Namun, penurunan harga yang berkelanjutan adalah pertanda bahwa ekonomi sedang melemah. Apa yang terlihat menguntungkan bagi konsumen, sebenarnya bisa menjadi bencana bagi produsen dan perekonomian secara keseluruhan.
Bahaya Inflasi dan Deflasi
Bahaya dari inflasi dan deflasi sama-sama nyata, namun efeknya berbeda. Dalam situasi inflasi, konsumen tanpa sadar menjadi "miskin."Â
Hal ini terjadi ketika pendapatan tetap sama, namun harga barang dan jasa meningkat.Â
Contohnya, jika gaji Anda Rp3 juta per bulan, tapi harga barang-barang kebutuhan naik, maka daya beli Anda menurun.Â
Pengeluaran meningkat tanpa diiringi kenaikan pendapatan, sehingga orang semakin sulit untuk menabung atau membelanjakan uang mereka secara efisien.
Namun, deflasi membawa ancaman yang berbeda dan bahkan lebih besar. Ketika harga barang terus turun, hal ini menandakan bahwa daya beli masyarakat melemah.Â
Produsen harus menurunkan harga agar produk mereka terjual, tetapi jika permintaan tetap rendah, mereka masih akan mengalami kerugian meski harga sudah dipotong.Â
Akibatnya, perusahaan-perusahaan akan mengambil langkah-langkah efisiensi untuk menekan biaya, yang sering kali berarti pengurangan tenaga kerja atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Dampak Makroekonomi dari Deflasi
Dalam kondisi inflasi, produsen justru mendapatkan keuntungan karena harga jual yang lebih tinggi.Â
Mereka dapat meningkatkan produksi dan membuka lapangan pekerjaan baru, yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.Â
Meskipun inflasi membuat konsumen "miskin," secara makroekonomi hal ini tidak selalu buruk, asalkan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.