Hpku berdering , suara nyaring perempuan di sana terdengar - Fauzah (temanku si wanita Arab yang sangat aktif berkegiatan social yang kisahnya ada di 30 juta, "Hoooi, besok Sabtu ada acara gak? Temenin aku ketemu menteri Sosial  yuk..." "Ada urusan apa ketemu dengan Mensos?," tanyaku. [caption id="" align="alignleft" width="397" caption="dunia chen-chen"][/caption] "Ini pertemuan dari berbagai pihak untuk membicarakan upaya membantu anak jalanan. Acaranya besok jam  1 siang," jelasnya. "Waduuuh, gimana caranya kamu  bisa on time datang jam segitu (mengingat track recordnya sebagai miss lelet bin lambretta yang bisa telat 1 s/d 2 jam dari janji), jangan-jangan Mensosnya harus nunggu kedatangan ibu Fauzah yang terhormat." candaku. Setelah berkeras membantah dia menekankan kembali pada undangan Mensos itu, "Serius nih, aku anggap kamu sebagai orang yang memiliki keperdulian pada orang kecil jadi aku rekomendasiin buat diundang. Ayo datang, kita diskusikan mengenai kelanjutan nasib anak jalanan itu." Terus idemu apa?, tanyaku. "Heem aku pikir sebaiknya kita dekati orangtuanya dan kita buka pikirannya supaya anaknya jangan dilepas di jalanan." Wadoow gini nih kalau nyonya konglo turun ke jalan, gak paham sama medan, kataku." Emangnya kenapa?," dia penasaran. "Anak jalanan yang ngamen di perempatan itu, tuh emaknya nongkrongin di bawah pohon...anaknya adalah pekerjanya. Bahkan gue baca kalau anak jalanan itu kena target lho... Aku pernah baca di majalah Sekar..ada LSM yang nawarin anjal itu uang saku Rp.20.000.-/hari asal mereka tertib sekolah, ditolak lho sama mereka." "Oh, begitu ya. Artinya itu eksploitasi anak , wah kita usulin aja supaya dipasang spanduk-spanduk di tempat strategis yang mengingatkan supaya tidak memberikan uang kepada anak-anak itu," katanya. Weiiiits sembarangan aja, udah orangtuanya tak mampu mencari nafkah eh sumber penghasilannya juga dicegah, terus dia mau makan apa? Kita harus memberikan solusi buat kehidupan mereka....," bantahku atas usulannya. "Waduuh kalau begitu rada rumit dong pemecahannya sebab jadi ke  issue pengentasan kemiskinan sementara ini kita prioritasin ke anak jalanan itu dulu, apa idemu...aku tak punya gambaran apapun mengenai itu. Sekolah gratis kita kan menyantuni pendidikan anak-anak dari keluarga tak mampu tapi masih belum masuk kelas marjinal seperti gelandangan gitu, aku gregetan nih," lanjutnya. "Uhmm gini...kalau di negara maju itu kan jangankan orang miskin, anak yang ditelantarkan oleh orangtuanya yang mampu diambil akan oleh Dinas Sosialnya dan menjadi tanggungan Negara. Aku pernah ngobrol ama bu Hayono Suyono - sejak beliau sembuh dari Kanker Kelenjar Getah Bening stadium 3 ...beliau memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya pada kegiatan sosial. Dia mengumpulkan ABG putus sekolah terus diajak ngomong tentang masa depan dan ditanya apa mau mereka. Ada sebagian yang ingin punya ketrampilan menjahit maka dikumpulkan buat ikut pelatihan menjahit di kelurahan yang kursusnya dibayari beliau, anak-anak itu kemudian kerja di pabrik garment atau di butik-butik gitu.  Nah masalahnya akan lain untuk anak-anak yang masih kecil....," kataku. "Ya udah kita ambil anak-anak itu toh orangtuanya gak beres juga ngurusnya - sediakan sandang, pangan, papan dan pendidikan," sembari dia melanjutkan, "Gak usah bikin yang besar dulu, kita ambil suatu area sebagai pilot project itu...dan masalah pendidikan buat mereka, kita bisa salurkan ke sekolah gratis itu." [caption id="" align="alignleft" width="265" caption="familyhut"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H