"Ssst!"
Aduh, seperti sebuah sembilu kata itu gumamku. Boleh dibilang aku sisofrenia bila dengar kata itu: sst, sst, sst, lalu sepihan demi serpihan beterbangan seperti perang dunia ke 3 yang belum datang (jangan datang). Tapi... di ujung peristiwa-peristiwa itu selalu saja kulihat telunjuk di bibir yang manis, yang mempunyai background wajah manis dengan mata coklat bulat indah, tanpa sebutir kata keluar, yang buat takjub, heran, sejuk, dan merindukan.
"Pagi"
"Pagi," balasku suka. Duh duh duh, gumamku sambil menahan denyut jantung yang kencang tak terkira. Untung celanaku masih kering, tidak ngompol! Seperti biasanya, bila teringat kata: ssst! Ssst! Yang biasanya terdengar di subuh menjelang pagi, dekat kamar, pojok selasar, gang delapan.Â
"Lihat cara jalannya!" Kataku pada seekor kucing jantan, indah bukan? Gemulai tangannya oh,
"Meong"
"Apa? Kau suka juga? Apanya? Jemarinya, kakinya, suaranya?" selidikku penuh cemburu.
"Meong"
"Nah, meong, meong aja, aku ya ndak tau artinya tho!" kesal kutepuk kepala kucing jantan tanpa tahu akibat yang terjadi kemudian,
"Ssst!"
Aduh