Singkatnya, Pertunjukan Salawat Dulang kental dengan nuansa kompetisi antara dua grup yang tampil bersamaan dengan tabuhan dulang (nampan kuningan) berdiameter kisaran 65 cm. Grup-grup ini biasanya duduk berdekatan dan secara bergantian menabuh dulang dalam tiga sesi, masing-masing sesi ini berdurasi sekitar 30-50 menit.
B. Asal Usul Salawat Dulang
Kesenian ini semula berkembang dari kalangan kelompok Tarekat Syatariyah di Pariaman, pada masa Syeh Burhanuddin. Syeh Bahanuddin dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat shatariyah. Beliau lahir pada awal abad ke-17 (1646-1692 M). Beliau sempat belajar (menuntut ilmu) kepada Syeh Abdul Rauf Ringkel yang kemudian pulang ke Minang pada tahun 1689 M dan mulai menyebarkan agama Islam dari daerah Ulakan, Pariaman. Pada saat berdakwah, Syeh Baharuddin teringat kesenian aceh yang fungsinya menghibur sekaligus menyampaikan dakwah, yaitu tim rebana. Kemudian Beliau mengambil talam atau dulang yang biasanya digunakan untuk makan dan menabuhnya sambil mendendangkan syair dakwah.
Sebagian yang lain meyakini, Salawat Dulang berasal dari kalangan kelompok Tarekat Syatariyah di Tanah Datar sebagai salah satu cara untuk mendiskusikan pelajaran yang mereka terima. Oleh karena itu, teks salawat dulang itu lebih cenderung berisi ajaran tasawuf.(Intisa, Indra, 26 April, 2021).Â
Dosen jurusan Sastra Daerah Minangkabau Universitas Andalas, Eka Meigalia dalam sebuah publikasi bersama di Jurnal Pustaka Budaya Vol.6 No.1, Januari 2018, mengatakan bahwa Salawat Dulang berkaitan erat dengan perkembangan Islam di Sumatra Barat. Ada juga yang menghubungkan bahwa Salawat Dulang ditanah datar tidak lepas dari tiga tokoh tanah datar yaitu Tuanku Musajik (1730-1930), Tuanku Limopuluh (1730-1930) dan Katik Rajo (1880-1960).Â
C. Pertunjukkan Salawat Dulang
Pertunjukkan Salawat Dulang biasanya diadakan pada malam hari selepas sholat Isya, yaitu mulai pukul 21.00 hingga menjelang sholat Subuh. Pertunjukkan ini sering diadakan dalam rangka memperingati hari-hari besar Agama Islam, Seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra' Mi'raj, Nuzul Qur'an dan Tahun Baru Hijriah.
Salawat Dulang sering juga ditampilkan dalam alek nagari, yaitu perayaan di sebuah nagari dalam rangka pengumpulan dana untuk pembangunan sarana dan prasarana di nagari tersebut.
Dalam pertunjukan salawat dulang, biasanya pendendang duduk berdekatan dan saling menabuh dulang bersamaan atau saling menyambung larik dalam syair. umumnya pendendang adalah laki-laki.
D. Ciri Khas dari Salawat Dulang
- Adapun ciri khas dari salawat dulang sebagai berikut : (Intisa, Indra, 26 April, 2021)
- memakai dulang atau talam sebagai alat musik mengiringi syair.
- secara tekstual (teks yang sudah dihafalkan) dan kontekstual (tanpa teks sesuai situasi dan kondisi).
- terdiri atas dua grup yang saling menabuh dulang atau saling menyambung larik.
- memiliki larik, ada larik yang berirama sama tidak tentu.
- terdiri atas 3 -- 15 larik
- terdiri dari 4-8 kata dalam satu larik dan ditambah bunyi penyisip untuk memperbagus irama
- berisikan bahasa arab yang telah di jelaskan ayat dan arti maknanya kedalam bahasa minangkabau.
- salawat dulang terdiri dari 5 bagian, yaitu Katubah (khotbah/ imbauan), lagu batang, ya molai, lagu cancang dan penutup.
Kesenian satu ini masih sangat aktif dipertunjukkan di berbagai daerah/ kota di Sumatra Barat. Tercatat masih cukup banyak kelompok pemain Salawat Dulang saat ini dan banyak pula grup baru bermunculan dari waktu ke waktu.