Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alon-alon Waton Kelakon: Kehidupan Slow Living ala Suku Jawa

14 September 2023   18:00 Diperbarui: 14 September 2023   18:05 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suku Jawa, salah satu kelompok etnis terbesar di Indonesia, memiliki karakteristik budaya yang unik dan mendalam. 

Salah satu hal yang paling mencolok dari budaya Jawa adalah kesan tentang kelembutan, kesabaran, dan kesederhanaan yang mereka tanamkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. 

Ini bukan hanya gaya hidup, melainkan juga filosofi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Kelembutan dalam Bahasa dan Perilaku

Pelajarannya dimulai dari bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Orang Jawa berbicara dengan cara yang pelan, lembut, dan sopan. 

Mereka jarang terburu-buru dalam berbicara, berjalan, atau bahkan dalam bekerja dan berkendara. 

Namun, ini bukanlah tanda kelemahan atau ketidakberdayaan. Suku Jawa terkenal sebagai pekerja keras yang menjalani setiap tugas mereka dengan kesabaran, seolah-olah mereka menikmati setiap momen dari proses tersebut. 

"Alon-alon waton kelakon" adalah ungkapan Jawa yang berarti "perlahan-lahan asalkan sampai atau tercapai." 

Ini mencerminkan pendekatan mereka yang tenang dan sabar terhadap hidup.

Bahasa Jawa sendiri memiliki tingkatan berbicara yang berbeda-beda, tergantung pada hubungan sosial antara pembicara dan lawan bicaranya. 

Dalam bahasa Jawa, ada bahasa "ngoko" yang digunakan dalam situasi santai atau antar teman sebaya, ada bahasa "ngoko alus" yang lebih sopan digunakan dalam situasi formal atau dengan orang yang lebih tua, dan ada bahasa "kromo inggil" yang sangat sopan dan digunakan dalam situasi yang sangat resmi atau ketika berbicara dengan seseorang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi. 

Ini mencerminkan penghormatan yang tinggi terhadap etika berbicara dalam budaya Jawa.

Slow Living di Jawa

Jika Anda mengunjungi wilayah-wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, atau Yogyakarta, Anda akan merasakan apa yang disebut "slow living." 

Ini adalah gaya hidup yang sangat kontras dengan kehidupan sibuk dan cepat di kota-kota besar. Orang Jawa hidup sederhana dan rendah hati. 

Mereka memahami bahwa 

kebahagiaan tidak selalu diukur oleh materi atau kemewahan, tetapi oleh ketenangan dan ketentraman hati.

Mereka tidak terobsesi dengan kekayaan atau kedudukan sosial. 

Prinsip "ojok ke Tungkul, merangka lungguhan kadonyan lan kemareman" mengajarkan mereka untuk tidak terlalu memikirkan hal-hal duniawi dan menjauhkan diri dari obsesi untuk mencapai status atau kepuasan duniawi yang bersifat sementara.

Dalam budaya Jawa, ada kebiasaan untuk hidup sederhana dan menghargai apa yang sudah dimiliki. 

"Sugih tanpa bondo" adalah ungkapan yang berarti bahwa kekayaan sejati bukanlah harta benda, melainkan memiliki ketenangan dalam kesederhanaan. 

Mereka tidak terjebak dalam kemewahan yang mencolok. Mereka juga memahami bahwa kemewahan tersebut hanyalah ilusi semata yang tidak akan membawa kebahagiaan sejati.

Ilmu, Kesaktian, dan Ketenangan Hati

Pendekatan mereka terhadap pencapaian dan keberhasilan juga tercermin dalam filosofi "ngelmu iku kalakone kanthi laku." 

Mereka memahami bahwa pengetahuan dan pengalaman sejati hanya dapat diperoleh melalui praktik dan pengalaman nyata, bukan hanya dari membaca atau logika. 

Mereka memperlakukannya sebagai perjalanan panjang yang memerlukan doa dan kesabaran.

Dalam budaya Jawa, pencapaian dan kesuksesan yang dicapai melalui proses yang panjang dan penuh perjuangan dihargai lebih tinggi daripada hasil instan. 

Filosofi "alon-alon waton kelakon" mengajarkan bahwa penting untuk menjalani setiap langkah proses dengan penuh kesabaran, karena hasil yang dicapai akan lebih berarti dan bertahan lebih lama. Kesabaran adalah kunci dalam mencapai tujuan.

Kelembutan dan Kesabaran dalam Antargenerasi

Suku Jawa juga dikenal dengan kelembutan dalam berbicara, terutama ketika berinteraksi dengan yang lebih tua. 

Mereka memiliki tingkatan berbicara yang berbeda-beda berdasarkan hubungan sosial, yang disebut "unggah-ungguh."

 Ini mencerminkan penghormatan dan etika berbicara yang tinggi dalam budaya Jawa. 

Mereka menganggap penting untuk merawat hubungan sosial dengan baik, terutama ketika berbicara dengan yang lebih tua atau memiliki status yang lebih tinggi.

Kesopanan dan Penghargaan Terhadap Orang Lain

Orang Jawa sangat peduli terhadap kesopanan dan penghargaan terhadap orang lain. 

Mereka memiliki tingkatan berbicara yang berbeda untuk menghormati orang yang lebih tua atau memiliki status sosial yang lebih tinggi. 

Namun, mereka juga menghargai kesederhanaan dan ketulusan dalam berbicara.

Penghargaan terhadap orang lain adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi dalam budaya Jawa. 

Orang Jawa menganggap bahwa penghargaan yang diberikan kepada orang lain akan memperkuat hubungan sosial dan menciptakan suasana yang harmonis dalam masyarakat.

Kesederhanaan dan Kelembutan Dalam Bertindak

Filosofi Jawa mengajarkan bahwa hidup harus memberi manfaat kepada orang lain dan memberantas kejahatan. 

Mereka memahami bahwa kekuatan sejati tidak hanya berasal dari kekuatan fisik atau materi, tetapi juga dari kebijaksanaan, kesabaran, dan kelembutan hati. 

Filosofi "Surodiro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti" mengajarkan bahwa kemarahan dapat dikalahkan dengan kebijaksanaan, kelembutan, dan kesabaran.

Dalam budaya Jawa, konflik dihindari sebisa mungkin, dan jika terjadi, diselesaikan dengan pendekatan yang tenang dan diplomatis. 

Mereka memahami bahwa konflik yang dipicu oleh kemarahan dan amarah hanya akan menghasilkan kerugian.

Ketika Kesabaran Menghadapi Konflik

Suku Jawa juga dikenal karena kesabaran mereka dalam menghadapi konflik. 

Mereka tidak mudah marah, tidak mudah terprovokasi, dan selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan ketenangan. 

Ini tercermin dalam pepatah "Surodiro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti " yang mengajarkan bahwa kemarahan dapat dikalahkan dengan kebijaksanaan, kelembutan, dan kesabaran.

Mereka percaya bahwa ketenangan hati adalah kunci untuk mengatasi konflik dan menjaga hubungan yang baik dengan orang lain. 

Mereka berusaha untuk menjalani hidup dengan kebijaksanaan dan kesabaran, menjauhkan diri dari konfrontasi yang tidak perlu.

Kesederhanaan dan Keberlanjutan

Dalam budaya Jawa, ada kesadaran yang kuat akan keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Mereka memahami pentingnya menjaga alam dan sumber daya alam untuk generasi mendatang. 

Konsep "memayu hayuning bawono" mengajarkan untuk memakmurkan dunia agar tentram dan bahagia.

Suku Jawa juga sangat mencintai alam dan lingkungan sekitarnya. 

Mereka memiliki tradisi yang kuat dalam menjaga keindahan alam dan menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan. 

Prinsip ini mencerminkan kepedulian mereka terhadap keberlanjutan dan kesejahteraan generasi mendatang.

Dalam budaya Jawa, kelembutan, kesabaran, dan kesederhanaan bukanlah sekadar gaya hidup, melainkan filosofi yang mengakar dalam kehidupan sehari-hari. 

Suku Jawa memahami bahwa kebahagiaan sejati bukanlah hasil dari kekayaan atau status sosial, melainkan dari ketenangan hati, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk memberi manfaat kepada orang lain.

Sifat-sifat ini tercermin dalam cara mereka berbicara, berperilaku, dan menjalani kehidupan sehari-hari. 

Dengan menjaga nilai-nilai ini, budaya Jawa telah memberikan kontribusi yang berharga dalam membangun masyarakat yang harmonis dan damai. 

Mereka adalah contoh yang luar biasa tentang bagaimana kelembutan, kesabaran, dan kesederhanaan dapat menciptakan kehidupan yang lebih makna dan berarti bagi semua orang. 

Semoga filosofi dan kebijaksanaan ini terus diteruskan dan dihargai oleh generasi-generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun