Setelah menerima pinjaman dari IMF, Ghana berencana untuk merestrukturisasi utangnya untuk menurunkan utang luar negeri sebesar 10,6 miliar Dolar AS antara tahun 2023 hingga 2026.
Pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan transparansi keuangan dan melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan ekonomi.Â
Namun, langkah-langkah ini akan membutuhkan waktu untuk memberikan hasil yang nyata, dan masyarakat Ghana merasa terbebani oleh ketidakpastian ekonomi saat ini.
Ghana Tidak Sendirian: Krisis Keuangan Global
Situasi keuangan yang mengkhawatirkan di Ghana mencerminkan masalah yang dihadapi banyak negara di seluruh dunia.Â
Sebagai contoh, selama beberapa tahun terakhir, banyak negara berkembang telah mengambil pinjaman besar untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan. Ini sebagian besar adalah upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Namun, ketika pinjaman ini tidak dikelola dengan baik atau digunakan secara tidak efisien, mereka dapat mengakibatkan akumulasi utang yang tidak terkendali.Â
Ini adalah masalah yang juga dihadapi oleh Ghana. Banyak negara menghadapi tekanan yang sama untuk membayar kembali utang-utang mereka, yang pada gilirannya memicu krisis ekonomi dan keuangan.
Sri Lanka: Kasus Lain yang Patut Diperhatikan
Kasus kebangkrutan Sri Lanka pada tahun 2022 adalah contoh lain dari dampak yang bisa ditimbulkan oleh krisis ekonomi negara.Â
Sri Lanka, sebuah negara kepulauan di Asia Selatan, mengalami krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.Â
Hal ini memicu protes besar di negara tersebut, yang mencapai puncaknya pada Juli 2022 ketika massa menyerbu rumah Presiden Sri Lanka saat itu, Gotabaya Rajapaksa, memaksa dirinya melarikan diri dari negara tersebut dan mengundurkan diri.
Sejak saat itu, sebuah pemerintahan baru telah bekerja keras untuk memperbaiki keuangan publik Sri Lanka yang terpukul.Â