Mohon tunggu...
Anjani Eki
Anjani Eki Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Fiksi

Penikmat Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Proklamasi Status 17 Agustus

18 Agustus 2016   08:41 Diperbarui: 18 Agustus 2016   09:19 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah suatu kali, Sumi khawatir. Jika perempuan telat menikah. Nanti rahimnya kering. Tidak bisa hamil. Anak gadisnya hanya tersenyum lalu menjawab santai. Selama perempuan datang bulan rutin. Insha Allah tidak ada masalah. Lagi pula sekarang ada bayi tabung. Harganya tidak mahal. Seharga DP Mobil Karimun.

Sumi hanya perempuan tamat SD. Semakin sulit memahami jalan pikiran Marni. Dia merasa Marni salah makan. Karena pikirannya tidak bisa ditebak. Apalagi bayi tabung. Kedua matanya hanya menatap tabung gas elpiji tiga kilo. Warnanya hijau. Apa warna bayinya juga begitu. Lemas tubuhnya.

Suara ponsel mengagetkan dirinya. Buru-buru dijawab telepon dari anak gadisnya.

***

Malam ini Sumi mengenakan kebaya terbaik. Wajahnya sumringah. Senyum menawan dan anggun. Dia mengajukan diri untuk membawa tumpeng. Di ujungnya berdiri bendera merah putih mini.

Malam 17 Agustus. Hatinya merdeka. Merah putih berkibar di dadanya. Dibawanya tumpeng itu menuju meja dekat podium. Tempat Pak RT akan memberi sambutan. Melewati anak-anak kecil yang berbaris rapih. Memegang bendera kecil merah putih di kedua tangan. Hati Sumi mengharu biru.

Perempuan itu diijinkan Pak RT untuk naik ke podium. Memberi kabar kepada seluruh warga RT sebelas bahwa Marni akan segera pulang. Anak gadisnya telah lulus kuliah. Dan akan segera dilamar oleh laki-laki dari negeri Jiran. Calon menantunya adalah teman kuliah Marni. Dan yang lebih membanggakan. Calon menantunya adalah mantan sopir penyanyi terkenal di Malaysia. Hati Sumi tiba-tiba berdendang.

Hendaklah hendak hendak ku rasa Ahai Sayang

Puncaknya gunung Hendak di Tawan

Tidaklah tidak tidak Ku daya Ahai Sayang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun