Mohon tunggu...
miyaa dewayani
miyaa dewayani Mohon Tunggu... -

Saya hanya seorang penulis amatiran yang memiliki hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Kedua

8 November 2013   16:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:26 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesampainya di depan kamar Paman Sikander, aku kemudian mengetuk pintu lalu mengucap salam.

"Assalamu'alaikum. Paman?" Panggilku sambil mengetuk pintu, namun tak ada jawaban.

Dan pada ketukan dan salam yang ketiga kalinya, saat paman masih tidak menjawab, aku terpaksa masuk ke dalam kamar beliau. Kebetulan pintu kamarnya tidak dikunci.

"Assalamu'alaikum, paman dipanggil kakek tuh!" Seruku sembari celingak-celinguk di kamar paman Sikander yang bagus, rapi, dan bernuansa kuning emas itu.

Apa dia tidak ada di kamar? Aku baru saja akan berbalik untuk keluar dari kamar tersebut ketika tiba-tiba aku mendengar suara air mengalir dari keran wastafel kamar mandi.

"Paman?" Gumamku seraya bergerak ke arah pintu kamar mandi lalu membukanya tampa berpikir dua kali.

Dan begitu pintu terbuka, mataku langsung melotot dan tubuhku membeku.

Seorang lelaki tampan bertubuh tegap berotot terlihat sedang menyikat gigi di depan wastafel, dia hanya mengenakan selembar handuk, dan dia menoleh ke arahku dengan busa odol yang masih blepotan di dalam mulutnya.

Dia menatapku bingung. Sebelah alisnya terangkat tinggi. Dia bukan Paman Sikander!

Aku memekik mengucapkan istighfar, menutup muka dengan kedua tanganku, lalu berlari terbirit-birit keluar kamar. Di lorong depan kamar aku berpapasan dengan paman Sikander, dia menyapaku heran, namun aku mengabaikannya dan terus berlari menjauh.

Aku maluuu! Ini pertama kalinya (selain di film) aku melihat laki-laki bertubuh bagus yang bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk. Ngomong-ngomong laki-laki itu siapa? Dia bukan salah satu keluargaku, dan aku tidak pernah melihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun