Waktu berjalan tanpa suara,
melintasi pagi, menyusuri malam.
Ia tak pernah kembali,
tak peduli berapa banyak kau memanggilnya.
Orang-orang cerdas tahu,
bahwa mencemaskan pendapat orang lain
hanya membangun dinding yang tak kasat mata.
Mereka melangkah di jalan sunyi,
berdansa dengan keberanian mereka sendiri.
Gosip berbisik di sudut-sudut,
seperti daun kering yang beterbangan.
Namun mereka memilih diam,
membiarkan angin membawa suara itu pergi.
Karena mereka tahu, kata-kata tajam
bisa mengiris hubungan yang telah lama terajut.
Masa lalu sering mengetuk,
menggenggam pergelangan tangan kita
dan menarik kita ke lorong kenangan.
Namun mereka berkata,
"Maaf, aku harus pergi,
aku punya masa depan untuk ditemui."
Ada kata "ya" yang begitu ringan,
seperti bulu burung yang terbang ke langit.
Tapi mereka paham,
terlalu banyak "ya" bisa membebani sayap mereka.
Mereka belajar mengatakan "tidak"
tanpa rasa bersalah,
menjaga ruang bagi mimpi-mimpi mereka.
Menunda adalah senja yang enggan berlalu,
mengulur malam, menahan pagi.
Namun mereka memilih cahaya,
menghadapi hari,
menyelesaikan tugas sebelum ia menjadi bayangan panjang.
Waktu adalah doa yang tak bersuara,
berlari di antara helaan napas.
Mereka yang cerdas tahu,
waktu adalah puisi,
dan setiap kata harus dipilih dengan hati-hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H