Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Takut Gagal? Ini Tips Berani Mencoba Hal Baru Tanpa Ragu

20 September 2024   06:00 Diperbarui: 20 September 2024   06:03 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sering mendengar nasihat seperti "kalau belum bisa, jangan dipaksakan" atau "kalau belum jago, jangan coba-coba." 

Meskipun nasihat ini terdengar logis, tanpa disadari, kalimat-kalimat ini dapat menjadi penghalang terbesar dalam hidup kita. 

Banyak orang yang merasa takut untuk melangkah dan mencoba hal baru karena terlanjur terbiasa dengan rasa aman di zona nyamannya. 

Padahal, kemajuan dan perkembangan pribadi hanya bisa terjadi ketika kita berani keluar dari zona nyaman dan menghadapi ketidakpastian.

Mari kita lihat situasi sederhana sebagai contoh. Bayangkan kamu adalah seseorang yang tidak memiliki latar belakang bisnis. Suatu hari, kamu tiba-tiba ditawari proyek untuk membangun sebuah bisnis. 

Secara alami, kamu mungkin akan merasa takut---takut gagal, takut merugikan orang yang memberimu kepercayaan, atau bahkan takut kehilangan uang dan waktu. 

Ketakutan ini sangat wajar, karena sebagai manusia kita cenderung menghindari risiko dan hal-hal yang tidak kita kuasai. 

Namun, apa jadinya jika kita biarkan ketakutan tersebut menguasai diri kita? Kita akan kehilangan kesempatan untuk tumbuh dan belajar.

Mengatasi Ketakutan untuk Mencoba

Saya pernah berada di posisi yang sama. Suatu waktu, saya tertarik untuk belajar bermain gitar. Karena tidak punya dasar apa pun dalam bermain alat musik, saya memutuskan untuk mengikuti les gitar. 

Saat pertama kali masuk kelas, saya melihat seorang anak sekolah dasar yang dengan luwes memainkan lagu-lagu klasik di gitar, bahkan membawakan karya-karya legendaris seperti "Romance d'Amour" dengan sempurna. 

Anak ini usianya 20 tahun lebih muda dari saya, tetapi keterampilannya luar biasa. Saat melihatnya, saya langsung merasa minder. 

Saya berpikir, "Kalau dia saja sudah jago di usia semuda itu, apa yang bisa saya capai di usia yang sudah jauh lebih tua?" Perasaan ragu-ragu dan minder mulai menguasai diri saya. 

Saya sempat merasa bahwa mungkin belajar gitar bukan untuk saya, mungkin saya sudah terlambat untuk mulai.

Namun, semakin saya merenung, semakin saya sadar bahwa perasaan ini adalah jebakan mental yang menghalangi saya untuk berkembang. Memang benar, di awal belajar kita tidak akan langsung mahir. 

Setiap orang memiliki proses pembelajaran yang berbeda. Beberapa orang mungkin terlihat lebih cepat dalam menguasai sesuatu, tetapi itu tidak berarti bahwa kita tidak bisa mencapainya. 

Tantangan terbesar bukanlah dalam menguasai keterampilan baru, tetapi dalam menghadapi ketakutan dan keraguan diri yang sering kali datang saat memulai.

Pengalaman Buruk Masa Lalu yang Membentuk Ketakutan

Ketakutan untuk mencoba hal baru ini sering kali tidak datang begitu saja. 

Bagi banyak dari kita, rasa takut ini muncul dari pengalaman-pengalaman buruk di masa lalu, terutama di masa kecil. Saya yakin banyak dari mahasiswa saya juga mengalami hal yang sama. 

Saat kecil, mungkin kita pernah mencoba melakukan sesuatu yang baru, seperti bermain sepak bola, tetapi karena tidak bisa menendang bola dengan benar, kita diejek oleh teman-teman. 

Atau sebaliknya, kita mungkin pernah merasa berbeda karena memiliki keterampilan yang dianggap "aneh" di lingkungan kita, seperti jago bermain piano, seruling, atau alat musik lainnya. Alih-alih mendapatkan apresiasi, kita malah diolok-olok.

Pengalaman seperti ini mungkin tampak sepele, tetapi bisa meninggalkan bekas yang mendalam. 

Rasa malu, minder, atau takut gagal sering kali tertanam sejak kecil, terutama jika orang tua atau teman-teman juga memberikan komentar yang merendahkan. 

Misalnya, saat kita mencoba sesuatu untuk pertama kali, dan orang tua berkata, "Masa hal sepele begitu saja kamu tidak bisa?" 

Padahal, itu adalah percobaan pertama kita! Ini menjadi contoh bagaimana komentar-komentar negatif dapat memengaruhi cara kita memandang diri sendiri dan kemampuan kita untuk mencoba hal baru.

Persepsi Salah tentang Kesuksesan

Sering kali kita terjebak dalam pemikiran bahwa kesuksesan harus datang dengan cepat dan sempurna. 

Apabila kita gagal di percobaan pertama, kita merasa bahwa kita tidak berbakat atau tidak layak melanjutkan. Padahal, setiap proses belajar pasti memerlukan waktu dan kesabaran. 

Seperti yang saya alami saat belajar gitar, di awal, saya tidak bisa langsung menguasai teknik-teknik yang rumit. Jari-jari saya kaku, dan alih-alih menghasilkan suara indah, yang keluar dari gitar saya adalah nada-nada yang sumbang.

Namun, itulah esensi dari belajar. Kesalahan adalah bagian dari proses. Setiap kali kita melakukan kesalahan, kita belajar satu hal baru. 

Seiring waktu, dengan latihan yang konsisten, keterampilan kita akan meningkat. Jadi, tidak ada alasan untuk minder hanya karena kita melihat orang lain lebih maju. 

Mereka yang sudah ahli mungkin telah melalui proses yang panjang dan sulit, yang tidak terlihat oleh kita. 

Oleh karena itu, kita tidak boleh membandingkan diri kita dengan mereka yang sudah memulai lebih dulu. Yang perlu kita fokuskan adalah bagaimana kita bisa terus berkembang dan belajar dari setiap pengalaman.

Tidak Ada Kata Terlambat untuk Belajar

Salah satu mitos yang sering membuat orang ragu untuk belajar hal baru adalah anggapan bahwa mereka sudah terlalu tua atau terlambat untuk memulai. 

Padahal, dalam kenyataannya, tidak ada kata terlambat untuk belajar. Baik itu belajar bermain gitar, memulai bisnis, atau mempelajari keterampilan baru, usia bukanlah penghalang. Bahkan banyak orang yang baru menemukan passion atau bakat mereka di usia yang lebih matang.

Ambil contoh tokoh-tokoh sukses seperti Colonel Sanders, pendiri KFC, yang baru memulai bisnisnya di usia 65 tahun. 

Atau Grandma Moses, seorang pelukis terkenal yang baru mulai melukis di usia 78 tahun. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa umur bukanlah batasan. 

Yang terpenting adalah kemauan dan ketekunan untuk terus belajar dan mencoba.

Menghadapi Risiko dengan Bijak

Ketika kita mencoba sesuatu yang baru, terutama hal-hal yang berisiko tinggi seperti memulai bisnis atau mengambil keputusan karier yang besar, ketakutan akan kegagalan selalu ada. 

Namun, ketakutan ini tidak boleh menjadi penghalang bagi kita. Justru, ketakutan tersebut dapat diatasi dengan persiapan yang matang dan perencanaan yang baik. 

Sebelum memulai sesuatu yang baru, kita harus siap secara mental dan fisik. Kita harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, serta mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin muncul.

Namun, ingatlah bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan. Tidak ada orang yang mencapai puncak tanpa melalui kegagalan di perjalanan mereka. 

Yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapi kegagalan tersebut. Apakah kita akan menyerah, atau justru belajar dari kegagalan dan bangkit lebih kuat? 

Orang-orang yang sukses bukanlah mereka yang tidak pernah gagal, tetapi mereka yang tidak pernah menyerah meskipun telah gagal berkali-kali.

Menyusun Ekspektasi yang Realistis

Sering kali, ekspektasi yang terlalu tinggi dapat membuat kita merasa terbebani saat mencoba hal baru. Kita merasa bahwa jika hasilnya tidak sempurna, maka itu adalah kegagalan. 

Padahal, sebagai pemula, wajar jika hasil yang kita dapatkan belum optimal. Tidak ada yang mengharapkan kita langsung mahir dalam hal yang baru kita pelajari. 

Ekspektasi yang realistis akan membantu kita tetap fokus pada proses, bukan hanya hasil akhir.

Sebagai contoh, saat saya belajar gitar, awalnya saya merasa bahwa saya harus bisa memainkan lagu-lagu yang sulit dalam waktu singkat. 

Ketika kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasi saya, saya merasa frustasi dan hampir menyerah. 

Namun, kemudian saya belajar untuk menurunkan ekspektasi dan menikmati proses belajar itu sendiri. 

Saya mulai menikmati setiap nada yang berhasil saya mainkan dengan benar, dan sedikit demi sedikit, keterampilan saya meningkat.

Kesimpulan

Tidak ada yang salah dengan mencoba hal baru, meskipun kita belum merasa cukup "jago" atau ahli. 

Ketakutan akan kegagalan atau perasaan minder saat melihat orang lain lebih hebat bukanlah alasan untuk berhenti. Justru, dengan mencoba dan terus belajar, kita bisa menemukan potensi diri yang sesungguhnya.

Yang penting adalah mempersiapkan diri dengan baik, menyusun ekspektasi yang realistis, dan yang paling penting, tidak takut untuk melangkah. 

Kegagalan adalah bagian dari perjalanan, dan tidak ada kata terlambat untuk memulai. Jadi, jangan biarkan rasa takut menghalangi kemajuanmu. 

Tetap berani mencoba, karena di setiap langkah kecil menuju hal baru, ada peluang besar untuk menemukan diri yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun