Mohon tunggu...
Mitha Adilina
Mitha Adilina Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Waspada! Jari Tanganmu Harimaumu

1 Juli 2018   08:31 Diperbarui: 2 Juli 2018   11:56 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah "mulutmu harimaumu" kini seakan sudah tergantikan dengan "jari tanganmu harimaumu". Di era digital seperti ini banyak dari kita yang hampir disepanjang harinya dihabiskan untuk berselancar didunia maya, baik itu hanya untuk bermain sosial media ataupun sekedar membaca berita-berita yang sedang hangat diperbincangkan. 

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi jika perkembangan teknologi semakin maju dan pesat. Apalagi sebagai manusia yang memiliki keinginan untuk maju, pastinya kita tidak dapat menghindari bahkan menghambat perkembangan tersebut. Justru kita mau tidak mau akan mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern ini.

Namun, seiring berkembangnya teknologi tersebut dapat memberikan efek positif dan negatif. Efek positifnya adalah dengan adanya teknologi kita dapat lebih mudah dalam mengakses sesuatu yang dibutuhkan dengan cepat dan mudah. 

Cukup dengan menggunakan smartphone yang terhubung dengan koneksi internet, kita bisa mendapatkan sesuatu yang kita inginkan tanpa perlu repot-repot untuk keluar rumah atau antri karna kita bisa melakukannya dengan duduk manis bahkan dengan tiduran pun juga bisa. Contohnya yang sudah sering dilakukan saat ini adalah dengan berbelanja online, kita tidak harus untuk pergi ke toko atau mall. 

Kita hanya perlu memilih barang yang akan kita beli melalui smartphone kita lalu setelah melakukan pembayaran, kita hanya  perlu menunggu barang tersebut datang sendiri ke rumah kita melalui jasa kurir yang mengantar.

Dengan adanya teknologi ini kita juga dapat dimudahkan untuk berkomunikasi dengan banyak orang. Banyak media sosial yang dapat menghubungkan kita dengan orang lainnya, contohnya seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, Instagram, dll. 

Namun ada beberapa dari pengguna media sosial yang menggunakannya dengan cara yang salah. Media sosial seolah berubah fungsi menjadi tempat untuk saling menyudutkan, menyebar fitnah, bahkan menyebarkan ujaran kebencian yang digunakan untuk menjatuhkan orang lain. Meski begitu masih banyak orang yang menggunakan media sosial sesuai fungsi sebenarnya, yaitu untuk berinteraksi antara satu orang dengan orang lainnya.

Contoh kasus penyalahgunaan media sosial adalah terbongkarnya sindikat Saracen.  Saracen merupakan sindikat penyedia jasa penyebar ujaran kebencian melalui media sosial. Sindikat tersebut diduga aktif menyebarkan berita bohong dan mengandung SARA di media sosial. 

Ada banyak dari kalangan artis yang berbondong-bondong untuk melaporkan akun-akun yang sengaja mengkomentari postingan mereka dengan kata-kata kasar dan terkadang juga menyebarkan fitnah yang dapat merugikan artis tersebut. Deddy Corbuzier dan Uya Kuya adalah salah dua yang pernah melaporkan kasus seperti ini kepada pihak yang berwajib. Oknum-oknum seperti ini merupakan contoh efek negatif dari berkembangnya teknologi.

Lebih dari 75 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial, dari jumlah tersebut lebih didominasi oleh pengguna berumur 20-29 tahun yang artinya kebanyakan dari pengguna aktif media sosial tersebut adalah anak-anak muda yang masih produktif. Media sosial yang memiliki banyak penggunanya adalah Facebook. Tidak heran jika Facebook merupakan tempat yang sangat sering digunakan untuk meyebarkan ujaran kebencian dan juga berita-berita hoaks. 

Selain itu, Twitter juga temasuk media sosial yang memiliki pengguna yang banyak. Di Twitter juga banyak sekali akun-akun yang terkadang sengaja untuk menyebarkan konten-konten SARA. Indonesia adalah pengguna Twitter terbanyak kelima, namun pertama dalam memposting tweet negatif.

Cara berkomunikasi di media sosial kini makin hari makin memprihatinkan. Banyak pengguna media sosial yang melakukannya dengan bebas, hanya dengan sekali klik dan share kita dengan mudah dapat menyebarkan sebuah konten berita. 

Salah satu contoh kasusnya adalah pelecehan terhadap Presiden Joko Widodo melalui Facebook yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad (MA), hal ini merupakan contoh dari bagaimana bebasnya orang Indonesia dalam menggunakan media sosial. 

Saat itu ia memposting gambar-gambar yang menghina Presiden Jokowi. Muhammad Arsyad mengaku bahwa ia hanya menyalin beberapa gambar tersebut untuk diunggah melalui akun pribadinya saja, ia tidak menyangka apa yang ia lakukan tersebut akan berbuntut panjang. Namun pada akhirnya ia dapat bernapas lega karena Presiden Jokowi memaafkannya dan akhirnya polisi membebaskannya.

Dalam menggunakan media sosial kita juga dituntut untuk lebih telit dan cermat sebelum membuat ataupun menyebarkan berita. Menggunakan media sosial dengan bijak merupakan suatu hal yang harus diterapkan pada saat seperti ini. 

Ada beberapa pasal yang telah diciptakan untuk mengatur kita dalam bermedia sosial, salah satunya adalah Pasal 27 UU ITE. Mungkin kita sering menjumpai baik sengaja maupun tidak sengaja melihat sebuah akun yang meyebarkan konten bermuatan keasusilaan, pencemaran nama baik, dan juga pengancaman kepada seseorang yang mana itu dapat dimintai pertanggungjawabnya dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00.

Untuk menggunakan media sosial dengan bijak, ada beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain seperti   jangan posting sembarangan, jangan asal share berita di media sosial, jangan menyinggung unsur SARA, dll. Masyarakat diharapkan untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. 

Memastikan terlebih dahulu akurasi konten yang akan dibagikan, mencari kebenarannya, memastikan manfaatnya, lalu kemudian menyebarkannya. Momentum seperti pilkada merupakan contoh penyebaran konten hoaks yang sangat ramai dan menyita perhatian. Bahkan konten hoaks tersebut dapat memecah belah masyarakat. Jadi, gunakan media sosial dengan sebaik mungkin. 

Jika sumber konten tidak jelas, tidak masuk akal, dan tidak bermanfaat maka sebaiknya itu tidak perlu untuk disebarkan. Karena jika satu langkah kita melakukan kesalahan di media sosial dan itu merugikan orang lain maka kita harus siap untuk menghadapi resiko dan hukuman yang harus diterima. Be Smart!

Dikirim oleh: Mitha Adilina

Mahasiswa Progam Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun