Mohon tunggu...
Miss Rochma
Miss Rochma Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Semua orang yang saya kenal adalah orang yang luar biasa dalam pemikirannya sendiri. Tulisan saya dengan gaya bahasa yang berbeda? disini : http://www.mamaarkananta.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cersama) Ketika Harga Bungkuh Kopyor Naik di Bulan Puasa

13 Agustus 2012   07:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puasa kali ini, tidak terlalu terik seperti puasa tahun lalu. matahari memberi cahayanya tetap jumlahnya, hanya saja di depan dia ada awan berarakan sehingga cahaya matahari hanya sampai di bumi sebagian saja. Ratmi tersenyum, menikmati suasana siang yang tidak terik ini sambil terus menggenjot pedal sepeda keranjangnya.

“Haripertama puasa, aku harus bersemangat. Rezeki, kujemput dirimu di tempat biasa.” Batin Ratmi sambil menyunggingkan senyum di bibirnya yang tak terpoles lipstik. Di belakangnya, di boncengan belakang, anaknya yang bernama Salim sedang menggenggam erat pinggangnya supaya tidak jatuh dari sepeda yang tinggi.

Perkenalkan dulu, nama dia Ratmi. Salah satu perempuan pencari recehan rezeki ketika bulan puasa tiba. Sehari-hari, dia hanyalah ibu rumah tangga biasa dengan satu orang anak umur 7 tahun, Salim, dan suaminya bekerja sebagai buruh pengaduk bawang goreng di salah satu pabrik mie instan di Gresik. Puasa adalah kesempatan, begitu kata Ratmi kepada suaminya 3 tahun yang lalu. Ya, kesempatan mendapatkan rizki tambahan meskipun hasilnya hanya bisa digunakan untuk membeli baju barunya Salim.

Sepeda onthel Ratmi sudah sampai di depan rumah bu Yayuk, pembuat bungkuh kopyor, jajanan khas Gresik. Bungkuh kopyor ini memang laris manis ketika puasa karena rasanya yang manis. Alasan inilah yang menjadi daya tarik Ratmi untuk memilih menjual bungkuhkopyor setiap puasa tiba dan memilih bu Yayuk sebagai produsen bungkuh kopyor yang terkenal enak membuatnya.

Segera dia memarkirkan sepeda onthelnya dan ikut antri bersama penjual lainnya untuk mengambil bungkuh kopyor pesanannya. Setiap penjual skala kecil, diberi jatah untuk menjual maksimal 30 bungkus saja. Sedangkan penjual skala besar yang memiliki warung permanen, oleh bu Yayuk diberi jatah maksimal 60 bungkus. Ratmi hari ini hanya mengambil 20 bungkus saja, uangnya sementara ini hanya mampu membeli sebanyak itu.

[caption id="attachment_192807" align="aligncenter" width="300" caption="Bungkuh kopyor, makanan khas Gresik/http://twicsy.com/i/H6pwN"][/caption]

“Semuanya 50.000 rupiah.” Ucap wanita kurus yang melayani Ratmi.

Ratmi sontak tersadar dari lamunannya. 50.000 rupiah? naiknya 500 rupiah? Banyak sekali?

“Naik mbak? Banyak sekali naiknya.” Kata Ratmi, seolah meminta penjelasan karena uang yang dia bawa hanya menyisakan 10.000 rupiah saja kalau dia jadi membeli 20 bungkus bungkuh kopyor.

“Iya Bu, harga bahannya naik semua.” Wanita kurus itu menjawab singkat sambil membungkus pesanan Ratmi. Jawaban wanita kurus itu diiyakan oleh Ratmi. Barang kebutuhan pokok sekarang memang sedang naik, apalagi ketika puasa datang. Tapi Ratmi siang ini tidak ambil pusing dengan naiknya harga barang-barang itu. Yang dia pikirkan adalah berapa ribu dia nantinya menjual bungkuh kopyor ini nantinya ke pemburu ta’jil sore nanti. Tahun lalu, dengan harga jual 3.000 rupiah, dia sudah bisa mengambil untung 1.000 rupiah. Kalau sore nanti dia menaikkan menjadi 3.500 rupiah, dia takut para pelanggannya berpindah ke penjual bungkuh kopyor lainnya.

Ratmi mengayuh kembali sepeda onthelnya menuju lokasi biasanya dia menjual bungkuh kopyor.Di keranjang sepedanya, sudah ada 20 bungkus bungkuh kopyor yang masih hangat dan siap untuk dijual kembali. Tapi di dalam pikirannya, rasa takut kehilangan pelanggan sepertinya terus membuntuti. Sesampainya di tempat dia jualan yang lokasinya sama seprti tahun-tahun sebelumnya, Ratmi hanya bisa mendengus tak yakin. Penjual bungkuh kopyor semakin banyak, dia hitung ada kurang lebih ada 11 orang dalam satu lokasi. Padahal, tahun kemarin hanya 8 orang.

“Ya Allah Gusti, penjualnya semakin banyak. Apa terjual semua bungkuh kopyor yang aku beli ini?” Tatap Ratmi miris ke arah bungkusan besar di dalam keranjang sepeda onthelnya. Pikirannya semakin kacau, ketakutan kehilangan pelanggan semakin besar. Tapi Ratmi menyadari, dia tidak bisa terus menikmati ketakutannya. Dia harus berfikiran positif bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. Pikiran positif inilah yang membuatnya kembali bersemangat, mengatur tempatnya berjualan dan menaruh bungkuh kopyornya rapi di atas meja yang terbuat dari kayu yang mulai lapuk.

“Bismillah. Semoga hari ini rizki tidak menjauhiku.” Doa Ratmi dalam hati sambil mengelus kepala Salim dengan rasa sayang yang tinggi.

Arloji di handphone model lama milik Ratmi menunjukkan pukul tiga sore. Matahari sudah mulai memunculkan sedikit cahanya orange di barat sana. Hati Ratmi masih penuh rasa kekhawatiran yang tinggi, sampai datanglah seorang ibu separuh baya bersama anaknya turun dari motor dan berhenti tepat di tempatnya berjualan.

“Bu, bungkuh kopyornya 3 ya.” Pesan ibu tersebut tanpa ragu. Ketika mengambil uang dari dalam dompetnya, ibu seperuh baya tersebut sedikit terkejut ketika Ratmi mengatakan harganya naik 500 rupiah dibandingkan tahun kemarin.

“3.500 rupiah siji? Kok maleh mundhak?” Tanya ibu separuh baya itu terheran-heran. Mungkin, bagi dia, harga 3.500 rupiah itu tidak sebanding dengan banyaknya bungkuh kopyor dalam bungkusnya.

Anu Bu, regone bahan mundhak kabeh.” Jawab Ratmi sambil membungkus bungkuh kopyor sembari bersholawat dalam hati karena takut terkena marah.

Tapi ancen bu, aku wingi tuku degan ae isine mek banyu tok. Nggih mpun, iki duwite.” Sahut ibu paruh baya itu sambil memberikan uang 11.000 rupiah kepada Ratmi. Karena baru membuka dagangannya, tidak ada di dompetnya uang receh satu peser pun. Melihat Ratmi yang kebingungan mencari kembalian untuknya, ibu paruh baya itu menolak untuk diberi kembalian. Dengan rasa tidak enak, Ratmi mengucapkan terima kasih sembari memberikan tas kresek hitam berisi bungkuh kopyor yang sudah menjadi milik ibu itu.

“Alhamdulillah, rezeki memang tidak kemana. Semoga hari ini laris, meskipun harga bungkuh kopyor naik dan pesaingku banyak. Amin.” Ratmi kembali berdoa dalam hati, sambil menyuruh Salim merapikan sisa-sisa bungkuh kopyor yang menunggu untuk dibeli.

***

Keterangan :

Bungkuh kopyor adalah makanan khas Gresik yang selalu ramai dibeli pada saat Ramadhan. Isinya adalah bubur mutiara, potongan nangka, potongan pisang, potongan roti tawar, dan serutan kelapa yang disiram dengan santan lalu dibungkus dengan daun pisang dan dikukus.

3.500 rupiah siji? Kok maleh mundhak? = 3.500 rupiah satu? Kok jadi naik?

Anu Bu, regone bahan mundhak kabeh = Anu Bu, harga bahan naik semua

Tapi ancen bu, aku wingi tuku degan ae isine mek banyu tok. Nggih mpun, iki duwite = Tapi memang bu, saya kemaren membeli kelapa muda, isinya Cuma air saja. Ya sudah, ini uangnya

***

#Cersama adalah kependekan dari Cerita Bersama, adalah even yang dibuat oleh kami berlima yaitu Saya, Inin Nastain, vianna moenar, Elhida dan Kayana.

Inin Nastain : (Cersama) Bukan Untuk Kita

Vianna Moenar : (cersama) Berbagi dalam Kesederhanaan

Elhida : (Cersama) Takjil Kematian

Kanaya : (Cersama) Janji Ayah di Sepotong Nagasari

***

Tulisan Saya yang lain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun