Wajahku masih sedikit basah. Begitu dingin saat angin menerpa. Orang-orang di bawah sana dengan cepat-cepat berteduh pada bangunan ini. Melepas alas, bergegas menuju sumber air untuk mendinginkan kepala mereka yang sekiranya panas akibat cuaca dan tugas. Dan aku beranjak keluar, saat ruangan yang cukup besar ini mulai penuh dengan orang-orang yang ingin beribadah.
Kulangkahkan kaki menuju anak tangga yang diatasnya dinaungi dedaunan mungil dari sebuah pohon. Aku pun tak tahu itu pohon apa. Yang pasti, daunnya tetap hijau dan sedikit yang gugur jika dibanding dengan dedaunan pohon lain.
Pandanganku masih sibuk mengamati wajah-wajah yang jauh. Berharap ku temui wajah yang sudah lama tak jumpa. Wajah yang selama tiga tahun tak ditemui. Wajah yang sama-sama dusta menunjukkan diri sedang baik-baik saja. Tuhan, aku merindukannya, batinku.
Sedikit ku dongakkan kepala. Menatap langit biru yang menjadi latar dedaunan mungil itu. Perpaduan yang sempurna. Aku dengannya sama-sama menyukai perpaduan ini.
"Apa kabar?" Spontan aku menoleh ke sekelilingku saat mendengar suara itu.
"Hey, apa kabar?" Bisik itu masih terdengar. Mungkin ku kira itu suara dari orang-orang sekitarku yang sedang menanyakan kabar dengan lawan bicaranya.
"Apa kabar, sahabat?" Lagi, untuk ketiga kalianya. Aku masih menoleh-noleh mencari darimana bisikan itu, dan akhirnya aku putuskan menjawab, "Baik," dengan begitu lirih.
"Bodohkah jika aku menjawabnya?"batinku.
"Baguslah, dimana sahabatmu itu?"
Apa-apaan ini. Apa iya telingaku sedang bermasalah. Aku pun menggosok-gosok telinga berharap kembali menormal.
"Apa iya aku harus mengulang tiga kali lagi?"