Telah kita hitung waktu,
seperti langkah-langkah kecil yang pelan,
berjalan dalam sunyi lorong usia.
Rindu ini tumbuh,
seperti pohon yang tak pernah berhenti
menanti hujan di musim kemarau.
Di sudut rumah,
ada doa yang kita anyam tiap pagi
dan bisik kecil yang melintasi malam.
"Kapan?" tanya angin pada daun-daun,
sementara kita tersenyum,
menyembunyikan gemuruh yang patah.
Aku melihat matamu,
seperti telaga yang luas tanpa batas,
tak henti-hentinya memantulkan cahaya sabar.
Kita tidak mengukur cinta dari angka,
tapi dari detak-detak kecil yang tetap hidup,
walau jarak itu masih jauh.
Bukankah Tuhan lebih tahu?
Ia menanamkan sesuatu di rahim waktu,
yang akan lahir pada hari paling sunyi,
dan kita akan menggenggamnya
seperti embun pertama
yang jatuh pada dedaunan.
Sampai hari itu tiba,
kau dan aku akan terus berjalan,
menebarkan harapan seperti benih,
berbisik pada bumi,
"Sabarlah, kasih,
semesta sedang belajar memeluk kita."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI