Artinya, jika Anda merenovasi rumah dengan biaya Rp 100 juta, maka hanya Rp 20 juta yang dikenakan PPN sebesar 11%. Hasilnya, jumlah pajak yang harus dibayar adalah Rp 2,2 juta.
Namun, jika tarif PPN dinaikkan menjadi 12% pada tahun depan, maka tarif PPN KMS juga akan naik menjadi 2,4%.Â
Kenaikan ini mungkin tampak kecil, namun bagi renovasi skala besar, perbedaan tarif ini bisa berdampak signifikan terhadap total biaya renovasi.
Renovasi Rumah: Kapan Harus Membayar Pajak?
Meskipun aturan PPN KMS sudah ada sejak lama, tidak semua renovasi rumah dikenakan pajak. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar renovasi tersebut dikenakan PPN.Â
Pertama, bangunan yang direnovasi harus memiliki luas minimal 200 meter persegi. Ini berarti jika rumah Anda memiliki luas di bawah 200 meter persegi, maka renovasi yang Anda lakukan tidak akan dikenai pajak.
Selain itu, bangunan yang terkena PPN KMS harus menggunakan konstruksi utama dari material seperti kayu, beton, baja, atau batu bata.Â
Bangunan yang lebih sederhana, atau yang menggunakan bahan material alternatif, mungkin tidak termasuk dalam kriteria ini. Pajak ini juga hanya dikenakan jika renovasi dilakukan untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal atau kegiatan usaha.
Renovasi atau Beli Rumah Baru: Mana yang Lebih Menguntungkan?
Dengan biaya renovasi yang tidak sedikit, banyak orang mulai bertanya-tanya, mana yang lebih menguntungkan: melakukan renovasi atau membeli rumah baru? Kedua pilihan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Membeli rumah baru biasanya menawarkan kemudahan dalam hal fasilitas dan infrastruktur.Â
Rumah baru sering kali dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan modern, seperti sistem pendingin ruangan yang lebih efisien, material yang lebih tahan lama, dan desain yang lebih fungsional.Â
Selain itu, pemilik rumah baru tidak perlu khawatir tentang biaya renovasi dalam beberapa tahun pertama karena rumah tersebut biasanya masih dalam kondisi optimal.