Mohon tunggu...
Juli Dwi Susanti
Juli Dwi Susanti Mohon Tunggu... Editor - Guru-Dosen-Penulis-Editor-Blogger

Menulis adalah sedekah kebaikan Yang menjadi obat, therapy, Dan berbagi pengalaman hidup untuk manfaat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Matematika Itu...

18 Februari 2015   02:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:00 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Matematika itu seperti mengurai benang kusut , jika kita berprasangka susah sejak awal , maka langkah mudahnya adalah menggunting pada bagian yang kusut atau membuangnya . Namun bila kita berprasangka mudah, walaupun matematika itu tidak mudah, paling tidak masih ada kemauan untuk mencoba dan belajar . Mau bersabar pada proses penyelesaiannya , ulet hingga soal terurai dan mulai menemukan titik jawabanya , disiplin pada langkah langkah secara konsep penyelesaiannya , Tangguh untuk terus mencari jalan / cara lain hingga selesai , Tuntas hingga tiba pada hasil jawabannya . Itu akan tercermin dalam menghadapi kehidupan sehari hari . Itu yang kurasakan dan kutemukan dalam perjalananku mengajar Matematika setelah sekian lama . Betul betul itu baru kurasakan mulai tahun 2004 hingga kini ,  setengah perjalananku mengajar matematika  . Setelah secara serius mendalami, menerapkan dan mengajar matematika . Apalagi bila ditunjang kemauannya untuk belajar dan menyukai  matematika dengan kesulitannya ! itu berarti  suka dengan sebuah tantang atau menghadapi tantangan . So sudahkah anak kita terbentuk pembiasaan seperti itu ?

Selain itu guru  dan latar belakang  matematika kita juga ternyata berpengaruh ! mengapa ?  contoh , bila di SD siswa menyukai matematika dan guru bisa membuat siswa menyukai matematika itu akan menjadi pondasinya untuk menyukai matematika hingga dewasa . Atau sebaliknya bila tidak suka atau mendapatkan guru yang tidak membuatnya bersemangat terhadap matematika , akhirnya yang terjadi adalah say no for mathematic forever .

Pengalamanku memegang matematika di SD selama 6 tahun betapa guru SD sebenarnya memegang peranan penting untuk siswa menyukai matematika . dan itu adalah kolaborasi antara guru kelas 1 dan 2 sebagai awalan . Dikelas 1 sebagai peralihan dari TK bila siswa sudah mau diajak asyiik berhitung akan memompa semangatnya dikelas 2 nya , dan perkalian di akhir kelas 2 ( untuk kurikulum KTSP ) yang betul betul kuat ,akan jadi bekal bagi pondasinya mengenal perkalian ke bawah dan pembagian porogapit . Dan peranan orang tua dirumah juga sangat menentukan . Bila orang tua mau bekerja sama dan meluangkan sedikit saja . saya yakin akan keberhasilan siswa disekolah . Namun terkadang tidak sedikit orang tua yang menyerahkan matematika siswa pada guru les atau guru disekolah . Padahal tidak semua guru mampu jika bekerja sendiri terlebih menghadapi sendiri siswa dikelas . Tidak seperti di luar negri sana yang gurunya 2 orang dikelas . Disini bisa 1 saja sudah bagus . . . apalagi di pelosok yang gurunya masih kurang

Pengalaman saya mengajar di kelas anak remaja sekarang betapa peranan dan latar belakang siswa belajar matematika di SD / SMP sebelumnya itu sangat berpengaruh . Kalau ada pondasi kuat penjumlahan pengurangan perkaliannya , inshaallah lebih mudah mengasahnya untuk lebih baik lagi . Walau tidak sedikit juga yang baru tertarik setelah saya mengajarkan betapa mudah memahami matematika jika ada kemauan tentu dengan kedisiplinan di awal .

Sebagian besar menganggap bahwa guru matematika itu killer , sebenarnya itu tergantung sudut pandang siswa . Jika itu dipandang sebagai galaknya guru dan tekanan dari kemalasannya diawal ya yang terjadi ketakutan demi ketakutan , Tapi kalau itu dianggap sebagai kedisiplinan inshaallah jadi semangatnya untuk lebih baik lagi . Saya ingat justru saya mulai tertarik pada matematika hingga membuat saya mau menjadi guru matematika adalah karena guru SMA saya diawal kelas 1 SMA  saya dianggap killer oleh teman teman saya , tetapi buat saya malah bagus . Kenapa , ketika masuk kelas yang biasanya gaduh dan ramai , mendadak hening dan semua menyimak . Sehingga keuntungan saya untuk bisa memahami karena kelas hening tanpa ditingkahi suara /kegaduhan . Bagusnya guru tersebut simple mengajarnya dengan contoh sehingga mudahlah saya untuk memahami . Memang tidak semua anak mampu seperti aku menemukan matematika . Tapi yakinlah nak , matematika itu asyiiik bagaimana kita mampu menyikapinya

So buat guru yuk terus berinovasi untu membuat siswa tertarik matematika , dan untuk siswa ayo mulai dengan kesadaran belajar . Jangan menunggu , dengan atau tanpa guru yakinlah kalian bisa . Karena saya yakin setiap anak itu pasti punya mutiara terpendam keberhasilan. Tinggal masalahnya , mau atau tidak ?. . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun