Belakangan ini, istilah "Marriage is Scary" mulai populer dan menjadi tren di berbagai platform media sosial.Â
Para pengikut tren ini, mayoritas dari mereka wanita, berbagi kisah dan alasan mereka merasa takut untuk memasuki pernikahan.Â
Fenomena ini menimbulkan diskusi yang lebih luas tentang pernikahan di era modern, terutama tentang mengapa banyak orang merasa enggan atau bahkan takut untuk berkomitmen dalam hubungan jangka panjang.
Namun, apakah pernikahan benar-benar menakutkan seperti yang diklaim oleh banyak orang? Atau ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan?Â
Alasan di Balik Ketakutan Menikah: Perspektif "Marriage is Scary"
Dalam tren "Marriage is Scary", banyak wanita berbagi pengalaman dan alasan pribadi mengapa mereka ragu untuk menikah.Â
Konten-konten yang dibagikan biasanya berisi kekhawatiran tentang pasangan yang tidak setia, ketidakseimbangan peran dalam rumah tangga, dan hubungan yang buruk dengan mertua.Â
Ketakutan-ketakutan ini cukup bervariasi, dari yang sepele hingga yang lebih serius.
Beberapa alasan yang paling sering muncul antara lain:
1. Menikahi Pria yang Selingkuh
Salah satu ketakutan terbesar yang diungkapkan oleh para wanita adalah khawatir menikahi pria yang tidak setia.Â
Kasus perselingkuhan dalam pernikahan telah banyak dibicarakan di media sosial, sehingga semakin banyak wanita yang ragu untuk mempercayai pasangan mereka.Â
Ketakutan ini diperparah oleh pengalaman orang lain yang mengalami perselingkuhan, baik di dunia nyata maupun melalui cerita yang tersebar secara viral.
Kasus perselingkuhan bukan hanya merusak kepercayaan dalam hubungan, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional pasangan yang dikhianati.Â
Dengan munculnya banyak kisah tragis ini, tidak heran jika perselingkuhan menjadi salah satu ketakutan utama yang membuat banyak wanita berpikir ulang untuk menikah.
2. Pasangan yang Tidak Membantu Pekerjaan Rumah
Ketakutan lain yang sering diungkapkan dalam tren ini adalah ketidakseimbangan dalam pembagian peran rumah tangga.Â
Banyak wanita merasa khawatir bahwa setelah menikah, beban pekerjaan rumah akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka.Â
Di beberapa budaya, terutama di Indonesia, ada anggapan bahwa pekerjaan rumah adalah "tugas wanita", meskipun saat ini banyak wanita juga bekerja di luar rumah.
Ketidakseimbangan ini menciptakan tekanan tambahan bagi wanita yang harus menjalankan peran ganda sebagai pencari nafkah dan pengurus rumah.Â
Ketakutan ini semakin diperkuat oleh pengalaman banyak orang yang melihat bagaimana orang tua mereka, terutama ibu, harus menanggung beban rumah tangga sendiri tanpa banyak bantuan dari suami.
3. Hubungan yang Buruk dengan Mertua
Salah satu ketakutan yang juga banyak diungkapkan oleh wanita adalah kekhawatiran terhadap hubungan dengan mertua, terutama ibu mertua.Â
Dalam banyak kasus, hubungan yang kurang baik dengan mertua dapat menyebabkan stres dalam pernikahan. Wanita takut jika mertua tidak menyukai mereka atau sering menyalahkan mereka dalam berbagai situasi.
Kisah-kisah tentang menantu yang disalahkan atau direndahkan oleh mertua kerap menjadi bahan pembicaraan di media sosial.Â
Hal ini memperkuat stigma bahwa hubungan dengan mertua bisa menjadi salah satu sumber masalah dalam pernikahan.
4. Pasangan yang Berubah Setelah Menikah
Fenomena yang disebut sebagai "Green Flag saat Pacaran, Red Flag saat Menikah" juga menjadi bagian dari alasan mengapa banyak wanita takut menikah.Â
Beberapa orang merasa bahwa pasangan mereka menunjukkan sifat-sifat positif selama masa pacaran, tetapi setelah menikah, sifat-sifat negatif pasangan mulai terlihat.Â
Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa setelah menikah, pasangan akan berubah menjadi orang yang berbeda dan tidak sesuai dengan ekspektasi.
Ketakutan ini bukan hanya tentang perubahan sikap, tetapi juga perubahan dalam komitmen dan tanggung jawab.Â
Wanita khawatir bahwa pasangan yang sebelumnya penuh perhatian dan peduli bisa berubah menjadi acuh tak acuh atau bahkan abusive setelah memasuki kehidupan pernikahan.
Data Pernikahan di Indonesia: Tren Penurunan Jumlah Pernikahan
Selain ketakutan-ketakutan pribadi yang diungkapkan dalam tren "Marriage is Scary", data statistik juga mendukung fenomena ini.Â
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat penurunan signifikan dalam jumlah pernikahan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.Â
Menurut Statistik Indonesia 2024, jumlah pernikahan di Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis, terutama dalam tiga tahun terakhir.
Penurunan Angka Pernikahan
Penurunan paling tajam terjadi antara tahun 2021 hingga 2023, dengan penurunan sebanyak dua juta pernikahan. Penurunan ini tidak hanya terjadi di satu wilayah, tetapi di hampir seluruh daerah di Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh penurunan di berbagai wilayah:
- DKI Jakarta: Penurunan sebanyak 4.000 pernikahan
- Jawa Barat: Penurunan sebesar 29.000 pernikahan
- Jawa Tengah: Penurunan sebesar 21.000 pernikahan
- Jawa Timur: Penurunan sebesar 1.000 pernikahan
Data ini menunjukkan bahwa semakin banyak orang, khususnya di wilayah padat penduduk, yang memilih untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan.
Tren Pernikahan dalam Enam Tahun Terakhir
Jika kita melihat tren pernikahan dalam enam tahun terakhir, penurunan ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2018. Pada tahun tersebut, angka pernikahan di Indonesia tercatat sebesar 2,16 juta.Â
Namun, angka ini terus menurun hingga mencapai 1,57 juta pada tahun 2023. Penurunan ini mencerminkan perubahan besar dalam pandangan masyarakat Indonesia terhadap pernikahan, yang mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, dan budaya.
Penyebab Perceraian di Indonesia: Faktor-Faktor Utama
Selain penurunan jumlah pernikahan, tingginya angka perceraian di Indonesia juga menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang takut menikah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, terdapat lima penyebab utama perceraian di Indonesia:
1. Perselisihan dan Pertengkaran Terus-Menerus
Perselisihan dan pertengkaran yang tidak kunjung selesai menjadi penyebab utama perceraian di Indonesia. Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 251.828 kasus perceraian yang disebabkan oleh konflik yang berkelanjutan.Â
Ini menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk dan ketidakmampuan untuk menyelesaikan konflik secara konstruktif dapat merusak hubungan pernikahan secara signifikan.
2. Masalah Ekonomi
Masalah ekonomi menjadi penyebab kedua terbesar perceraian di Indonesia, dengan total 108.488 kasus pada tahun 2023. Tekanan finansial sering kali menimbulkan stres dalam hubungan pernikahan.Â
Ketika pasangan tidak dapat mengatasi masalah keuangan bersama, ini dapat menyebabkan ketegangan yang pada akhirnya berujung pada perceraian.
3. Meninggalkan Salah Satu Pihak
Sebanyak 34.322 kasus perceraian disebabkan oleh salah satu pihak yang meninggalkan pasangannya, baik secara fisik maupun emosional. Ketidakhadiran ini membuat hubungan menjadi rapuh, terutama jika salah satu pasangan merasa diabaikan.
4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga, baik fisik maupun emosional, merupakan salah satu penyebab perceraian yang signifikan.Â
Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 5.174 kasus perceraian disebabkan oleh KDRT. Kasus-kasus ini menunjukkan betapa berbahayanya kekerasan dalam rumah tangga bagi kesehatan dan keselamatan pasangan.
5. Mabuk dan Penyalahgunaan Alkohol
Penyalahgunaan alkohol juga menjadi penyebab perceraian, dengan 1.752 kasus perceraian pada tahun 2023.Â
Penyalahgunaan alkohol dapat menyebabkan perilaku agresif, pengabaian tanggung jawab, dan masalah kesehatan yang berdampak negatif pada hubungan pernikahan.
Menyikapi Ketakutan Terhadap Pernikahan
Ketakutan yang muncul sehubungan dengan pernikahan bisa dipahami. Namun, penting untuk menekankan bahwa pernikahan juga bisa menjadi sumber kebahagiaan dan dukungan yang luar biasa. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi ketakutan tersebut:
1. Pendidikan dan Komunikasi
Salah satu cara terbaik untuk mengatasi ketakutan terhadap pernikahan adalah dengan edukasi.Â
Belajar tentang pernikahan yang sehat, cara mengatasi konflik, dan keterampilan komunikasi yang baik dapat membantu pasangan membangun fondasi yang kuat.Â
Terbuka mengenai harapan, ketakutan, dan kekhawatiran satu sama lain dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung dan aman.
2. Konseling Pra-Nikah
Mengambil langkah untuk mengikuti konseling pra-nikah juga dapat sangat membantu.Â
Sesi ini dapat memberikan kesempatan bagi pasangan untuk membahas isu-isu penting sebelum menikah, termasuk perbedaan nilai, harapan, dan cara menyelesaikan konflik.Â
Hal ini membantu mempersiapkan pasangan untuk tantangan yang mungkin muncul setelah menikah.
3. Memilih Pasangan yang Tepat
Salah satu langkah paling penting untuk mengatasi ketakutan menikah adalah memilih pasangan yang tepat.Â
Memahami karakter dan nilai-nilai pasangan, serta kemampuan mereka untuk berkomunikasi dan menyelesaikan konflik, sangat penting. Jangan hanya terbuai oleh romantisme; penting untuk melihat keseriusan dan tanggung jawab pasangan dalam hubungan.
4. Mempertahankan Kemandirian
Walaupun menikah berarti berbagi hidup dengan orang lain, menjaga kemandirian dan identitas diri tetap penting.Â
Menjaga hobi, persahabatan, dan minat pribadi dapat membantu menjaga keseimbangan dalam pernikahan dan mengurangi tekanan yang dirasakan.
5. Mengelola Harapan
Terakhir, penting untuk mengelola harapan. Tidak ada pernikahan yang sempurna, dan tantangan pasti akan muncul.Â
Memahami bahwa setiap hubungan membutuhkan usaha dan komitmen dapat membantu pasangan untuk tidak cepat putus asa saat menghadapi masalah.
Kesimpulan: Apakah Pernikahan Benar-Benar Menakutkan?
Fenomena "Marriage is Scary" mencerminkan ketakutan yang dirasakan banyak wanita terhadap pernikahan. Namun, perlu diingat bahwa setiap hubungan dan pernikahan adalah unik.Â
Ketakutan-ketakutan yang muncul bisa dihindari dengan pemahaman yang lebih baik tentang pasangan, komunikasi yang terbuka, dan kesiapan emosional.
Pernikahan tidak perlu menjadi hal yang menakutkan jika kita dapat memahami dan mengelola ekspektasi serta tantangan yang mungkin muncul.Â
Oleh karena itu, selektif dalam memilih pasangan, membangun komunikasi yang kuat sebelum menikah, dan mempersiapkan diri dengan baik adalah kunci untuk mengatasi ketakutan tersebut.Â
Dengan cara ini, pernikahan bisa menjadi perjalanan indah yang dipenuhi cinta dan dukungan, bukan sesuatu yang menakutkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H