Mohon tunggu...
Miss Rochma
Miss Rochma Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Semua orang yang saya kenal adalah orang yang luar biasa dalam pemikirannya sendiri. Tulisan saya dengan gaya bahasa yang berbeda? disini : http://www.mamaarkananta.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mbak Arya dan Rasa Marahku

29 September 2011   05:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:31 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkenalkan teman, namaku Ardiayani. Tetapi orang tua dan beberapa teman dekatku memanggilku dengannama kecilku dulu, Diah. Aku anak kedua, dari empat bersaudara. Anak pertama dari orang tuaku namanya Arya. Karena dia memiliki kedudukan istimewa sebagai anak paling tua, aku dan adik-adikku diharuskan memanggil dia dengan sebutan ‘Mbak’. Padahal, umurku dengan dia hanya selisih 7 bulan saja. Dan kalau dibolehkan, aku hanya ingin memanggilnya dengan namanya saja tanpa embel-embel penghormatan itu. Apalagi, menurut saudara-saudara ibu bapakku, akulah yang pantas menjadi seorang kakak karena kemampuanku menyelesaikan berbagai macam pekerjaan sebagai seorang kakak yang luput diselesaikan oleh mbak Arya.

Tapi di mata ibu dan bapak, yang menjadi anak pertama dan kakak dari anak-anaknya tetaplah mbak Arya. Mungkin karena mbak Arya lebih memiliki pesona indah daripada aku. Kulitnya hitam manis dengan hidung mancung dan mata yang terlihat tajam. Senyumnya yang tidak dibuat-buat dan gaya tubuhnya yang manja di depan banyak orang, membuat banyak orang mengatakan bahwa mbak Arya adalah perempuan yang kalem. Ditambah dengan caranya berjalan dengan langkah satu-satu, membuat dia dipandang pantas sebagai salah satu kandidat putri Solo di masa yang akan datang. Mbak Arya benar-benar tahu bagaimana cara memikat hati orang lain meskipun umurnya masih 15 tahun. Berbeda dengan aku yang tomboi dan kurang memiliki kemampuan olah tubuh yang baik. Sehingga pesonaku sangat kabur jika sudah berada di dalam ruang pembicaraan tentang mbak Arya.

Tapi, banyak yang tidak tahu bagaimana mbak Arya kalau sudah menjalani kehidupannya di rumah. Berbeda sekali dengan harapan banyak orang pada dirinya. Dia adalah perempuan yang kasar pada pengemis karena menurutnya pengemis itu mengganggu waktu berdandannya. Dia kasar pada Kaila dan Rafi, duo kembar 4 tahun yang selalu mengajaknya bermain petak umpet. Kalau sedang tidak mau diganggu, bisa jadi sandal jepit terlempar mulus dari tangannya ke arah duo kembar. Dia juga manja padaku (entah karena pura-pura manja atau bagaimana) jika tidak mau mencuci baju dan menyetrika pakaiannya sendiri. Sering pula dia menentang perintah ibu dan bapak dengan macam-macam alasan sehingga dia bebas dari tugasnya sebagai anak dan sebagai remaja perempuan.

Aku heran dengan ibu dan bapak. Meskipun tahu apa yang dilakukan mbak Arya itu salah, tetap saja beliau berdua membela mbak Arya. Tampaknya, ibu dan bapak juga sudah termakan racun yang keluar dari sela-sela kulit mbak Arya yang tampak seperti madu.

Bahkan ketika mbak Arya ketahuan sudah terlambat mentruasi 3 bulan dan selalu muntah-muntah. Ketika dokter mengatakan kandungan mbak Arya sudah berusia hampir 4 bulan, ibu menyuruhnya menggugurkan kandungannya supaya dia bisa melanjutkan masa depannya seperti remaja lainnya. Mungkin ibu tidak mau melihat mbak Arya tersiksa berperan sebagai istri dari pacarnya yang bernama Rio yang belum memiliki penghasilan tetap.

“Ibu hanya ingin menyelematkanmu supaya kamu bisa seperti remaja yang lainnya, Arya.” Ucap ibu ketika itu.

Dan benar dugaanku. Yang terkena imbasnya adalah aku. Ibu melarangku berpacaran, berbeda sikapnya seperti ketika mbak Arya berpacaran dulu yang terkesan sangat membebaskan. Pernah suatu malam, aku ketahuan keluar dengan pacarku. Ketika itu malam masih menunjukkan pukul 9 dan ibu sudah menungguku di ujung gang. Saat aku turun dari motor pacarku, ibu langsung menghampiri kami dan memarahi pacarku. Bahkan handphone milikku disita dan sekarang aku tidak menjalin komunikasi apapun dengan pacarku.

Dan yang lebih parah lagi, ibu sepertinya melaporkan hubunganku dengan pacarku ke guru BK di sekolah. Kemarin, guru BK satu-satunya di sekolahku ini memanggilku dan mengajakku berbicara tentang pacarku dan gaya berpacaranku. Mekipun beliau tahu pacarku pernah mencium bibirku, tapi beliau tidak marah. Malah menjadikan peristiwa yang dialami oleh mbak Arya sebagai contoh tidak baik dan mengarahkanku untuk tidak lagi berpacaran sampai aku lulus nanti. Memang melegakan setelah bertemu dengan beliau tetapi tetap saja, ada rasa marah kalau mengingat semua ini disebabkan oleh perilaku mbak Arya.

Tapi tidak,

Aku harus bisa mengendalikan rasa marahku. Tidak lain untuk menunjukkan kalau aku layak disebut sebagai perempuan yang tidak bermuka dua dan sebagai perempuan yang mandiri dalam mengambil keputusan untuk hidupku ke depan.

Seperti kata guru BK-ku kemarin,”Tunjukkan pada orang lain, bahwa kamu pantas menjadi perempuan yang mandiri dan mempesona dengan talenta yang kamu miliki.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun