Mohon tunggu...
Anjani Eki
Anjani Eki Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Fiksi

Penikmat Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiga Suami Bunda

17 Februari 2016   08:44 Diperbarui: 17 Februari 2016   08:47 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suami kedua adalah bos besar yang punya jabatan dan harta melimpah. Hidup mewah tak lama. Villa yang dimiliki akhirnya terjual untuk biaya pengobatan "bapak " yang kena stroke. Hanya burung parkit peninggalan almarhum. Tentu saja serta uang pensiun yang lumayan. Sepeninggal "bapak" Bunda masih bisa hidup mewah.

Suami ketiga adalah pria beristri. Bunda rela dijadikan yang kedua. Tapi semua tidak berjalan mulus. Suaminya juga abdi negara. Sehingga akan kena sanksi kalau ketahuan menikah lagi. Akhirnya kata "talak" diucapkan via sms.

Tak butuh waktu lama untuk dekat dengan pria yang lain. Kali ini rekan bisnis. Seorang pria gagah asal Bandung. Berdarah Sunda - Belanda. Hubungan keduanya terlalu jauh dan tidak selayaknya seperti itu. Ternyata ada motif lain dibalik itu semua. Bunda kena tipu 80 juta rupiah.

Kini bunda sudah pensiun. Dia masih bekerja. Menjalankan bisnisnya yang lain. Ada pepatah bilang "tak ada pesta yang tidak berakhir ". Bisnis itu tidak berjalan seperti yang diharapkan. Tabungannya kian menipis. Pernah satu kali ketika membuka lemari untuk melihat saldo di buku tabungan. Matanya melihat gaun hitam. Diambilnya gaun itu dan Bunda bilang "nyesel Ci dulu beli. Buat apa beli gaun harga dua juta".

Entah kemana larinya uang yang dulu didapatkan itu. Cinta sejati juga tak kunjung tiba. Padahal Bunda sudah menanam "susuk" di wajahnya. Apakah cinta sejati bisa didapatkan dengan kepalsuan ?

Kenapa Bunda harus mendua? Absen harian selalu bagus. Lima waktu ditambah sunnah. Tapi tetap menjalankan ritual lain? Klenik. Mengubur pakaian dalam di belakang rumah, supaya ini dan itu. Hampir di setiap ruangan ada "rajah" yang katanya untuk melindungi.  Kenapa harus setengah-setengah. Bukankah ketika hati mantap kepada Allah akan ada jaminan jalan keluar. Jaminan ketenangan. Jaminan perlindungan. Ah...Bunda...

Aku baru saja selesai mengaji, tiba-tiba terdengar ketukan. Tergesa-gesa aku membuka pintu kamar. Bunda masuk dan memberi kabar

"Ci, ada brondong yang suka sama Bunda... "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun