Mohon tunggu...
Misbahul Ulum
Misbahul Ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Amatir

Juru ketik, anak petani tulen, mantan karyawan negara.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Omnibus Law Cipta Kerja, Untuk Siapa?

12 Oktober 2020   14:45 Diperbarui: 12 Oktober 2020   14:57 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menanggapi gelombang demontsrasi menolak disahkannya UU Cipta kerja, ada beberapa pejabat termasuk anggota DPR RI yang akhirnya menyuruh masyarakat untuk membaca UU Ciptakerja secara utuh, sebelum memutuskan ikut demonstrasi, agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.

Begini ya, Bapak Ibu sekalian. Masyarakat itu urusannya banyak, harus kerja cari duit, harus ngurus anak dan keluarga, serta harus bersabar menghadapi kondisi yang semakin sulit. Jadi, jangan tuntut masyarakat untuk membaca UU Ciptakerja secara utuh, itu MUSTAHIL. 

Saya juga tidak yakin, ratusan anggota DPR RI yang setuju UU Ciptakerja pada Paripurna lalu benar-benar sudah membaca secara utuh. Bagi saya, sikap NU dan Muhammadiyah yang secara tegas menolak UU Ciptakerja cukup menjadi alasan bagi masyarakat untuk juga melakukan penolakan, tanpa harus membaca draft UU secara utuh.

Sejak awal, penolakan terhadap RUU Ciptakerja ini sudah disuarakan oleh berbagai pihak. Namun, DPR RI seolah tidak peduli, pembahasan jalan terus. Seolah ada kekuatan besar di belakangnya.

Untuk Pemodal Besar?

Paling tidak ada dua alasan UU ini patut dicurigai sebagai UU yang pro pemodal besar.

Pertama, dari sisi durasi pembahasan, RUU Ciptakerja ini dibahas dan kemudian disahkan dalam waktu yang sangat singkat. Tidak tahu kenapa DPR (dalam hal ini Badan Legislasi) tiba-tiba "sangat rajin" dan bersemangat untuk segera meloloskan RUU Ciptakerja. Saking semangatnya, pembahasannya juga dilakukan di hari sabtu yang seharusnya hari libur, aneh. 

Apakah ada yang salah jika DPR tiba-tiba rajin? Tentu tidak, justru itu adalah budaya yang sangat baik. Yang jadi masalah adalah DPR hanya "rajin dan bersemangat" untuk RUU Ciptakerja saja, bukan untuk RUU yang lain.

Masih ingat dengan pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang mandeg sampai hari ini? Kenapa DPR tidak semangat membahasnya seperti RUU Ciptaker? Padahal, RUU Larangan Minuman Beralkohol itu masuk Prolegnas Prioritas tahun 2020 ini. Lagi-lagi, ada semacam kekuatan besar di belakang RUU Ciptakerja.

Kedua, dari sisi substansi sudah banyak organisasi masyarakat dan akademikus yang memberikan analisa dan menyarankan agar RUU Ciptakerja ini dihentikan dan dicabut dari Prolegnas. Namun, DPR dan Pemerintah tetap saja melanjutkan pembahasan. Lagi-lagi ada semacam kekuatan besar di belakangnya.

Saat ini RUU sudah disahkan, penolakan semakin besar. Di tengah kondisi ini, muncul pernyataan; "kalau tidak setuju dengan UU Ciptakerja ini, silahkan gugat di MK". Bagi saya ini semakin aneh, mestinya kalau sudah terjadi penolakan di awal pembahasan, ya jangan buru-buru disahkan, buang-buang uang saja. Parahnya, dengan enteng melempar bola panas ke MK, itu bisa menjadi tradisi legislasi yang buruk.

Kecewa

Saya yakin, banyak yang kecewa dengan DPR, Pemerintah, dan juga Partai Politik. Perselingkuhan antara eksekutif dan legislatif akhirnya melahirkan keputusan yang tidak bijak. Sarat kepentingan pemodal besar.

Awalnya saya pikir Pak Presiden akan tampil memberikan pernyataan saat demonstrasi sudah mengarah ke tindakan anarkis. Tapi ternyata tidak, Pak Presiden justru terbang ke Kalimantan untuk melaksanakan kunjungan. Sudah sejak lama diagendakan sehingga tidak bisa dibatalkan, begitu alasanya. Walaupun sebenarnya terkesan sebagai alasan yang sangat normatif dan prosedural.

Harapan untuk membatalkan RUU Ciptakerja serasa semakin menemukan jalan buntu saat Pak Menkopolhukam justru melakukan konferensi pers yang ternyata tidak menjawab tuntutan dan aspirasi para demonstran. Negara yang seharus memberikan jawaban tiba-tiba hadir sebagai pihak yang berlawanan dengan para penolak Omnibus Law. Lengkap sudah.

Sekarang, tinggal tersisa dua jalan. Presiden mengeluarkan Perppu untuk mencabut UU Ciptakerja atau masyarakat melakukan Judicial Review ke Mahkamah konstitusi. Namun, melihat respon pemerintahan saat ini, termasuk respon Pak Jokowi. Saya sangat ragu kalau Pak Presiden akan mengeluarkan Perppu. Nyaris mustahil.

Akhirnya, jalan terakhir adalah Judicial Review ke MK. Walaupun tentunya membutuhkan proses yang tidak sebentar. Apalagi jika ditambah dengan berbagai tekanan politik, tidak hanya prosesnya yang lama, bisa-bisa Judicial Review juga ditolak. Semoga kekhawatiran ini tidak terjadi.

Oh iya, paling akhir, jangan lupa kita berdoa bersama agar segudang masalah yang saat ini sedang tumpah ruah di negeri kita tercinta, segera menemukan jalan keluar. Semoga Tuhan menyertai dan memberkahi kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun