Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mental Accounting dalam Pengelolaan THR: Strategi Pintar untuk Menghindari Perilaku Konsumtif

5 April 2024   12:00 Diperbarui: 5 April 2024   21:28 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi accounting, sumber: freepik

Dalam dunia keuangan, keputusan yang rasional seringkali dianggap sebagai kunci kesuksesan. 

Namun, kenyataannya, manusia seringkali terjebak dalam pola pikir yang lebih kompleks dan terkadang tidak rasional, yang dapat memengaruhi pengelolaan keuangan pribadi mereka. 

Salah satu fenomena yang sering muncul dan mempengaruhi keputusan keuangan kita adalah mental accounting.

Apa Itu Mental Accounting?

Mental accounting adalah kecenderungan manusia untuk membagi-bagi uang ke dalam kategori-kategori tertentu dalam pikiran mereka, dan kemudian memperlakukan uang tersebut secara berbeda berdasarkan kategori tersebut. 

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh ekonom Richard H. Thaler dalam bukunya yang berjudul "Mental Accounting Matters" pada tahun 1999. 

Menurut Thaler, kita cenderung membuat "akun" virtual dalam pikiran kita untuk berbagai tujuan keuangan, seperti tabungan darurat, tabungan liburan, atau bahkan uang belanja sehari-hari.

Dalam konteks ini, seseorang mungkin memperlakukan uang yang mereka terima sebagai bonus atau tunjangan hari raya (THR) dengan cara yang berbeda daripada uang yang mereka peroleh dari gaji bulanan mereka. 

Uang bonus atau THR seringkali dianggap sebagai "uang tambahan" atau "uang bebas", yang dapat digunakan untuk keperluan konsumtif tanpa perasaan bersalah.

Dampak Mental Accounting dalam Pengelolaan Keuangan Pribadi

1. Pemborosan dan Konsumtif

Salah satu dampak utama dari mental accounting adalah mendorong perilaku pemborosan dan konsumtif. 

Ketika seseorang menganggap uang bonus atau hadiah seperti THR sebagai "uang tambahan" yang terpisah dari pendapatan utama mereka, mereka cenderung lebih liberal / boros dalam pengeluarannya.

Hal ini dapat mengakibatkan pengeluaran yang tidak terencana dan tidak efisien, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas keuangan pribadi mereka.

2. Kurangnya Pengelolaan yang Bijak

Mental accounting juga dapat mengarah pada kurangnya pengelolaan yang bijak terhadap keuangan pribadi. 

Misalnya, seseorang mungkin cenderung mengabaikan pentingnya mengalokasikan uang untuk tujuan jangka panjang, seperti tabungan pensiun atau investasi, karena fokus pada penggunaan uang sesuai dengan "akun" tertentu dalam pikiran mereka. 

Hal ini dapat menghambat pertumbuhan kekayaan jangka panjang dan mengakibatkan ketidakstabilan finansial di masa depan.

3. Kesenjangan Perilaku Keuangan

Mental accounting juga dapat menciptakan kesenjangan perilaku keuangan antara berbagai sumber dan tujuan penggunaan uang. 

Sebagai contoh, seseorang mungkin lebih hati-hati dalam penggunaan uang yang diperoleh dari gaji pokok mereka, sementara lebih liberal dalam pengeluaran uang yang mereka terima sebagai bonus atau hadiah. 

Hal ini mencerminkan pemahaman bahwa sumber uang yang berbeda memiliki nilai emosional dan praktis yang berbeda pula.

Tantangan dalam Mengatasi Mental Accounting

Mengatasi mental accounting bukanlah tugas yang mudah. Beberapa tantangan yang sering dihadapi dalam mengelola dampak mental accounting meliputi:

1. Kesadaran dan Pendidikan Keuangan

Penting bagi individu untuk meningkatkan kesadaran mereka akan pola pikir dan perilaku keuangan yang mungkin dipengaruhi oleh mental accounting. 

Pendidikan keuangan yang efektif dapat membantu individu memahami konsep ini dan mengembangkan strategi untuk mengatasi dampak negatifnya.

2. Disiplin Pengelolaan Keuangan

Disiplin dalam pengelolaan keuangan sangat penting untuk mengatasi efek negatif dari mental accounting. Ini termasuk pembuatan anggaran yang realistis, alokasi uang untuk tujuan jangka panjang, dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu berdasarkan pada "akun" mental tertentu.

3. Kesadaran akan Nilai Uang

Mengingat nilai sebenarnya dari setiap uang yang dikelola dapat membantu individu mengatasi mental accounting. 

Memahami bahwa uang tetap memiliki nilai yang sama, terlepas dari sumber atau tujuan penggunaannya, dapat membantu mengurangi kecenderungan untuk memperlakukan uang secara berbeda berdasarkan kategori tertentu.

Mengubah Mental Accounting menjadi Aset

Meskipun mental accounting sering kali dianggap sebagai hambatan dalam pengelolaan keuangan pribadi, dengan kesadaran yang tepat, kita dapat memanfaatkannya sebagai alat untuk mencapai tujuan keuangan kita. 

Beberapa cara untuk mengubah mental accounting menjadi aset adalah:

1. Mengalokasikan Uang dengan Bijak

Dengan membagi alokasi uang ke dalam kategori-kategori yang spesifik, seperti tabungan darurat, tabungan liburan, atau dana investasi, kita dapat menggunakan mental accounting sebagai alat untuk mengelola keuangan dengan lebih efektif. 

Ini memungkinkan kita untuk tetap fokus pada tujuan keuangan jangka panjang sambil tetap memberikan fleksibilitas dalam penggunaan uang untuk keperluan sehari-hari.

2. Membangun Kebiasaan Pengelolaan Keuangan yang Sehat

Dengan mengubah pola pikir dan perilaku keuangan kita, kita dapat memanfaatkan mental accounting untuk membangun kebiasaan pengelolaan keuangan yang lebih sehat. 

Ini termasuk mengembangkan disiplin dalam pengelolaan anggaran, mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, dan meningkatkan kesadaran akan nilai sebenarnya dari setiap uang yang dikelola.

3. Menciptakan Pengalaman Keuangan yang Positif

Dengan memanfaatkan mental accounting untuk menciptakan pengalaman keuangan yang positif, kita dapat memotivasi diri sendiri untuk mencapai tujuan keuangan jangka panjang. 

Misalnya, dengan memberikan imbalan atau hadiah kepada diri sendiri setelah mencapai target tabungan tertentu, kita dapat menggunakan mental accounting sebagai alat untuk meningkatkan motivasi dan komitmen terhadap pengelolaan keuangan pribadi.

Kesimpulan

Mental accounting adalah fenomena yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan keuangan pribadi kita. 

Meskipun seringkali dianggap sebagai hambatan, dengan kesadaran yang tepat dan pengelolaan yang bijak, kita dapat memanfaatkannya sebagai alat untuk mencapai tujuan keuangan kita. 

Dengan mengembangkan kesadaran akan pola pikir dan perilaku keuangan kita, serta mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi dampak negatifnya, kita dapat mengambil kendali atas keuangan pribadi kita dan mencapai keberhasilan finansial yang lebih besar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun