Pertanyaannya, dari mana sumber ekspektasi sosial ini berasal? Konsep tentang "kehidupan ideal" seringkali ditanamkan dalam masyarakat melalui berbagai media, budaya populer, bahkan lingkungan keluarga.Â
Kita sering kali dibombardir dengan gambaran-gambaran tentang apa yang seharusnya dicapai pada usia-usia tertentu, seperti lulus kuliah, mendapatkan pekerjaan yang baik, menikah, memiliki rumah, dan sebagainya.
Di sisi lain, media sosial juga turut memainkan peran dalam memperkuat ekspektasi sosial ini.Â
Melalui platform-platform seperti Instagram, Facebook, dan Twitter, kita sering kali terpapar dengan gambaran-gambaran tentang kehidupan "sempurna" orang lain, yang membuat kita merasa tertekan untuk mencapai hal yang sama.
Konsekuensi dari Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Membandingkan diri dengan orang lain adalah jebakan yang mudah untuk jatuh ke dalamnya.Â
Ketika kita terus-menerus membandingkan pencapaian-pencapaian kita dengan pencapaian orang lain, kita cenderung mengukur keberhasilan kita berdasarkan standar yang tidak realistis. Hal ini dapat mengarah pada perasaan tidak puas dan merasa tidak cukup.
Tidak hanya itu, perbandingan diri dengan orang lain juga dapat mengaburkan pandangan kita terhadap pencapaian-pencapaian kita sendiri.Â
Kita mungkin gagal melihat nilai-nilai dan keberhasilan yang sudah kita raih, karena terlalu fokus pada apa yang belum kita capai.
Menjadi Arsitek Hidup Anda Sendiri
Namun, ada sebuah kebenaran yang perlu kita pahami: kita adalah arsitek dari hidup kita sendiri.Â
Kita memiliki kendali penuh atas jalannya kehidupan kita, dan tidak harus mengikuti konsep-konsep sosial yang telah ada jika itu tidak sesuai dengan nilai-nilai dan keinginan kita.
Jadi, bagaimana caranya kita dapat membebaskan diri dari tekanan ekspektasi sosial? Pertama-tama, kita perlu memahami bahwa setiap individu memiliki jalan hidupnya sendiri.Â