Mohon tunggu...
miyaa dewayani
miyaa dewayani Mohon Tunggu... -

Saya hanya seorang penulis amatiran yang memiliki hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sesal dan Luka [Ta'aruf 5]

14 November 2013   06:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:12 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan gadis berambut hitam legam itu juga memaksa para bibi dan sepupunya untuk menghias tangan dan kakinya menggunakan pacar.

"Babajee! Cepat telepon Thariq dan keluarga Al-Farizi, katakan pada mereka kalau penghulunya sudah datang!" Fiza masih menarik-narik tangan kakeknya yang duduk di sofa.

Paman, bibi, dan para sepupunya hanya bisa berdiri diam melihat kelakuan Fiza. Mereka tidak tahu harus berkata apa. Setelah diberitahu mengenai kematian Thariq, Fiza histeris dan berteriak seperti orang gila selama tiga hari, dia hanya berhenti saat dia sudah lelah dan tidur. Dan pagi tadi Fiza sudah bisa tenang. Semua orang yang ada di rumah itu terkejut, melihat Fiza yang keluar dari kamarnya menggunakan baju pengantin. Seakan melupakan khabar mengenai kematian Thariq, Fiza meminta para bibinya untuk mendadani wajahnya dan menata rambutnya agar terlihat seperti pengantin sungguhan. Dia juga memaksa mereka agar menghias kaki dan tangannya menggunakan pacar.

"Fiza." Sikander maju berusaha menenangkan keponakannya yang masih terus memaksa sang ayah.

"Babajee pilih kasih! Babajee, menikahkan Hasan dan Sari dengan pesta mewah yang mahal. Lalu kenapa Babajee tidak mau menikahkan aku dengan Thariq? Cucu Babajee bukan Hasan saja, tapi aku juga!"

"Fiza tenanglah, Nak. Istighfar. Thariq sudah mati," ucap Sikander pilu sambil menepuk pundak mungil Fiza.

"Bohong!" Fiza menoleh. Dia menatap Sikander tajam. "Paman Sikander bohong! Thariq belum mati! Dia belum mati!!!" Teriaknya marah.

"Fiza, mobil jeep milik Thariq terjatuh ke laut, dan sampai sekarang jasadnya belum ditemukan. Jadi terimalah kenyataannya. Dan berserah diri pada Allah, ini ujian bagimu Nak."

"Tidak! Tidak! TIDAK!" Sambil menangis gadis berambut hitam panjang itu menggeleng, menutup telinganya saat mendengar nasihat sang paman. Dia menolak menerima kenyataan bahwa calon suaminya telah tiada.

"Fiza?" Dengan suara parau Firdaus (yang sejak tadi duduk di tangga yang menghubungkan ruang tamu dan lantai dua) bangkit menghampiri adiknya. "Tolong jangan bersikap seperti ini. Kakak mohon," pintanya sembari terisak sedih.

"Tidak! Kakak! Tolong beritahu mereka semua. Thariq belum mati!" Mohon Fiza mengadu pada Firdaus.

Lelaki berambut gelap itu hanya diam. Tak sanggup menjawab permintaan adiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun