Secara harfiah aku sedang mempertimbangkan, asik berfikir dan merenung diri
Dahulu, aku paling senang memotret. Terlampau melayang melihat hasil jepretanku sehingga memvonis diriku sebagai fotografer terpandang yang bersumpah akan hidup di Ibu kota---mengajukan diri, menunggu selagi bertaruh Apakah hidup akan membawaku pada jawaban-jawaban yang Aku inginkan
Sembab dan acak-acakan, Aku meracau---berjalan sembari menunggu jalan lenggang
Konon katanya "Tuhan maha mendengar"
Apakah Tuhan hanya bisa mendengar? lalu untuk apa beberapa orang berdoa meminta pengabulan jika tak kunjung dikabulkan?
Perutku berbunyi, bergegas menuju warteg langgananku dan mengantri. Apakah orang-orang dengan raut wajah sendu yang mengantri bersamaku ini juga sama, sedang menunggu jawaban Tuhan?
Selain sibuk mengunyah, Aku juga sibuk meracau untuk mengumpulkan celah, ingin sekali Tuhan tahu bahwa Aku sedang marah.
Dimana jawaban atas vonisku? Tuhan tak mendengar, atau memang sengaja tak mau dengar?
Tuhan mungkin sedang melihat, beberapa orang rela mengais sisa-sisa waktu meminta pengabulan untuk kehidupan terbaiknya sekalipun itu pada hari terburuknya
Namun ada yang terlupa, selain meminta pengabulan sebenarnya Tuhan juga ingin melihat beberapa orang meminta pengampunan.
Dengan pertimbangan matang dan juga perut yang sudah kenyang, Aku memilih kembali ke rumah petak dengan gang sempit favoritku yang ada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Aku kembali dengan kepercayaanku bahwa Tuhan maha mendengar juga mengabulkan, asal dalam sekian waktu beberapa orang memang harus rela mengantri dan menunggu---Ah memang sialan, ternyata penghinaanku tadi hanya karena Aku sedang kelaparan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H