Mohon tunggu...
Misna sahara
Misna sahara Mohon Tunggu... Konsultan - Misna sahara batubara sebagai mahasiswa uin jakarta

Misna sahara Kototinggi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Simulasi Islamic Forward Agreement pada Pembiayaan Valas Bank Syariah di Indonesia

17 Juni 2021   20:31 Diperbarui: 17 Juni 2021   20:52 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

islamic forward agreement pada pembiayaan valas bank syariah di Indonesia menunjukan bahwa bank syariah akan mendapatkan keuntungan (gain) jika melakukan islamic forward agreement. Namun, penerapan transaksi islamic forward agreement dilakukan pada kondisi tertentu saja, yaitu pada saat terjadi krisis yang ditandai dengan nilai tukar yang fluktuatif, sedangkan pada saat kondisi perekonomian stabil transaksi hedging tidak perlu dilakukan.

Dari hasil analisis simulasi penerapan

transaksi islamic forward agreement pada pembiayaan valas dan analisis komparasi dari setiap acuan premi yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa acuaan premi yang tepat bagi bank syariah dalam melakukan islamic forward agreement adalah tingkat imbalan FASBIS. Hasil analisis, FASBIS merupakan fasilitas simpanan yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada bank untuk menempatkan dananya

di Bank Indonesia dalam rangka standing facilities . Dari penempatan dana tersebut bank mendapatkan imbalan FASBIS dengan tingkat imbalan FASBIS yang ditentukan oleh Bank Indonesia yang mengacu pada FASBI. Ini berarti acuan premi tingkat imbalan FASBIS merupakan policy rate instrument bukan market driven sebagaimana acuan premi yang lain. Berdasarkan kondisi tersebut, tingkat imbalan FASBIS bukanlah acuan premi yang ideal karena nilainya tidak ditentukan oleh pasar (market driven). Oleh karena itu, penggunaan acuan premi tingkat imbalan FASBIS tidak selalu direkomendasikan di dalam meghitung rate forward pada transaksi islamic forward agreement. Namun, jika dibandingkan dengan menggunakan acuan premi yang berbasis konvensional, acuan premi tingkat imbalan FASBIS dapat menjadi option bagi bank syariah dan pelaku bisnis untukmenghitung rate forward pada transaksi islamic forward agreement. Tenor yang tepat dalam melakukan islamic forward agreement pada bank syariah adalah 6 bulan. Namun, penerapan transaksi hedging dengan jangka waktu 6 bulan tidak disarankan untuk selalu digunakan. Jangka waktu 6 bulan ini dapat digunakan secara temporary hanya pada saat-saat tertentu. Dari hasil analisis simulasi penerapan transaksi islamic forward agreement pada pembiayaan valas dan analisis komparasi setiap kombinasi acuan premi dan tenor yang telah dilakukan pada saat krisis yang ditandai dengan pergerakan nilai tukar yang fluktuatif,maka dapat disimpulkan bahwa transaksi islamic forward agreement perlu diterapkan pada saat terjadinya krisis ekonomi global. Penerapan hedging yang tepat pada tahun 2009 yaitu hedging dengan jangka waktu pendek yaitu 3 atau 6 bulan. Untuk tahun 2010 Penerapan hedging yang tepat yaitu hedging dengan jangka waktu panjang atau 12 bulan. Walaupun nilai tukar telah menurun pada tahun 2010, tetapi dampak dari krisis tahun 2009 masih

mempengaruhi tahun 2010 ini. Dengan mengetahui kondisi yang terjadi pada tahun-tahun krisis, maka dapat menjadi gambaran atau karakteristik untuk tahun tahun berikutnya terkait penggunaan strategi hedging yang tepat bagi bank syariah. Rekomendasi kebijakan yang dapat diajukan berdasarkan hasil simulasi penerapan islamic forward agreement pada bank syariah di Indonesia yaitu, penggunaan transaksi hedging khususnya islamic forward agreement direkomendasikan untuk digunakan oleh pelaku bisnis dan perbankan syariah dalam rangka memitigasi risiko kerugian fluktuasi nilai tukar. Selain itu, juga dapat diajukan rekomendasi kebijakan terkait acuan premi Dan tenor yang tepat yaitu acuan premi tingkat imbalan FASBIS dengan tenor 6 bulan. Meskipun demikian, regulator dalam hal ini OJK dan BI dapat tetap memberikan keleluasaan bagi bank syariah untuk mencari acuan premi yang tepat pada transaksi valasnya yang berbasis pada market driven dan berdasarkan prinsip syariah. Untuk penerapan transaksi islamic forward agreement, direkomendasikan melakukannya pada kondisi tertentu saja, yaitu pada saat terjadi krisis yang

ditandai dengan nilai tukar yang fluktuatif, sedangkan pada saat kondisi perekonomian stabil transaksi hedging tidak perlu dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun