Dalam beberapa tahun terakhir, dunia keuangan Indonesia menyaksikan perkembangan signifikan dengan munculnya gagasan implementasi Rupiah Digital atau yang dikenal sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC).Â
Sebagai salah satu negara berkembang dengan populasi yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang stabil, Indonesia tampaknya memasuki babak baru dalam evolusi sistem moneter dengan adanya inovasi ini.
Latar Belakang dan Visi Pemerintah
Gagasan ini bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja. Sejak awal tahun 2020, Bank Indonesia (BI) telah mengeksplorasi konsep CBDC melalui penelitian dan studi kelayakan.Â
Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2045.Â
Penerapan Rupiah Digital diharapkan dapat menjadi katalisator untuk pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inklusi keuangan, dan membawa dampak positif terhadap Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB).
Namun, di balik visi cemerlang tersebut, terdapat sejumlah tantangan dan pertimbangan yang perlu diatasi. Artinya, proses penerapan Rupiah Digital bukanlah sesuatu yang mudah dan perlu dikelola dengan cermat.
Peran Bank dalam Sistem Moneter yang Berubah
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah peran bank dalam sistem moneter yang berubah.Â
Selama ini, bank memiliki fungsi utama sebagai perantara dalam penyaluran Rupiah ke masyarakat. Dengan adanya Rupiah Digital, pertanyaannya muncul: Apa peran bank dalam skema ini?
BI kemungkinan besar akan tetap melibatkan bank sebagai perantara, namun dengan model yang berbeda. Bank mungkin akan menjadi pengelola dompet digital, dengan BI tetap menyalurkan Rupiah digital melalui bank tersebut.Â
Ini dapat membuka peluang bagi bank dan lembaga keuangan lain untuk menciptakan dompet digital dengan tingkat keamanan yang dikelola secara terpusat.