Mohon tunggu...
Luh Made Mitha Wahyuningtyas
Luh Made Mitha Wahyuningtyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Udayana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dunia Pendidikan Terancam: Kekerasan Seksual Mengintai Siswa

21 Oktober 2024   19:52 Diperbarui: 21 Oktober 2024   19:58 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://commons.wikimedia.org/

Seberapa amankah sekolah bagi anak-anak bangsa? Ini pertanyaan yang mungkin jarang kita renungkan, tetapi sangat penting untuk diajukan. Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan bukanlah fenomena baru. Belum lama ini, kita dikejutkan oleh berita tentang seorang guru yang diduga melakukan tindakan asusila terhadap siswanya. Kasus ini mengingatkan kita akan realitas menyedihkan bahwa sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak, justru sering kali dipenuhi dengan ancaman. Data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan bahwa antara Januari hingga September 2024, ada 36 kasus kekerasan di satuan pendidikan. "Kasus-kasus ini meliputi kekerasan fisik, seksual, psikis, dan kebijakan yang merugikan," ungkap Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo. Ini bukan hanya tentang angka, ini adalah cerita tentang anak-anak yang seharusnya dapat belajar dan tumbuh tanpa rasa takut, namun harus menghadapi kenyataan yang sangat berbeda.

Budaya kekuasaan di sekolah menjadi salah satu akar permasalahan yang kian mendesak untuk diatasi. Ironisnya, sosok yang seharusnya menjadi pelindung dan panutan yaitu guru sering kali justru berperan sebagai pelaku kekerasan. Pepatah "guru dapat digugu dan ditiru" seharusnya menjadi pedoman moral, namun ketika perilaku guru melenceng tentu kepercayaan siswa pun akan runtuh. Menurut Dr. Indria Laksmi Gamayanti, seorang psikolog klinis "Kekerasan terhadap anak seringkali berasal dari orang dewasa terdekat mereka yang seharusnya memberikan perlindungan." 

Banyak siswa merasa terjebak dalam situasi yang sangat sulit. Saat mereka berani melapor, sering kali mereka menghadapi kecurigaan atau bahkan dicap sebagai pencari perhatian. Dalam kondisi ini, bagaimana mungkin anak-anak dapat merasa aman untuk berbicara? Stigma dan ketidakpastian semakin menambah beban mental mereka. Penelitian dan pengembangan kesehatan masyarakat Indonesia oleh Universitas Negeri Semarang menunjukkan bahwa tekanan psikologis akibat kekerasan di sekolah dapat berakibat serius seperti depresi, kecemasan, dan penurunan prestasi akademis. Lingkungan yang tidak aman menghalangi siswa untuk belajar dengan optimal dan mengeksplorasi potensi diri mereka. Banyak siswa yang merasa terasing dan kehilangan motivasi untuk bersekolah. Hal ini juga berimplikasi jangka panjang, mereka bisa menjadi generasi yang kehilangan kepercayaan diri dan harapan untuk masa depan.

Sumber: https://commons.wikimedia.org/
Sumber: https://commons.wikimedia.org/

Di sisi lain, sistem penegakan hukum yang ada sering kali tidak cukup responsif terhadap kebutuhan korban. Mereka terjebak dalam birokrasi yang rumit, sementara pelaku sering kali lolos tanpa konsekuensi yang berarti. Ketika keadilan tidak ditegakkan, tentu kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan akan semakin menipis. Dalam keadaan seperti ini, motivasi untuk melapor pun berkurang. Siapa yang mau menghadapi lebih banyak trauma jika proses yang dihadapi tidak menjanjikan hasil yang adil? Perlu juga dicatat bahwa budaya kekuasaan ini tidak hanya berlaku dalam konteks kekerasan. Banyak siswa yang mengalami diskriminasi berdasarkan latar belakang sosial, ekonomi, atau bahkan etnis. 

Jika kita tidak segera bertindak, maka kita akan terus menciptakan siklus kekerasan yang hanya akan berputar pada porosnya dan akan memperburuk kondisi yang ada. Mari kita bersamasama memastikan bahwa sekolah bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi setiap siswa untuk tetap tumbuh dan berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun