Mohon tunggu...
sukarti dimejo
sukarti dimejo Mohon Tunggu... Buruh - buruh harian lepas

berusaha menikmati hidup dengan menulis, terima kasih :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dirty Window

15 Juli 2024   03:43 Diperbarui: 15 Juli 2024   04:18 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

"Tapi kau sudah mandi Man"

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

"Tapi kau sudah mandi Man"

"Mandi!"

Ah lagi-lagi dia, suaranya selalu nyaring melengking, memenuhi lorong-lorong putih berpilar abu. Kamarnya di pojok paling belakang. Mungkin sudah seminggu lamanya disini, yang jelas dia tidak jelas, membuat banyak orang jadi pekak, tutup telinga, lari lalu merangkak dan mendesis seperti biawak, terlebih saat ia mulai berteriak,

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

Man, kamu itu bersih! Kulitmu terang meski coklat, gigimu putih bersih, matamu bersinar cemerlang! Seruku saat itu, saat suaranya terdengar keras, bervolume tinggi, yang mampu retakkan sebuah gelas. Namun apa daya, suaraku hanya keluar dari hati, maklum aku bisu sejak bayi! Jadi percuma saja terangku padanya, tak berarti.

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

"Tapi kau sudah mandi Man"

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

Duh, kenapa Man? Bukankah kamu orang bersih yang (pernah) dekat dengan Dia, melayaniNya? Gumamku suatu kali, sambil melihat ke dalam matanya yang penuh limpahan berkat istimewa, yang tak sembarang orang mampu mendapatkannya. Apakah maksudmu dengan kotor? Kotor tangan? Kotor fisik? Kotor pribadi? Aku sungguh tak mengerti Man. Mungkin aku bagian dari lorong-lorong putih berpendar abu ini, namun tak berarti aku dapat mengerti atau lebih paham daripada para pria dan wanita berbaju putih nan rapi.

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

"Mandi, mandi, aku mau mandi!"

Dokter, suster! Aku tak tahan lagi, biar aku bisu namun aku tidak tuli! Walau aku tak sebersih dia, namun aku tak pernah berani melawan nurani! Aku tak menghamburkan remah-remah roti yang Ia berikan demi recehan yang jika dikali berkali kali menjadi ratusan bahkan ribuan komisi. Suruh ia kembali, suruh ia pulang! Dokter, suster! Aku tak tahan lagi, cepat kembalikan dia, supaya berkat yang terterima tidak sia-sia! Meski kutahu nurani.. nurani bisa dikibuli, menghamburkan remah-remah roti yang Ia berikan demi recehan yang jika dikali berkali kali menjadi ratusan bahkan ribuan komisi...

...

Bruk... 

Yudas menjatuhkan buku yang berisi surat suara-suara bingung dari lorong-lorong putih berpendar abu. Hatinya bingung dan ragu, siapa yang empunya surat? Lalu mengapa ada seruan "Mandi, mandi" dan "Aku kotor" ? Apakah sebenarnya aku juga kotor? Haruskah aku mandi meski sebenarnya hanya perlu dibasuh tak perlu mandi?

.

aku ingin pulang dan berjalan-jalan di sempitnya pematang, menatap warna hijau nun jauh dari pandangan..

aku ingin pulang untuk sekedar mengais ladang, mencari-cari rasa tenang yang mudah hilang

aku ingin pulang menguak jendela, menghirup aroma dedaunan, dan duduk lesehan..

aku ingin pulang, sejenak memperlihatkan diri dalam kedipan, lalu pergi berlalu supaya dilupakan

.

.

.


Jogja, Juli 2024

miss sukarti dimejo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun