Gadis itu mencoba tenang dan menuju restoran. Tidak banyak pengunjung yang datang. Hanya beberapa orang yang sibuk dengan ponsel masing-masing. Lelaki dengan setelan jas hitam membaca koran di sudut ruangan. Lelaki itu mengangguk pelan ke arahnya. Dia memegang cangkir kopi yang mengepul. Gadis itu membalasnya dengan ragu.
Raya membuka email dan membalas pesan yang masuk. Redakturnya memberi kabar taipan itu tidak hanya menggelapkan pajak. Diduga kuat terlibat pembunuhan Mr. Andy. Rekan bisnisnya beberapa tahun yang lalu.
Gadis itu mengambil napas panjang. Menyadari dirinya dalam masalah besar. Taipan itu akan membuatnya tutup mulut. Mengirim teror sampai dia menyerah dan bungkam. Dia yakin seseorang mendorongnya dari tangga. Walaupun polisi tidak menemukan sidik jari di rumah itu.
Hari berikutnya gadis itu sarapan di restoran yang sama. Lelaki berjas hitam lebih dulu datang. Lelaki itu tampak serius membaca berita sang taipan. Kasusnya bergulir panas. Koran-koran berlomba memuat beritanya untuk menaikkan oplah. Tabloid gosip mengais recehan menjual berita perempuan yang menjadi simpanannya.
Sebelum pulang gadis itu mampir ke toko buku. Mencari beberapa novel untuk mengurangi pikirannya yang tegang. Pria berjas itu tampak disana juga. Menyapanya dengan mengangguk pelan. Gadis itu mulai tidak nyaman. Dia segera menuju kasir.
Raya tergesa-gesa kembali ke apartemen. Dia selalu merasa ada yang mengikutinya. Setiap kali  menengok. Tidak ada siapapun. Gadis itu memegang kedua lututnya sambil mengatur napas. Sepasang sepatu persis di depannya. Lelaki berjas hitam itu tersenyum.
 Raya bersiap lari namun lelaki itu....(bersambung)
*Anjani Eki
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H