Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Overpopulation dan Overconsumtion: Dilema Lingkungan di Balik Fast Fashion

20 Desember 2023   18:00 Diperbarui: 21 Desember 2023   23:53 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pakaian bekas. sumber: freepik

Seiring dengan berjalannya waktu, tantangan global yang dihadapi manusia semakin kompleks. 

Overpopulation (kepadatan penduduk yang tinggi) dan overconsumption (konsumsi berlebihan) menjadi dua aspek krusial yang membentuk dinamika kompleks hubungan antara manusia dan lingkungan. 

Pertambahan jumlah penduduk secara langsung memengaruhi intensitas konsumsi, yang pada gilirannya memicu produksi yang lebih besar dan, sayangnya, meningkatkan tingkat polusi. 

Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi dampak negatif overpopulation dan overconsumption terhadap lingkungan, khususnya dalam konteks industri fashion, serta menyelidiki solusi menuju kehidupan yang lebih berkelanjutan.

Overpopulation dan Konsumsi Berlebihan: Hubungan Timbal-balik

Overpopulation dan overconsumption memiliki hubungan simbiosis yang memperburuk kondisi lingkungan. 

Pertambahan jumlah penduduk tidak hanya meningkatkan kebutuhan dasar seperti makanan, air, dan tempat tinggal, tetapi juga memberikan dorongan signifikan terhadap kegiatan konsumsi. 

Masyarakat yang lebih besar memerlukan lebih banyak barang dan jasa, dan itulah titik awal dari meningkatnya produksi dan, sayangnya, limbah.

Proses konsumsi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi, yang sering kali melibatkan pemanfaatan sumber daya alam yang tak terbatas dan menghasilkan limbah yang merugikan lingkungan. 

Oleh karena itu, ketika kita membicarakan dampak overpopulation dan overconsumption, kita seharusnya melihatnya sebagai siklus tanpa akhir di mana pertambahan jumlah penduduk mendorong konsumsi, dan konsumsi kembali memicu produksi dan polusi.

Industri Fashion: Penyumbang Utama Pencemaran Lingkungan

Industri fashion, khususnya dalam konsep "fast fashion," menjadi salah satu contoh paling mencolok dari dampak negatif overpopulation dan overconsumption. 

Keberadaan industri ini memutar roda produksi dengan cepat untuk memenuhi tren berbusana yang terus berubah, menghasilkan dampak besar terhadap lingkungan.

Proses produksi tekstil, mulai dari penanaman bahan baku hingga tahap pewarnaan, seringkali memerlukan penggunaan sumber daya alam yang signifikan, termasuk air dan energi. 

Contoh nyata adalah 20% pencemaran air berasal dari pewarna tekstil, dan sungai-sungai seperti Citarum di Bandung menjadi korban dari limbah industri tekstil.

Bahan tekstil seperti polyester, yang sering digunakan dalam produksi pakaian, membutuhkan minyak dalam jumlah besar. 

Paradoksnya, sekitar 90% pakaian yang dijual di Amerika Serikat terbuat dari bahan yang termasuk kurang berkelanjutan, seperti katun dan polyester. 

Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan antara kebutuhan konsumen akan pakaian dan dampak lingkungan yang dihasilkan oleh industri fashion.

ilustrasi pakaian bekas. sumber: freepik
ilustrasi pakaian bekas. sumber: freepik

Dilema Pakaian Sebagai Kebutuhan Primer vs. Tersier

Pakaian, pada dasarnya, merupakan kebutuhan primer manusia untuk melindungi diri dari elemen dan mempertahankan kesejahteraan. 

Namun, munculnya industri fashion atau mode telah mengubah persepsi terhadap pakaian menjadi kebutuhan tersier. 

Masyarakat, terutama di dunia Barat, cenderung membeli pakaian bukan karena kebutuhan dasar, melainkan karena tren dan gaya yang terus berubah.

Konsep "fast fashion" mendorong masyarakat untuk terus mengganti pakaian mereka sesuai dengan tren terbaru. Dalam prosesnya, masyarakat mungkin tidak menyadari konsekuensi dari konsumsi berlebihan ini terhadap lingkungan. 

Faktanya, pakaian seringkali dibeli hanya karena model yang sedang populer, tanpa pertimbangan terhadap kualitas atau keberlanjutan bahan.

Dampak Pencemaran dan Penggundulan Hutan dalam Produksi Fashion

Pencemaran dan penggundulan hutan adalah dua dampak serius lainnya dari industri fashion. Pewarna tekstil yang digunakan dalam produksi pakaian menyumbang sebagian besar pencemaran air global. 

Sebagai contoh, Sungai Citarum di Bandung, Indonesia, telah menjadi korban utama dari pencemaran air yang berasal dari pabrik-pabrik tekstil di sekitarnya.

Penggundulan hutan, sumber daya alam yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem, juga terkait erat dengan industri fashion. 

Bahan-bahan seperti rayon dan viscose, yang banyak digunakan dalam produksi pakaian, memerlukan penebangan pohon dalam skala besar. 

Selain itu, tekstil olahan dari serat pohon, seperti katun, juga mengakibatkan penggundulan hutan karena permintaan yang tinggi.

Tumpukan Sampah dan Model Pakaian Sekali Pakai

Selain pencemaran air dan penggundulan hutan, industri fashion juga menciptakan tumpukan sampah yang luar biasa besar. 

Dengan pola konsumsi yang ada saat ini, pakaian seringkali hanya digunakan dalam hitungan kali sebelum dibuang. 

Menurut beberapa penelitian, 87% dari total baju yang diproduksi akhirnya berakhir di tempat pembuangan sampah.

Model pakaian sekali pakai atau hanya dipakai beberapa kali menciptakan masalah lingkungan yang mendalam. 

Proses produksi yang kompleks dan penggunaan sumber daya yang besar hanya untuk produk yang digunakan sangat singkat menunjukkan bahwa ada kerugian besar dalam rantai produksi dan konsumsi fashion.

ilustrasi ekonomi circular, mendaur ulang pakaian. sumber: freepik
ilustrasi ekonomi circular, mendaur ulang pakaian. sumber: freepik

Ekonomi Circular dan Gerakan Slow Fashion di Industri Fashion

Meskipun tantangan yang dihadapi oleh industri fashion cukup besar, beberapa gerakan positif dan solusi sudah mulai muncul. 

Konsep ekonomi circular, yang mendorong penggunaan kembali, daur ulang, dan pemulihan bahan dalam siklus produksi, menjadi semakin populer. 

Beberapa perusahaan fashion berkomitmen untuk mengadopsi praktik ini, memperpanjang umur pakaian dan mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan.

Gerakan Slow Fashion, yang menginisiasi eco fashion atau fashion ramah lingkungan, menjadi langkah positif dalam menghadapi dampak negatif overpopulation dan overconsumption di industri fashion. 

Eco fashion menekankan pada produksi pakaian secara etis dengan mempertimbangkan aspek kesejahteraan pekerja, bahan berkelanjutan, dan mengurangi jejak karbon.

Alternatif Konsumsi dan Peran Pemerintah dalam Peningkatan Kesadaran Lingkungan

Melibatkan masyarakat untuk membuat pilihan konsumsi yang lebih berkelanjutan adalah langkah penting dalam mengatasi overpopulation dan overconsumption. Beberapa alternatif yang dapat diambil oleh konsumen adalah:

  1. Slow Fashion dan Trenstime: Memilih pakaian dengan siklus hidup yang lebih panjang, bukan hanya mengikuti tren terbaru.

  2. Beli Baju Bekas: Membeli pakaian bekas atau vintage dapat mengurangi tekanan terhadap produksi baru.

  3. Pertukaran Barang Pribadi: Praktik pertukaran atau penjualan barang pribadi yang tidak terpakai dapat mengurangi kebutuhan akan produk baru.

Selain itu, peran pemerintah sangat penting dalam mengatasi dampak lingkungan dari industri fashion. 

Kebijakan dan peraturan yang mendukung produksi berkelanjutan, sertifikasi perdagangan adil, dan audit produksi yang berstandar dapat membantu mengubah arah industri menuju praktik yang lebih berkelanjutan.

Perlunya Kesadaran Individu dan Keterlibatan Perusahaan

Kesadaran individu terhadap dampak konsumsi mereka terhadap lingkungan adalah langkah awal yang penting. 

Masyarakat perlu mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan ketika membeli produk fashion, bukan hanya berdasarkan sisi estetis dan tren. 

Pengenalan label sertifikasi dan informasi mengenai rantai pasok dapat membantu konsumen membuat pilihan yang lebih bijaksana.

Tidak hanya konsumen, perusahaan juga perlu berperan aktif dalam merubah paradigma industri. 

Evaluasi dan audit perdagangan yang adil, bersama dengan implementasi praktik produksi berkelanjutan, dapat menjadi langkah kritis dalam mengurangi dampak negatif industri fashion terhadap lingkungan.

Pentingnya Sertifikasi dan Standar Produksi Berkelanjutan

Sertifikasi yang terlibat dalam proses perdagangan ramah lingkungan adalah langkah positif dalam mendukung kesehatan rantai pasok. 

Sertifikasi ini mencakup aspek-aspek seperti bahan baku berkelanjutan, proses produksi yang efisien, dan kondisi kerja yang adil. 

Dengan sertifikasi semacam ini, konsumen dapat yakin bahwa produk yang mereka beli memenuhi standar tertentu dalam hal keberlanjutan.

Peran Negara dalam Mengurangi Dampak Lingkungan Fashion Global

Selain itu, negara juga memiliki tanggung jawab untuk mengurangi dampak lingkungan dari industri fashion. 

Kebijakan yang mendorong produksi berkelanjutan, memberikan insentif bagi perusahaan yang mengadopsi praktik ekologis, dan menegakkan aturan yang melindungi lingkungan merupakan langkah penting dalam menciptakan perubahan positif.

Negara-negara juga dapat mendorong pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang dampak lingkungan dari konsumsi berlebihan. 

Inisiatif ini dapat mencakup kampanye publik, program edukasi di sekolah, dan pembentukan kebijakan yang mendorong tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Kesimpulan: Tanggung Jawab Bersama untuk Lingkungan yang Lebih Baik

Dengan kesadaran dan tindakan bersama, kita dapat mengatasi dampak negatif overpopulation dan overconsumption terhadap lingkungan, khususnya di industri fashion. 

Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan, baik melalui pilihan konsumsi yang lebih bijaksana maupun dengan mendukung perusahaan yang berkomitmen pada praktik produksi berkelanjutan.

Tantangan besar ini memerlukan kerjasama lintas batas, melibatkan konsumen, perusahaan, dan pemerintah. 

Dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat menciptakan industri fashion yang lebih berkelanjutan dan menjaga keberlanjutan planet ini untuk generasi mendatang. 

Jadi, pertanyaannya bukan hanya, "Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan bertanggung jawab?" tetapi juga, "Kapan kita akan mulai bertanggung jawab bersama untuk lingkungan yang lebih baik?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun