Mohon tunggu...
Dwi Purwanti
Dwi Purwanti Mohon Tunggu... lainnya -

Iseng is my state of art

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hong Kong Pun Banyak Pengemis

10 Oktober 2011   17:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:06 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebenarnya saya ingin komen saja di lapak Mas Afandi Sido, tapi berhubung pengalaman saya tentang pengemis terlalu banyak jadi saya memutuskan untuk menjadikannya catatan. Hitung- hitung menampilkan sisi lain Hong Kong yang mungkin tidak banyak diketahui orang karena siapa yang belum pernah mendengar megah dan gemerlapnya The City of Asia.

Hong Kong memang kota yang menjanjikan sehingga banyak orang yang datang untuk mengadu nasib di sini. Ada yang datang untuk berbisnis, ada yang datang menjual jasa dan tenaga seperti kami para BMI, bahkan tak jarang yang datang untuk mengemis.

Para pengemis biasanya datang dari Mainland China, saya tidak tahu persis dari provinsi mana. Yang saya tahu hampir semua pakai bahasa mandarin dengan logat berbeda-beda. Arus pengemis paling banyak terjadi sekitar Tahun Baru Cina. Di sepanjang jalan, di setiap kelokan dan belokan terlihat banyak wanita dan pria tua bersimpuh dengan topi terbalik di depannya atau kaleng bahkan plastik bekas bungkus makanan ringan yang dilipat sedemikian rupa.

Wajah-wajah kotor, rambut gimbal, dan pakaian yang lusuh menjadi senjata agar orang mengasihani. Terkadang ada juga ibu-ibu muda yang menggendong bayi atau balita dengan penampilan kusut dan bayi kurus yang agak tidak terurus. Hati saya perih melihat pemandangan yang seperti ini. Mereka biasanya mangkal di pinggir jalan-jalan utama yang banyak pejalan kaki atau di pusat-pusat keramaian mengharapkan belas kasihan dan kemurahan hati di hari raya lewat Laixi (angpau).

Mungkin Imlek memang waktunya panen uang untuk pengemis karena banyak yang rela membagi Laixi ketika mendapat ucapan Kung Hei Fat Choy, sudah tradisi di sini siapapun yang mengucapkan Kung Hei Fat Choy pasti akan mendapat amplop merah. Saya pernah dapat 2 buah amplop ketika iseng memberi ucapan tersebut kepada tetangga sebelah yang jarang ketemu, saya tidak bermaksud mengemis lho hanya rejeki nomplok karena saya ramah dan murah senyum hehehehehe.

Hari-hari biasa pun masih ada pengemis tapi kebanyakan pengemis lokal. Kalau yang pengemis lokal saya masih mau memberi beberapa dollar atau kadang saya beri mereka makanan dan minuman. Kalau mereka benar-benar mengemis untuk makan apapun yang kita beri pasti diterima dengan senang hati.

Saya punya pengalaman tidak mengenakkan juga dengan pengemis dari Cina daratan. Waktu itu sekitar Natal, saya jalan pulang dari perpustakaan sentral di Causeway Bay. Ketika tiba di depan MTR Tin Hau saya lihat ada nenek tua yang mengemis bersimpuh sambil bersujud, trenyuh hati saya melihatnya apalagi udara sangat dingin.

Saya segera masuk ke restoran cepat saji yang menjual makanan ala cina, membeli nasi lengkap dengan lauk-pauk dan minuman hangat untuk saya berikan pada nenek tua yang bersimpuh di tengah dinginnya udara musim dingin. Ketika saya serahkan sebungkus nasi dan minuman hangat kepadanya, si nenek berkata kepada saya dalam bahasa Mandarin, kira-kira bilang begini (karena saya hanya paham mandarin sepotong-potong), "saya tidak mau nasi, kasih saja uang karena saya tidak bisa makan, kalau makan nasi pasti muntah, jadi kasih saja uang", sambil menampik nasi yang saya ulurkan. Saya malu sekali dan saya langsung balik kanan tanpa menoleh, tanpa memberinya uang.

Di kesempatan lain, tetap di musim dingin. Saya berjalan-jalan di daerah Wanchai, di tengah hujan rintik dan hembusan angin saya lihat ada orang cacat duduk di kursi roda tinggi yang menyangga tubuhnya, kelihatannya dia hampir lumpuh total, di lengan kursi rodanya digantungkan kaleng yang isinya tak begitu banyak, mungkin tidak banyak yang kasihan melihatnya. Saya lihat wajahnya yang pucat dan terlihat nelangsa, saya sengaja lewat di depannya untuk melihat lebih jelas.

Setelah itu saya masuk toko roti membeli sepotong roti hangat dan sekotak susu coklat hangat. Kuhampiri dia, saya bertanya pelan, "kamu sudah makan belum? lapar tidak?". Dia mengangguk lemah, saya berikan roti dan berlalu. Tapi saya tidak benar-benar pergi, saya berdiri mengamati dari kejauhan, agak lama kemudian seorang wanita mendekati pengemis tadi lalu mendorong kursi rodanya menyeberang jalan masuk ke MTR (kereta bawah tanah). Rupanya dia hanya dijadikan alat untuk mengumpulkan uang. Memang bukan hal yang baru tentang pengemis terkoordinir, biasanya orang-orang cacat ketika pagi "ditaruh" di tempat ramai, sore harinya dijemput dibawa pergi.

Doa saya semoga orang-orang cacat itu terurus makan dan kebutuhannya, jangan hanya diperas karena penampilannya yang membuat orang trenyuh, dijadikan mesin uang menjual tampang sengsara. Semoga derita mereka menahan terik matahari ataupun hembusan udara dingin dan terpaan hujan ketika mereka "bertugas" dibayar setimpal dengan perawatan yang baik dari "majikan" mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun