Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja dari rumah.

Minat yang terlalu sering berubah-ubah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Poconggg, Sebuah Nama Pena

7 September 2011   14:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang sedang hangat-hangatnya diberitakan bahwa penulis buku best seller Pocongg juga Pocong dibuka kain kafannya dan dibeberkan identitas aslinya yaitu Arief Muhammad Yakoeb seperti yang ditulis oleh Joshua ML ini. Sebetulnya dalam dunia tulis menulis bukan hal aneh jika seorang penulis punya ‘nama pena’, atau pseudonym (nama palsu atau alias). Banyak alasan kenapa seorang penulis memakai nama pena. Bisa karena lebih unik, untuk menyamarkan gender, supaya pembaca lebih obyektif (kalau penulis sudah terkenal dibidang lain), alasan keamanan, alasan estetik atau pemasaran dari penerbit dll. Dari buku sejarah kita tahu bahwa Douwwes Dekker menulis Max Havelaar dengan nama pena Multatuli. Penulis lain misalnya Samuel Clemens yang kita kenal dengan Mark Twain. Stephen King menulis beberapa karya dengan nama Richard Bachman karena dia pikir publik tidak akan membeli novel dari penulis yang sama lebih dari satu buah setahun. Akhirnya setelah kritikus menemukan banyak kesamaan gaya dalam karya-karya mereka, pihak penerbit mengumumkan identitasnya. Pada abad ke 19 banyak penulis perempuan yang memakai nama pena lelaki karena profesi penulis perempuan masih jarang dan karya-karya mereka jarang dianggap serius. Contohnya Mary Ann Evans punya nama pena George Eliot. Karen Blixen penulis Out of Africa berlindung dibalik nama Isak Dinesen. Jaman sekarang penulis perempuan kadang sengaja menyingkat nama mereka sehingga gendernya lebih netral, seperti JK Rowling. Hal sebaliknya juga terjadi pada penulis lelaki. Charles Dodgson memakai nama pena Lewis Carol ketika menulis Alice’s Adventures in Wonderland dan tetap memakai nama aslinya ketika menulis buku-buku matematika. Ada kejadian menarik ditahun 1968 Majalah Sastra memuat sebuah cerpen berjudul Langit Makin Mendung karangan Ki Panji Kusmin. Cerpen itu menuai kehebohan karena menggambarkan Tuhan, Nabi Muhammad dan Jibril terdampar di Jakarta. HB Jassin sebagai penanggung jawab majalah itu menolak mengungkapkan jatidiri penulis ini dan dipenjara selama setahun. Ibu Linda menulis disini yang mempertanyakan apakah Ki Panji Kusmin itu WS Rendra? Penulis buku The Syro-Aramaic Reading of the Koran menggunakan nama pena Christoph Luxemberg atas nasihat rekan-rekan arabnya - untuk melindungi dirinya dari dampak kekerasan yang mungkin terjadi- dan identitas aslinya tidak diketahui. Jadi nama pena adalah hal biasa dalam dunia tulis menulis. Ada berbagai alasan mengapa seorang penulis memakai nama pena, dan sebaiknya kita menghargai itu. Sumber wikipedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun