Mohon tunggu...
Miss Rochma
Miss Rochma Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Semua orang yang saya kenal adalah orang yang luar biasa dalam pemikirannya sendiri. Tulisan saya dengan gaya bahasa yang berbeda? disini : http://www.mamaarkananta.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Peruntungan Bang Toyib (Beda dengan Lagu Bang Toyib)

15 Mei 2012   04:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:17 2682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bis menuju kota Malang sedang penuh-penuhnya. Tidak disangka, keputusan Toyib untuk memilih jam pemberangkatan bis pukul 1 siang, malah membuat dirinya hampir saja tidak memperoleh tempat duduk. Dia tidak tahu bahwa hari Minggu adalah hari dimana para mahasiswa yang kota asalnya bukan dari Malang, memilih untuk kembali menuju kota yang dingin itu karena hari Senin mereka sudah aktif kembali kuliah. Untungnya, tadi ada penumpang yang salah masuk bis karena mengira bis yang ditumpanginya adalah bis menuju Kediri. Peruntungan pertama bagi Toyib di siang yang gerah tapi langitnya mendung.

Dilepasnya topi yang warnanya sudah tak lagi jelas apakah itu hijau tua atau coklat, dikibas-kibaskan dekat lehernya dengan sesekali topi itu diusap ke leher untuk menghilangkan peluh. Suhu udara yang tinggi dengan sesaknya bis antar kota yang dinaikinya ini, membuat emosi marah Toyib mulai terusik. Hatinya mulai menggerutu. Duduknya tidak lagi tenang dan bergerak ke kanan ke kiri, sampai-sampai wanita tua disebelahnya mengomel pelan untuk menegur Toyib. Mendapat omelan dari wanita tua disebelahnya, mau tidak mau membuat Toyib berhenti bergerak.

Tol sudah terlewati, sekarang giliran bis yang dinaikinya melewati jalan kering di sepanjang tanggul lumpur Lapindo yang tertampung oleh batu-batu kali yang disusun rapi supaya tanggul tidak jebol. Jalan yang kering, otomatis membuat debu-debu berterbangan memasuki sela-sela jendela dan membuat sebagian penumpang menutup hidungnya supaya tidak terasa sesak di dada. Suasana ini, membuat seorang ibu muda kebingungan mendiamkan anaknya yang masih bayi yang tampak tidak nyaman. Tangis bayi yang meledak-ledak, semakin membuat Toyibmenggerutu dan mengucap sumpah serapah tapi dengan suara pelan. Tapi tak disangka, tiba-tiba tangis bayi itu berhenti. Toyib menoleh ke arah bayi tadi yang lokasinya diseberang bangku. Ternyata dia sedang menyusu. Mata Toyib terbelalak sesaat karena dia mendapat peruntungan kedua. Melihat dada ibu muda yang sedang menyusui bayinya yang tersembul dari kancing baju yang terbuka dan tidak tertutup apa-apa.

"Sial. Kenapa aku tidak bisa duduk dekat ibu itu? Coba bisa, aku mungkin akan lebih puas menikmati payudara montok itu." Toyib menggerutu dalam hati menyesali kenapa dia tidak mendapat kesempatan duduk bersebelahan dengan ibu muda itu.

Tetapi, peruntungan Toyib ini hanya bertahan sebentar. Karena si bayi hanya menyusu sekitar 10 menit saja dan dia kembali pulas di dekapan ibu muda. Memandang si ibu muda menutup kancing bajunya dan membetulkan letak bajunya yang tadi sempat berantakan, Toyib hanya bisa melengos kecewa.

"Kenapa Tuhan tidak memberiku kesempatan lebih lama lagi memandang makhluk Dia yang sungguh montok itu?" Ujar Toyib mempertanyakan 'hak'nya kepada dirinya sendiri.

