri mengenai matematika. 

Santri yang belajar di kelas (Sumber: dok. pribadi)
Santri yang belajar di kelas (Sumber: dok. pribadi)

Gambar di atas adalah santri yang sedang di dalam kelas matematika, kelas yang saya ajar. Kondisi kelas yang dimiliki, bagi saya berbeda dengan apa yang saya rasakan di Jakarta. Mereka duduk di lantai dengan alas karpet, ruangan yang tanpa pendingin ruangan, dan alat mengajar yang seadanya. Fakta itu justru membuat saya semakin merasa takjub dengan antusias belajar mereka. Dengan fasilitas yang seadanya, mereka masih antusias belajar, sedangkan saya sendiri di Jakarta dengan fasilitas yang lebih maju, masih saja tidak antusias dalam belajar. Saya merasa ini adalah tamparan saya ketika mengajar para santri. Para santri merasa sangat bersemangat dan saya takjub dengan itu. Ini adalah satu pembelajaran yang saya dapatkan dari dinamika ekskursi.

Foto bersama kelompok ekskursi Pondok Pesantren Al-Ittifaq (Sumber: dok. pribadi)
Foto bersama kelompok ekskursi Pondok Pesantren Al-Ittifaq (Sumber: dok. pribadi)

Pada akhirnya, dari kegiatan ekskursi yang sudah saya ikuti selama tiga hari, saya mempelajari sangat banyak hal yang baru. Pertama, saya mendapatkan perasaan kebahagiaan ketika berada di tengah perbedaan. Kebersamaan yang didapatkan ketika bernyanyi bersama dengan para santri tanpa memedulikan perbedaan. Kedua, saya juga mendapatkan perasaan disambut dengan hangat dari para santri. Momen ketika saya pergi ke Curug Padjadjaran dan didampingi oleh para santri, membuat saya sadar betapa indahnya rasa disambut itu. 

Ketiga, saya belajar mengenai bersyukur dan menghormati. Momen ketika saya mengajar para santri mengenai matematika, membuat saya sadar bahwa keterbatasan fasilitas tidak menjadi hambatan, tetapi justru dapat dijadikan sebagai motivasi untuk lebih antusias dan sarana untuk belajar bersyukur. Di tengah perbedaan yang signifikan dengan apa yang saya rasakan di Jakarta, membuat saya sadar betapa indahnya keberagaman ini. Saya bisa belajar menghargai ini dan memandang orang lain sebagai sesama dan menerima keberagamannya. Kehidupan para santri telah mengajarkan kepada saya mengenai toleransi. Rasa yang saya dapatkan pertama kali ketika disambut oleh para santri tanpa memandang latar belakang saya. Itu adalah toleransi, suatu harta yang tersembunyi di Indonesia dan menjadi penopang dari keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia. Indonesia bisa bersatu sampai sekarang karena adanya rasa toleransi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun