Hari Minggu ini adalah hari terakhir liburan saya setelah menjalani semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Karena tidak mau menyia-nyiakan liburan terakhir, saya dan keluarga menghabiskan hari ini dengan melancong ke padusan (pemandian) air panas di Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.
Kami berangkat pukul setengah sembilan. siang memang, karena saya dan ibu mempersiapkan makan siang untuk nanti terlebih dahulu. Hitung-hitung penghematan dan semakin mengakrabkan suasana keluarga, begitu kata ibu. Kami juga mempersiapkan baju ganti, karena berniat mandi disana. Hawa dingin beberapa hari terakhir membuat kami tergiur untuk menghabiskan siang kami nanti berendam di Pacet. Setelah semua yang kami butuhkan telah masuk dalam mobil, kami pun segera berangkat.
Perjalanan kami terbilang lancar dari Gresik menuju Mojokerto. Tetapi setelah sampai di desa Warugunung, Kecamatan Pacet, macet sudah mulai terlihat. Padahal pemandian masih berjarak sekitar 10 km lagi. Ternyata, di desa tersebut ada yang tempat wisata yang hampir mirip dengan Jatim Park yang ada di Malang. Keluar masuknya kendaraan bermotor di tempat wisata tersebut membuat perjalanan wisatawan yang menuju ke pemandian Pacet jadi terhambat karena jalan utama yang menuju ke pemandian Pacet terbilang sempit. Setelah terlepas dari macet di Warugunung, kami terjebak macet lagi di pintu masuk pemadian Pacet. Padahal, dari tempat dimana mobil kami berhenti sampai ke pintu masuk pemandian, hanya berjarak 1 km. Mobil dan sepeda motor berebut mendahului sedangkan pihak berwajib yang bertugas mengatur jalan hanya beberapa orang saja. hampir setengah jam mobil kami berhenti tanpa bisa bergerak sama sekali.
Macetnya perjalanan kami di kilometer terakhir/Miss Rochma.doc
Setelah berhasil keluar dari macet dan memarkir mobil, kami berjalan sedikit untuk menuju pemandian dan tarrrraaaaa... sampailah kami di pintu masuk.
Dari pintu masuk, kami masih harus berjalan lagi (lagi??) untuk sampai di pemandian. Selama perjalanan menuju pemandian, banyak kios yang menjual kebutuhan perut. Kebutuhan perut yang kami maksud seperti ketela rambat, sayur-sayuran, bumbu masak, gorengan, dan kios makanan. Waktu tempuh perjalanan kami sekitar 10 menit. Lama juga karena kami berjalannya agak santai dan harus berjubel dengan banyak orang yang juga menuju ke pemandian. Setelah membeli tiket masuk pemandian yang harganya 5ooo rupiah, kami segera masuk lokasi pemandian dengan hati bergembira karena segera merasakan hangatnya air belerang yang ada disini. Tapi apa yang terjadi?
Putus asa rasanya kami sudah. Ramenya melebihi pasar malam. Kolam air dingin penuh, kolam air panas yang jumlah ada 6 juga penuh. Hanya ujung kaki yang sempat mencicipi hangatnya kolam air hangat. Orang-orang tampaknya masih merindukan suasana alam yang asli untuk menghilangkan stres karena rutinitas sehari-hari mereka. Apalagi ketika liburan akan berakhir seperti sekarang ini. Karena sudah tidak ada niatan lagi untuk berendam, kami semua bergegas keluar dari area pemandian menuju mushola karena waktu sholat dhuhur sudah datang. Dan waktunya kami untuk mencicipi makanan yang tersedia disana setelah kami berfoto-foto sebagai kenangan.
Ada satu makanan yang dinanti-nanti sama suami, yaitu ote-ote. Jajanan yang tegolong gorengan ini terbuat dari tepung yang dicampur dengan beberapa sayur seperti wortel dan kecambah. Kata suami sich enak, ternyata memang iya. Tapi yang bikin kami ketawa sendiri adalah bentuk dari ote-ote yang kami makan tadi. Biasanya, bentuk ote-ote itu bundar separuh, seperti bola yang dibagi dua. Kalau disini, bentuknya sich memang bulat, seperti bentuk sendok sayur. Tapi ternyata, tidak penuh karena ketika mencetaknya sudah dipenyet dengan menggunakan sendok sayur yang lainnya. Dan pintarnya penjual, menata ote-ote itu dengan dibalik sehingga membentuk persepsi kami bahwa ote-ote itu bentuknya bundar separuh bukan bundar separuh yang "kosong" alias cekung. Soal harga, kami memilih membeli 13 biji seharga 10.000 rupiah daripada membeli 6 biji seharga 5000 rupiah.