Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Daya Beli Masyarakat Terjun Bebas, Simpanan Tabungan Turun 40 Persen dalam 5 Tahun

23 September 2024   06:00 Diperbarui: 23 September 2024   06:02 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tabungan. sumber: Kompas.com

Tahun 2024 telah membawa banyak tantangan bagi perekonomian Indonesia. 

Mulai dari penurunan daya beli masyarakat hingga meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di berbagai sektor, banyak orang mulai merasakan betapa lesunya perekonomian saat ini. 

Bagi sebagian besar masyarakat, situasi ini semakin memperburuk kondisi finansial, di mana tabungan mereka semakin tergerus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurut laporan terbaru dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terjadi penurunan signifikan rata-rata saldo tabungan masyarakat. 

Jika pada tahun 2019, rata-rata saldo tabungan masyarakat mencapai Rp3 juta, pada April 2024, jumlah tersebut merosot tajam hingga Rp1,8 juta. Ini berarti, dalam lima tahun terakhir, tabungan masyarakat menurun sebesar 40%.

Namun, masalah ekonomi Indonesia tidak hanya berhenti pada penurunan tabungan. Fenomena peningkatan angka pengangguran di beberapa wilayah juga menjadi perhatian serius. 

Bahkan di Jakarta, yang merupakan pusat ekonomi nasional, angka pengangguran meningkat hingga 1.000%. Di wilayah lain, seperti Bangka Belitung, kenaikan pengangguran mencapai angka fantastis, yakni 4.000%.

Realitas di Lapangan dan Laporan Pertumbuhan Ekonomi

Meskipun demikian, ada yang membingungkan ketika membaca laporan ekonomi resmi. 

Data dari pemerintah menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05% dibandingkan tahun 2023. 

Namun, pertanyaan besar muncul: mengapa laporan ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi sementara banyak orang merasa ekonomi justru stagnan, bahkan menurun?

Jawabannya bisa ditemukan dengan menggali lebih dalam komponen yang berkontribusi terhadap pertumbuhan tersebut. 

Pada tahun 2024, pertumbuhan ekonomi lebih banyak disumbangkan oleh pengeluaran pemerintah (government spending), bukan dari sektor konsumsi masyarakat. 

Banyak dari pengeluaran ini dialokasikan untuk bantuan sosial (bansos) yang besar sepanjang awal tahun. 

Sementara itu, konsumsi masyarakat sebenarnya tidak menunjukkan pertumbuhan signifikan. 

Penurunan saldo tabungan masyarakat yang dilaporkan LPS menunjukkan bahwa banyak masyarakat yang terpaksa menggerus tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Dengan demikian, walaupun laporan resmi menunjukkan ekonomi tumbuh, pertumbuhan ini didorong oleh intervensi pemerintah melalui bansos yang sifatnya tidak berkelanjutan. 

Selain itu, laporan Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa sektor yang paling banyak melakukan PHK massal sepanjang tahun 2024 adalah sektor padat karya, terutama industri tekstil. 

Dampaknya bukan hanya pada para pekerja, tetapi juga pada UMKM yang bergantung pada industri ini.

Nasib Kelas Menengah dan Tantangan Ekonomi

Salah satu kelompok yang paling tertekan oleh perlambatan ekonomi ini adalah kelas menengah. 

Mereka tidak memiliki ketahanan finansial yang cukup kuat untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang sulit, tetapi di sisi lain, mereka juga tidak termasuk dalam golongan yang berhak menerima bansos. 

Hal ini menyebabkan banyak rumah tangga kelas menengah yang terancam "turun kelas."

Penurunan daya beli ini juga tercermin dari sektor lain, seperti penjualan otomotif yang menurun signifikan. 

Pada tahun 2023, penjualan mobil nasional dalam sebulan bisa mencapai angka puluhan ribu, namun pada 2024, angka ini bahkan tidak mencapai separuhnya. 

Penurunan penjualan kendaraan bermotor sering dianggap sebagai indikator melemahnya daya beli kelas menengah ke atas.

Yang lebih mencemaskan adalah penurunan penjualan produk-produk kebutuhan pokok, seperti sabun, mie instan, rokok, dan makanan ringan. 

Biasanya, barang-barang ini tidak terlalu terpengaruh oleh pelemahan ekonomi. Namun, fakta bahwa penjualan produk-produk ini juga menurun menunjukkan bahwa penurunan daya beli masyarakat terjadi secara luas.

Tantangan Penyerapan Tenaga Kerja

Tantangan lainnya datang dari rendahnya penyerapan tenaga kerja. Saat ini, hampir 10 juta generasi muda di Indonesia tercatat menganggur dan tidak sedang menempuh pendidikan atau pelatihan. 

Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), meskipun ekonomi Indonesia tumbuh, pertumbuhan ini tidak diikuti dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja yang optimal. 

Jika pada era kejayaan industri manufaktur tahun 1990-an setiap 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap hingga 600.000 pekerja, kini angka tersebut menurun drastis menjadi hanya 200.000 pekerja. 

Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, hanya ada 1 juta lapangan kerja yang tercipta setiap tahun, sementara angkatan kerja baru bertambah 2,5 juta setiap tahunnya.

Pengaruh Suku Bunga Terhadap Ekonomi

Salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap perlambatan ekonomi adalah tingginya suku bunga bank. 

Tingkat suku bunga yang tinggi membuat pelaku usaha enggan untuk meminjam modal dan melakukan ekspansi bisnis. 

Akibatnya, lapangan kerja baru tidak tercipta, dan sektor usaha kesulitan berkembang.

Namun, menurunkan suku bunga secara drastis juga bukan solusi yang tanpa risiko. Jika suku bunga Indonesia lebih rendah dibandingkan negara lain, aliran dana investasi bisa keluar ke negara lain, menyebabkan nilai tukar rupiah melemah. 

Penurunan nilai tukar ini bisa berdampak negatif bagi Indonesia yang bergantung pada dolar untuk impor bahan baku dan pembayaran utang luar negeri.

Prospek Ekonomi Indonesia ke Depan

Meskipun tantangan ekonomi saat ini sangat berat, ada harapan bahwa kondisi akan membaik. 

Salah satu tanda positif adalah penurunan inflasi di Amerika Serikat, yang bisa menjadi katalis bagi penurunan suku bunga global. 

Jika suku bunga di Amerika turun, Bank Indonesia juga bisa menurunkan suku bunganya tanpa harus khawatir terhadap pelemahan rupiah. 

Dengan penurunan suku bunga, pelaku usaha diharapkan akan lebih berani untuk melakukan ekspansi dan menciptakan lapangan kerja baru.

Di sisi lain, tantangan terbesar bagi masyarakat adalah beradaptasi dengan perubahan ekonomi yang semakin cepat. Kemajuan teknologi dan digitalisasi telah mengubah lanskap ekonomi secara drastis. 

Pekerjaan yang ada 10 tahun lalu mungkin sudah tidak relevan lagi, dan generasi baru angkatan kerja akan terus berdatangan. Oleh karena itu, meningkatkan keterampilan dan daya tawar di pasar kerja menjadi sangat penting.

Sebagai penutup, menghadapi situasi ekonomi yang sulit ini memerlukan kesadaran dan pemahaman yang mendalam tentang kondisi keuangan dan ekonomi makro. 

Tantangan global seperti konflik geopolitik, inflasi, hingga kebijakan suku bunga akan terus memengaruhi kehidupan kita sehari-hari. 

Namun, dengan pemahaman yang tepat dan adaptasi yang baik, kita bisa menghadapi tantangan ini dan bertahan di tengah lesunya ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun