Mahameru merupakan puncak tertinggi Tanah Jawa. Banyak orang mencoba menaklukkannya. Tidak sedikit yang berhasil dan kemudian ketagihan mengunjungi sang Mahameru untuk kedua, ketiga, atau kesekian kalinya. Mahameru memang memukau. Gunung Batok dan Bromo, Gunung Arjuna-Welirang, lautan awan, seolah menjadi magnet dengan daya tarik yang begitu kuat yang bisa kita jumpai untuk dinikmati di Puncak Gunung Semeru itu.
Saya sendiri akan bercerita tentang Ranu Kumbolo, pintu gerbang menuju Semeru yang sangat megah. Para pendaki biasanya akan berkemah di Ranu (danau) Kumbolo untuk beristirahat ditengah perjalanan pendakian. Berbeda dengan sensasi di puncak Semeru, Ranu Kumbolo punya daya tariknya sendiri. Saya mengunjungi danau cantik ini pada pergantian musim hujan ke musim kemarau, dan di puncak musim kemarau. Ada nuansa yang berbeda yang saya jumpai.
Kawasan Gunung Semeru biasanya akan ditutup sementara pada musim hujan untuk kepentingan keamanan dan konservasi. Menjelang pergantian musim, area ini kembali dibuka untuk umum. Karena baru dibuka kembali, tentu belum banyak pendaki yang datang. Rasanya seperti eksklusif menikmati Ranu Kumbolo dengan suasana yang tenang. Kondisi jalur treking juga cenderung masih bersih. Belum banyak sampah tercecer, juga belum banyak "limbah" manusia yang bertebaran. Menyenangkan sekali. Suasana hijau dan ungu bunga-bunga di tepi Ranu juga menambah elok pemandangan karena bersanding dengan birunya langit.
Pada saat pergantian musim seperti ini, matahari terbit yang biasa dinanti muncul dari sisi tepi bukit. Perlahan tapi pasti, merona jingga mengusir gelapnya langit malam. Cantik sekali...
Suasana yang berbeda saya jumpai ketika saya datang di puncak musim kemarau. Kami memulai treking saat hari menjelang gelap. Langit kemarau lebih cerah karena tidak terhalang mendung yang biasa datang di musim hujan. Hal ini membuat kami leluasa memandangi kerlap-kerlip bintang yang terasa begitu dekat dari jangkauan kami. Kami coba capture semampu kami dengan segala keterbatasan kamera DSLR yang kami punya.
Puncak musim kemarau, artinya puncak suhu terdingin di lembah Gunung Semeru. Pun suhu di Ranu Kumbolo, tempat kami mendirikan tenda. Butuh persiapan fisik yang kuat agar kita tidak terserang hipotermia. Suhu yang sangat dingin di waktu malam, mendatangkan kabut yang eksotis saat pagi menjelang. Dan pada puncak musim kemarau, matahari terbit tepat di tengah kedua bukit yang mengapitnya.
Sungguh megah pemandangan di pintu gerbang menuju Mahameru ini. Kita disuguhi pemandangan yang memukau, Ranu Kumbolo dan segala pernak-pernik pelengkap kemegahannya. Matahari terbit di antara dua bukit terpantul cantik di permukaan danau, suasana berkabut yang eksotis, deretan tenda warna-warni yang berjajar di tepi danau, birunya langit yang manis berpadu dengan suasana hijau pepohonan dan bukit cinta, it's really a heaven on earth.
Satu hal yang disayangkan, yaitu adanya pendaki yang kurang menghargai alam. Walaupun sudah ada peringatan dari pengelola agar pendaki membawa semua sampah turun sampai ke Ranu Pani, tetap saja saya temukan sampah-sampah sisa makanan, bungkus mie instan, bungkus permen, bungkus madu, botol plastik, berceceran di sepanjang jalur pendakian. Puncak musim kemarau, puncak sampah-sampah tersebut berceceran. Vandalisme juga ramai mewarnai pos-pos peristirahatan di sepanjang jalur pendakian. Sayang sekali karena hal tersebut tentu dapat mengurangi kemegahan jalur menuju Mahameru.