Sepanjang perjalanan, Toyib berusaha memfokuskan dirinya untuk tidur dan melupakan sejenak kejadian dan peruntungan yang baru dialaminya barusan. Dan Toyib memang tertidur. Tanpa dia sadari, kepalanya bersandar di bahu wanita tua disebelahnya, sedangkan wanita tua itu berulang kali berusaha untuk menyingkirkan kepala Toyib dari bahunya.

Ketika bis melewati jembatan layang di pintu masuk kota Malang, dirinya terbangun karena kepalanya terantuk jendela bis yang keras. Matanya belum benar-benar terbuka untuk melihat pemandangan di luar jendela bis untuk memastikan sudah sampai dimana bis ini melaju. Setelah menyadari bahwa sebentar lagi dirinya sudah sampai terminal Arjosari, Malang, Toyib menegakkan punggungnya untuk memperbaiki posisi duduknya.

Bis berhenti sejenak untuk menaikkan penumpang di kawasan Lawang, kecamatan pertama di pintu masuk kota Malang. Padahal daya tampung bis ini sepertinya sudah melebihi batas karena banyaknya penumpang yang berdiri di lorong bis. Tapi, sepertinya sopir dan kondektur cuek dengan kondisi bisnya. Mungkin karena mereka kejar setoran supaya tidak kalah dengan kendaraan pribadi.

Toyib membuang nafasnya kuat untuk kesekian kalinya. Meskipun jarak rumahnya sudah tidak jauh lagi, tapi dirinya nampak tidak bersemangat. Hawa dingin kota Malang tidak mampu membebaskan perasaan senangnya dari jeratan ketidak-semangatan. Tapi, setelah seorang wanita tinggi berbadan langsing masuk ke bis dan ikut berdesakan dengan penumpang lain, perasaan senang Toyib terbebas tiba-tiba.

Bukan karena cantik atau tingginya yang Toyib lihat dari wanita itu. Tapi balutas baju warna pastel dengan rok 10cm di atas lutut itulah yang membuat Toyib tersenyum lagi. Serasa mendapat peruntungan yang ketiga.

"Coba kalau aku yang ikut berdesakan disamping wanita itu. Pasti rasanya enak sekali jika mencicipi sedikit saja bersenggolan dengan tubuh seksi itu" Ucap Toyib dalam hati dengan tidak berhenti menatap tubuh wanita tinggi itu yang jaraknya sekitar setengah meter dari tempat duduknya.

Dan peruntungan ketiga Toyib berakhir ketika bis merapat di terminal Arjosari 15 menit kemudian. Dengan langkah tersaruk-saruk, Toyib turun dari bis dan berjalan ke arah pemberhentian angkutan umum.

***

Desa Sonosari tampak sepi petang ini. Sambil menyeret kaki kirinya yang terluka permanen dengan bantuan tongkat kruk, Toyib berjalan cepat menuju rumahnya. Ya, Toyib tak lagi selincah dulu ketika kedua kekinya masih bisa berjalan normal. Toyib tak lagi berlama-lama di depan pabrik rokok hanya untuk sekedar menggoda pekerja pabrik yang masih belum kawin. Toyib tak lagi menghabiskan uang bertaninya untuk berjudi gaple. Karena dua tahun yang lalu, sebuah mobil yang melaju sangat kencang menabraknya karena oleng akibat lubang di tengah jalan.

Rumahnya yang bercat biru muda sudah terlihat jelas. Minah, istrinya, yang sedang duduk untuk mengupas bawang merah, menyambutnya dengan gemulai sekali. Seakan-akan Toyib adalah keramik mahal yang dia jaga supaya tak lagi pecah untuk kedua kalinya.

Melihat wajah Minah yang ayu khas perempuan desa, Toyib mengucapkan syukur tak terhingga. Karena Minah adalah peruntungan untuknya yang akan selalu bersama dia selama dia hidup. Tidak seperti peruntungan-peruntungan yang dia dapat tadi siang ketika dirinya naik bis jurusan Surabaya-Malang. Peruntungan yang sifatnya sebentar dan menggelapkan mata untuk lupa bersyukur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun