Indonesia, seperti negara-negara lain di dunia, terus diuji oleh dinamika kompleks dalam perekonomiannya. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat ini adalah pelemahan yang signifikan dari mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat.Â
Fenomena ini tidak terlepas dari berbagai faktor, di antaranya adalah inflasi yang tinggi di Amerika Serikat serta kebijakan moneter yang diambil oleh Federal Reserve (FED) sebagai bank sentralnya.
Latar Belakang Pelemahan Rupiah
Pada awal tahun 2024, mata uang Rupiah Indonesia terus mengalami penurunan nilai terhadap Dolar Amerika Serikat. Fenomena ini menimbulkan keprihatinan yang mendalam di kalangan ekonom dan masyarakat luas.Â
Bagaimana bisa sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki potensi ekonomi yang besar seperti Indonesia mengalami pelemahan yang begitu signifikan dalam nilai mata uangnya?
Salah satu faktor utama yang menyebabkan pelemahan Rupiah adalah inflasi yang tinggi di Amerika Serikat. Pada bulan Maret 2024, tingkat inflasi di Amerika Serikat mencapai 3,5%, angka yang jauh di atas target 2% yang telah ditetapkan oleh FED.Â
Inflasi yang tinggi ini memberikan tekanan pada kebijakan moneter FED, yang kemudian menaikkan suku bunga Federal Funds Rate hingga mencapai 5,5%.
Dampak Kenaikan Suku Bunga FED
Keputusan FED untuk menaikkan suku bunga Federal Funds Rate memiliki dampak yang luas, tidak hanya bagi perekonomian Amerika Serikat tetapi juga bagi ekonomi global. Salah satu dampak yang paling langsung terasa adalah penguatan nilai Dolar terhadap sebagian besar mata uang asing.Â
Investor cenderung berburu Dolar karena imbal hasil yang menarik yang ditawarkan oleh FED. Akibatnya, mata uang negara-negara berkembang, termasuk Rupiah, mengalami tekanan yang cukup besar.
Buruknya Dampak bagi Indonesia
Dampak dari pelemahan Rupiah terhadap Dolar sangat dirasakan oleh Indonesia, terutama dalam hal inflasi dan stabilitas ekonomi. Kenaikan harga barang-barang impor, seperti laptop dan ponsel pintar, menjadi tidak terhindarkan.Â
Hal ini menyebabkan tekanan inflasi yang lebih tinggi, mengingat sebagian besar barang konsumsi di Indonesia masih bergantung pada impor. Selain itu, biaya perjalanan ke luar negeri juga menjadi lebih mahal, menyebabkan tekanan tambahan pada ekonomi domestik.