Generasi Z atau yang biasa disebut Gen Z, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, seringkali mendapat berbagai tuduhan, termasuk dianggap sebagai generasi yang manja dan mudah stres.Â
Namun, apakah semua tuduhan ini benar adanya? Apakah Gen Z memang demikian?
Sebelum kita mencoba menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk memahami bahwa setiap generasi memiliki karakteristik dan tantangannya sendiri.Â
Tidak selalu benar atau salah, karena perubahan zaman dan pengaruh lingkungan berperan besar dalam membentuk karakter generasi muda.
Salah satu faktor yang dapat memengaruhi karakter Gen Z adalah pengalaman masa kecil yang kurang bahagia atau dalam bahasa ilmiahnya, "Masa Kecil Kurang Bahagia" (MKKB).Â
MKKB adalah kondisi di mana seorang individu mengalami berbagai tekanan emosional, seperti pelecehan verbal atau pengalaman keluarga yang tidak harmonis.Â
Dalam penelitian di Amerika, sekitar 60% partisipan melaporkan bahwa mereka mengalami MKKB.
Ada dua jenis MKKB yang umum terjadi.Â
Pertama, MKKB emosional, yang mencakup pengalaman seperti dihina atau dikecam oleh orang tua atau anggota keluarga lainnya saat masa kecil.Â
Kedua, MKKB sosial, yang sering terjadi ketika orang tua bercerai atau berpisah. Faktor-faktor ini dapat memberi dampak serius pada kesehatan mental dan kesejahteraan anak-anak.
Dampak Masa Kecil yang Kurang Bahagia
Pengalaman masa kecil yang kurang bahagia bisa membawa dampak serius pada kesehatan mental (mental health) seseorang di masa dewasa.Â
Penelitian juga menunjukkan bahwa MKKB dapat berperan dalam munculnya gangguan mental, seperti depresi.Â
Ini berarti bahwa pengalaman masa kecil yang sulit dapat berdampak besar pada kesehatan mental seseorang di masa dewasa.
Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua individu yang mengalami MKKB akan mengalami gangguan mental.Â
Banyak faktor lain, seperti dukungan sosial, pola asuh, dan resiliensi individu, juga berperan dalam menentukan dampak MKKB.
Intergenerational Transmission of Trauma
Selain MKKB, pengaruh generasi sebelumnya juga dapat memengaruhi karakter dan perilaku Gen Z.Â
Konsep "Intergenerational Transmission of Trauma" (Pengalihan Trauma Antar Generasi) menyatakan bahwa trauma yang dialami oleh generasi sebelumnya dapat diturunkan kepada generasi berikutnya.Â
Misalnya, trauma yang dialami oleh nenek atau kakek kita dapat memengaruhi orang tua kita, dan kemudian memengaruhi kita.
Hal ini menjelaskan bahwa perubahan sosial, ekonomi, dan politik dalam suatu periode dapat memengaruhi pola pengasuhan orang tua kita.Â
Jadi, jika orang tua kita mengalami masa kecil yang keras dan penuh tekanan, mereka mungkin akan menggunakan pendekatan yang sama dalam mengasuh kita.
Selain itu, konsep pengasuhan yang dianggap normal juga dapat berubah dari generasi ke generasi.Â
Apa yang dianggap wajar atau tidak dalam pendidikan anak bisa sangat bervariasi.Â
Hal ini mungkin menjelaskan mengapa pandangan orang tua dari generasi sebelumnya terkadang berbeda dengan pandangan Gen Z.
Perubahan Zaman dan Kesadaran Baru
Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua tindakan yang dulu dianggap wajar masih relevan atau baik untuk diterapkan pada masa sekarang.Â
Perubahan zaman dan peningkatan kesadaran tentang kesejahteraan anak-anak telah membuka diskusi tentang cara yang lebih positif dan sehat dalam mengasuh.
Gen Z memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dan memutus siklus trauma generasi sebelumnya.Â
Dengan kesadaran yang tinggi, akses ke informasi, dan kemauan untuk belajar, mereka dapat menjadi generasi yang lebih kuat, sehat, dan bijak dalam menghadapi tantangan zaman modern.
Edukasi dan Akses Informasi
Untuk menghadapi tantangan zaman sekarang dan untuk tidak mengulangi pola pengasuhan yang kurang sehat, penting untuk terus belajar dan berkembang.Â
Gen Z memiliki akses mudah ke sumber-sumber pengetahuan dan edukasi melalui internet.Â
Mereka bisa memanfaatkan sumber-sumber ini untuk memahami perkembangan anak, kesehatan mental, dan pendekatan pengasuhan yang positif.
Pendidikan tidak hanya harus datang dari lembaga formal, tetapi juga dapat ditemukan dalam berbagai bentuk di dunia online.Â
Kursus online, webinar, video tutorial, dan platform belajar daring lainnya dapat menjadi sarana untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam pengasuhan anak.
Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah sumber informasi yang digunakan. Internet adalah tempat yang penuh dengan informasi, baik yang benar maupun yang salah.Â
Gen Z harus memiliki kemampuan untuk menyaring informasi, memverifikasi keabsahan sumber, dan memahami bagaimana informasi tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain edukasi, penting untuk mendekati masalah ini dengan empati dan pemahaman.Â
Gen Z mungkin memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kesehatan mental, tetapi mereka juga perlu memahami bahwa orang tua mereka, yang mungkin berasal dari generasi sebelumnya, memiliki pengalaman dan kondisi mereka sendiri.
Kritis terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain
Gen Z tidak hanya perlu menjadi kritis terhadap orang tua mereka, tetapi juga terhadap diri mereka sendiri. Ini akan membantu mereka dalam menjaga kesehatan mental dan mencegah pengulangan pola pengasuhan yang kurang sehat.
Penting untuk melakukan introspeksi secara teratur. Apakah Anda mengalami dampak dari MKKB?Â
Apakah Anda merasa pola pengasuhan yang Anda terima selama masa kecil Anda memengaruhi Anda dalam cara tertentu?Â
Pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu Anda lebih memahami diri sendiri dan menerapkan perubahan yang diperlukan.
Selain itu, Gen Z juga harus bersikap empati terhadap orang lain, termasuk orang tua mereka.Â
Meskipun pandangan orang tua mungkin berbeda dalam beberapa hal, penting untuk berkomunikasi secara terbuka dan memahami perspektif mereka.
Mengubah Paradigma
Untuk mengubah paradigma pengasuhan dan mendukung kesehatan mental generasi muda, penting untuk memahami bahwa setiap generasi memiliki tantangannya sendiri.
Generasi sebelumnya mungkin menghadapi perang dunia, krisis ekonomi, atau perubahan sosial yang berdampak pada cara mereka mengasuh anak-anak.Â
Gen Z memiliki tantangannya sendiri, termasuk tekanan dari media sosial, akses mudah ke informasi, dan tuntutan untuk berhasil dalam lingkungan yang cepat berubah.
Untuk mengatasi tantangan ini, penting untuk fokus pada kekuatan generasi muda. Mereka memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan, berpikir kreatif, dan memahami teknologi dengan baik.Â
Semua ini adalah sumber daya yang dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung kesehatan mental.
Selain itu, Gen Z juga dapat menjadi advokat penting untuk perubahan sosial. Mereka memiliki suara yang kuat melalui media sosial dan platform online lainnya.Â
Dengan mengangkat isu-isu kesehatan mental, pengasuhan positif, dan dukungan sosial, mereka dapat membantu mengubah pandangan masyarakat dan mempromosikan perubahan yang lebih positif.
Kesimpulan
Gen Z menghadapi berbagai tantangan, termasuk stigmatisasi dan pengaruh pengasuhan dari generasi sebelumnya. Namun, mereka juga memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dan memutus siklus trauma generasi sebelumnya.
Pendidikan, kesadaran, empati, dan kritis terhadap diri sendiri dan orang lain adalah kunci untuk mengatasi tantangan ini.Â
Dengan semangat belajar dan keinginan untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik, Gen Z dapat menjadi agen perubahan yang mendorong perubahan positif dalam pengasuhan dan dukungan kesehatan mental.
Semua generasi memiliki peran mereka dalam membentuk dunia kita, dan Gen Z memiliki kesempatan untuk membuat perbedaan yang signifikan dalam mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif dan peduli terhadap kesehatan mental.Â
Dengan kerja sama dan pemahaman antar generasi, kita dapat bersama-sama mengatasi stigmatisasi dan memberikan dukungan yang lebih baik kepada anak-anak kita untuk masa depan yang lebih cerah.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H