Mohon tunggu...
Anjani Eki
Anjani Eki Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Fiksi

Penikmat Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pukul Tiga Pagi Itu

9 Agustus 2017   08:57 Diperbarui: 9 Agustus 2017   09:08 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tangan kiri gadis itu diperban. Polisi menggeledah rumahnya. Pegangan tangga yang patah tergeletak dekat lemari buku. Bercak darahnya sebulan yang lalu menghitam di lantai. Tetesan air menggema dalam rumah.

Polisi tidak menemukan kejanggalan. Namun Raya menjual rumah itu dan pindah ke apartemen.

Apartemen itu hanya punya empat ruang. Ruang tengah dan dapur bersisian. Pintu dan dua jendela besar menghadap balkon. Raya menata ratusan buku di ruang tengah. Hingga mengantuk dan tertidur di sofa.

Pukul tiga dini hari, jendela yang membentur dinding membangunkan gadis itu. Dia menutupnya dan segera masuk kamar. Sekelebat bayangan menuju dapur.

Selembar kertas terselip di pintu. Dia menemukan ketika hendak mencari sarapan. Kertasnya menguning tanpa nama pengirim.

Merah itu tak lagi sama

Waktu enggan bergerak

Benci berdetak

Menghitam

Aku adalah kamu

Mungkin taipan itu yang mengirim teror. Gadis itu bersumpah sebagai jurnalis harus menulis fakta. Dia mengunci pintu dan mencari sarapan. Beruntung ada tamu lain menuju lift. Langkah kaki persis di belakangnya. Sebelum masuk lift dia ingin menyapa tamu itu. Tidak seorang pun di koridor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun