Aku memanggilnya Bunda. Wanita berusia 53 tahun. Tubuhnya kecil. Kulitnya putih. Di usianya yang setengah abad dia masih sangat lincah. Seorang abdi negara di lahan basah. Hampir tidak mungkin bangkrut. Dia memanggilku Eci.
Bunda sangat terampil memuluskan berbagai perijinan. Entah bagaimana caranya. Setahuku ada "imbalan " yang lumayan. Uang itu dibelikan ruko. "untuk tabungan hari tua Ci " ucapnya padaku.
Sudah sebulan terakhir aku tinggal di rumah bunda. Di kawasan elit. Bunda punya dua orang anak laki-laki. Seorang arsitek dan akuntan. Keduanya telah menikah dan hidup mapan.
Aku cuma mahasiswa miskin yang menumpang di rumahnya. Bunda sangat baik kepadaku. Dia memberikan fasilitas. Kami dekat dan aku seperti anaknya sendiri. Mungkin karena Bunda tidak punya anak perempuan. Hingga suatu malam...
"Ci, bunda mandi dulu ya"
"Inikan udah jam 10 malem Bun, ngapain mandi ? Bukannya tadi udah mandi ya ?"
"Ini mandinya beda Ci, pake kembang setaman "
"Serem... Bunda ngapain sih pake kembang setaman segala"
"Bunda kan pake susuk Ci, harus ada ritual khusus buat ngejaga"
Mandi kembang bukannya untuk jenazah ya? Tidak habis pikir. Wanita berpendidikan, punya pergaulan luas dan jabatan di kantor. Kenapa harus percaya sama hal-hal seperti itu. Untuk apa pula memasang susuk di wajah. Apa karena sampai hari ini, perjalanan cinta bunda tidak mulus?
Suami pertamanya seorang arsitek. Tipikal suami yang tidak bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lamban, tidak bisa menjadi pemimpin rumah tangga. Akhirnya Bunda menyingkirkan suaminya.
Suami kedua adalah bos besar yang punya jabatan dan harta melimpah. Hidup mewah tak lama. Villa yang dimiliki akhirnya terjual untuk biaya pengobatan "bapak " yang kena stroke. Hanya burung parkit peninggalan almarhum. Tentu saja serta uang pensiun yang lumayan. Sepeninggal "bapak" Bunda masih bisa hidup mewah.
Suami ketiga adalah pria beristri. Bunda rela dijadikan yang kedua. Tapi semua tidak berjalan mulus. Suaminya juga abdi negara. Sehingga akan kena sanksi kalau ketahuan menikah lagi. Akhirnya kata "talak" diucapkan via sms.
Tak butuh waktu lama untuk dekat dengan pria yang lain. Kali ini rekan bisnis. Seorang pria gagah asal Bandung. Berdarah Sunda - Belanda. Hubungan keduanya terlalu jauh dan tidak selayaknya seperti itu. Ternyata ada motif lain dibalik itu semua. Bunda kena tipu 80 juta rupiah.
Kini bunda sudah pensiun. Dia masih bekerja. Menjalankan bisnisnya yang lain. Ada pepatah bilang "tak ada pesta yang tidak berakhir ". Bisnis itu tidak berjalan seperti yang diharapkan. Tabungannya kian menipis. Pernah satu kali ketika membuka lemari untuk melihat saldo di buku tabungan. Matanya melihat gaun hitam. Diambilnya gaun itu dan Bunda bilang "nyesel Ci dulu beli. Buat apa beli gaun harga dua juta".
Entah kemana larinya uang yang dulu didapatkan itu. Cinta sejati juga tak kunjung tiba. Padahal Bunda sudah menanam "susuk" di wajahnya. Apakah cinta sejati bisa didapatkan dengan kepalsuan ?
Kenapa Bunda harus mendua? Absen harian selalu bagus. Lima waktu ditambah sunnah. Tapi tetap menjalankan ritual lain? Klenik. Mengubur pakaian dalam di belakang rumah, supaya ini dan itu. Hampir di setiap ruangan ada "rajah" yang katanya untuk melindungi. Â Kenapa harus setengah-setengah. Bukankah ketika hati mantap kepada Allah akan ada jaminan jalan keluar. Jaminan ketenangan. Jaminan perlindungan. Ah...Bunda...
Aku baru saja selesai mengaji, tiba-tiba terdengar ketukan. Tergesa-gesa aku membuka pintu kamar. Bunda masuk dan memberi kabar
"Ci, ada brondong yang suka sama Bunda... "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H