Ya, ya, sekali lagi aku melihatnya setelah berkali-kali. Sungguh luar biasa, pasti panen besar, besar dan melimpah ha ha ha. Kau tau tidak nggar? Itu di depan matamu padi menguning, gemuk, dan menunduk. Menunduk Nggar, bukan mendongak melihat langit!
"Iya, itu juga jagungnya seperti mau panen juga ya?"
"Heh?"
"Apa mas Dab?"
"Heh?"
"Apa mas Dab?"
"Bagaimana kau bisa tau yang baru saja kupikirkan? Padahal aku tidak bersuara, aku cuma berbicara pada aku sendiri, lalu berpura-pura mengajakmu bicara, menanyaimu, aneh!"
"Ha ha ha ha"
"Apa Nggar?"
"Padi dan jagung tho mas Dab? Kan masih sama seperti kemarin, kemarin, kemarinnya lagi, dulu, dulunya lagi ha ha ha ha."
"Huh!"
Mas Dab kesal, hampir saja tinjunya mengenai Janggar, untung ada seorang yang sedang lewat diantara mereka, melerainya dan memapah mas Dab yang terhuyung-huyung karena emosi tinggi, kemudian mendudukkannya di kursi pojok, dimana sebuah jendela besar menjembatani ruangan besar dengan dunia luar yang...
Ya, ya, sekali lagi aku melihatnya setelah berkali-kali, gumam mas Dab. Sungguh luar biasa, pasti panen besar, besar dan melimpah ha ha ha. Kau tau tidak mas? Itu di depan ada padi menguning, gemuk, dan menunduk. Menunduk kan mas? Bukan mendongak seperti menantang langit!
"He em, iya mas Dab, gemuk dan menunduk, juga jagung-jagungnya"
"Heh?"
"Iya mas Dab, kenapa?"
"Kok sampeyan bisa dengar pikiranku? Kamu orang ndeso kok bisa? Kok bisa?"
"Heh?"
"Iya mas Dab, maaf"
Mas Dab tak habis pikir. Di belakang meja, dekat sebuah meja besar mas Dab melihat Janggar tertawa terkekeh-kekeh, tampak puas sekali wajahnya, sesekali menengok ke bawah, lalu kembali mendongak ke atas langit-langit. Komat-kamit mulutnya seperti mengucapkan kata-kata: padi menguning, jagung segera panen, aku jagung saja, jagung kan tidak perlu menunduk kalo panen, tetep tegak lurus!
"Heh?"
"Awas kowe Nggar!"
"Heh?"
"Heh?"
"Besok kalo aku panen, gak bakal aku kasih bagian. Biar sebutir beras pun ndak akan aku kirim ke rumahmu! Dasar kemlinthi! Songong! Arogan! Aku ki ngerti nek aku wong cilik, tapi deloken kae, calon panenane akeh! (Dasar belagu, songong, arogan! Aku tahu kalau aku hanya orang miskin, tapi lihat itu, bakal panenan banyak)
"Padi dan jagung tho Dab? Kan masih sama seperti kemarin, kemarin, kemarinnya lagi, dulu, dulunya lagi ha ha ha ha."
"Huh!"
"Awas kowe Nggar!"
"Awas kowe Nggar!"
"Awas kowe Nggar!"
"Mas Dab, mas Dab, sudah sudah, sabar ya mas, besok saya bantu ya kalau panen?" suara lembut seorang perempuan menenangkan Dab yang hampir meledak lagi emosinya, bahkan hampir membuatnya jatuh dari kursi!
"Ini susu dan rotinya dimakan dulu ya mas Dab?" mas Dab manggut-manggut
"Dan jangan lupa mas Dab, ini vitaminnya diminum ya? Biar sehat selalu," sambung perempuan berbaju putih dengan name tag: perawat Rumah Sakit Jiwa.
Ya, ya, sekali lagi aku melihatnya setelah berkali-kali. Sungguh luar biasa, pasti panen besar, besar dan melimpah ha ha ha. Kau tau tidak sus? Itu di depan ada padi menguning, gemuk, dan menunduk. Menunduk sus, bukan mendongak melihat langit!
"Iya, itu juga jagungnya seperti mau panen juga ya?" balas suster perawat pada mas Dab sambil memberikan beberapa butir obat untuk diminum
"Diminum dulu ya vitaminnya, biar sehat selalu"
.
.
.
Catatan:
sampeyan= Anda/kamu
Kowe= kamu
ndeso=desa
.
.
.
Jogja, Februari 2024
miss sukarti dimejo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H